Nasional

Pangdam Pattimura: Program Emas Hijau dan Emas Biru Implementasi Nawacita Jokowi

Oleh : very - Selasa, 07/11/2017 22:48 WIB

Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Doni Monardo dalam dialog publik bertajuk “Resolusi Konflik Melalui Pendekatan Teritorial: Program Emas Hijau dan Emas Biru”, di Balairung Universitas Indonesia Kampus Depok, Jawa Barat, Selasa (7/11/2017). (Foto: Indonews.id)

Depok, INDONEWS.ID -Siapa tak kenal Maluku, negeri indah yang kaya dengan rempah-rempah dan aneka seni budaya. Bentangan alam dengan gugus pulaunya selalu membuat orang selalu ingin kembali. Namun, pada tahun 1999, negeri ini pernah dilanda perang saudara yang menakutkan. Sesama saudara saling bunuh akibat perbedaan – yang seharusnya menjadi kekayaan negeri itu. Ambon manise berubah sekejab menjadi “Ambon menangise”.

Data yang dikeluarkan pada 2012 lalu menyebutkan bahwa tragedi itu memakan korban antara 8-9 ribu  orang, sementara sekitar 700 ribu warga mengungsi. Tak terhitung rumah penduduk, tempat ibadat dan bangunan rusak dan dibakar massa.

Pemerintah berusaha menjadi juru damai untuk menghentikan tragedi kemanusiaan itu. Pertikaian pun berhasil redah dan warga kembali beraktivitas. Namun, dendam kesumat tidak pernah hilang. Masalah kecil pun langsung membesar, dan membakar, bak bunga api terpercik bensin. Hal itu berlangsung cukup lama, hingga mereka lelah dengan masalah yang mereka ciptakan sendiri.

“Hal ini menjadi salah satu tantangan ketika saya pertama kali bertugas sebagai Pangdam Pattimura di Maluku dan Maluku Utara pada 7 Agustus 2015 lalu,” ujar Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Doni Monardo dalam dialog publik bertajuk “Resolusi Konflik Melalui Pendekatan Teritorial: Program Emas Hijau dan Emas Biru”, di Balairung Universitas Indonesia Kampus Depok, Jawa Barat, Selasa (7/11/2017).

Bukan itu saja. Masalah lain yang ditemukan di Maluku dan Maluku Utara, kata putera kelahiran Cimahi, Jawa Barat, 10 Mei 1963 ini yaitu daerah ini menjadi tempat subur bagi tumbuhnya aliran garis keras alias kelompok radikal. Kelompok itu berasal dari jaringan Jamaah Islamiyah (JI) dan Al-Qaedah. “Hampir semua teroris di Indonesia pernah menginjakkan kaki di Maluku,” ujar Pangdam Pattimura yang telah ditunjuk sebagai Pangdam Siliwangi ini.

Konflik yang subur tersebut membuat masyarakat Maluku tidak bisa melaksanakan aktivitas. Karena itu, kehidupan ekonomi mereka pun memprihatinkan. Padahal, wilayah ini memiliki kekayaan yang sangat besar.

Untuk mengatasi konflik berkepanjangan itu, lulusan Akademi Militer (Akmil) 1985 ini menawarkan pendekatan keamanan sekaligus kesejahteraan, yang disebutnya dengan “Smart Power”. Pendekatan ini merupakan perpaduan tugas operasi militer atau perang dan operasi militer selain perang. Jika pendekatan keamanan menggunakan kekuatan senjata, maka dalam pendekatan operasi selain perang, TNI menggunakan “senjata sosial”, yaitu berupa program pemberdayaan masyarakat.

“Pendekatan ini sesuai dengan amanat Nawacita dan juga arahan Panglima TNI (Jenderal TNI Gatot Nurmantyo) kepada para Pangdam agar melakukan kebijakan politik negara, yaitu TNI harus mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas segalanya,” ujarnya.

Mantan Danjen Kopassus (Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus), serta Dan Paspampres (Komandan Pasukan Pengamanan Presiden) ini mengatakan, ada beberapa langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan konflik horizontal di tengah masyarakat. Salah satu pendekatan yang ditempuh yaitu menyatukan warga yang mengalami konflik dalam satu lokasi yang sama. “Mereka tidur bersebelahan dan dikasi satu ember dan satu gayung untuk dua orang,” ujarnya.

Selain itu, warga desa melakukan kegiatan bersama seperti membuat pembibitan tanaman dan menanam pohon. Hasilnya, warga di Desa Kampung Baru, dan Desa Bosoma, yang sebelumnya tidak pernah bertemu, melalui program itu, akhirnya bisa berkomunikasi. “Ini baru pertama kali dalam sejarah bahwa warga dari kedua desa itu bertemu,” ujar Wakil Komando Satuan Tugas untuk pembebasan kapal MV Sinar Kudus yang dibajak perompak Somalia ini.

 

Program Emas Biru dan Emas Hijau

Konflik di tengah masyarakat tidak terlepas dari kondisi ekonomi yang mereka hadapi. Karena itu, untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi, Mayjen Doni menelorkan program fenomenal yakni “emas biru” dan “emas hijau”.

Program emas biru antara lain dilakukan dengan pembudidayaan berbagai jenis ikan, di antaranya ikan kerapu, udang dan lain-lain. Sedangkan program emas hijau berupa penanaman berbagai jenis tanaman antara lain merbau, meranti, eboni, gaharu, cendana, dan jati putih. Program tersebut berhasil meningkatkan pendapatan dan ekonomi warga Maluku.

“Program ini membuat daya beli masyarakat meningkat. Salah satu mol terbesar di Maluku bisa dikunjungi 100 ribu orang per hari dengan pendapatan mencapai 10 miliar rupiah,” ujarnya.

Keberhasilan program tersebut, kata Mayjen Doni, mendapat apresiasi warga dan tokoh agama setempat. Pimpinan gereja Katolik lokal, Uskup Petrus Canisius Mandagi misalnya mengatakan bahwa peningkatan daya beli masyarakat terjadi karena adanya jaminan keamanan, sehingga masyarakat bisa melakukan aktivitas dengan tenang dan aman. Kunjungan wisatawan ke Maluku juga meningkat drastis.

Walau terbilang sangat sukses, peserta pelatihan counter terrorism di Korea Selatan ini mengatakan bahwa program tersebut merupakan pelaksanaan butir Nawacita yang diusung Presiden Jokowi. “Program emas biru dan emas hijau hanyalah alat untuk mewujudkan program Nawacita Jokowi,” ujarnya.

Butir Nawacita yang dimaksudkan Mayjen Doni itu yakni membangun Indonesia dari pinggir, menghadirkan negara yang melindungi dan memberi rasa aman pada warganya, serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Selain itu, program tersebut merupakan implementasi dari sila Pancasila, terutama sila ketiga dan kelima. “TNI akan selalu bersama rakyat, dan TNI akan kuat bersama rakyat,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait