Nasional

Pilkada Jatim dan Jabar Pertaruhan bagi Marwah PDI Perjuangan

Oleh : very - Rabu, 08/11/2017 21:25 WIB

Pasangan Cagub dan Cawagub Jatim Saifullah Yusuf dan Azwar Anas. (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - PDI Perjuangan telah kalah dalam laga Pilkada di dua daerah strategis di Pulau Jawa beberapa waktu lalu, yaitu DKI Jakarta dan Banten. Kini PDIP sebagai partai berkuasa (the ruling party) dan partai pemenang pemilu dihadapkan pada tantangan yang tak kalah berat dalam menghadapi Pilkada di dua daerah sangat strategis di Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat.

“Marwah PDIP telah redup di DKI Jakarta dan Banten. Kini, marwah PDIP sebagai partai kader berbasis massa kembali dipertaruhkan di Pilkada Jawa Timur dan Jawa Barat,” ujar Direktur Pusat Kajian Survei Opini Publik Ziyad Falahi, melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Dia mengatakan, dengan mengusung Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di DKI dan Rano Karno di Banten yang tingkat elektabilitasnya sangat tinggi, semestinya PDIP dapat memenangkan kedua laga Pilkada tersebut. Namun, kenyataannya PDIP tumbang dan gagal berkuasa di dua propinsi tersebut.

Berbeda dengan Pilkada DKI Jakarta yang mengusung kader PDIP, Djarot Saiful Hidayat sebagai Calon Wakil Gubernur berpasangan dengan Ahok sebagai Cagub, dan pilkada Banten yang mengusung Rano Karno yang juga kader PDIP, dalam Pilkada Jawa Timur PDIP justru tidak mengusung kadernya sendiri.

“Koalisi PDIP-PKB gagal melahirkan koalisi nasionalis-santri. Pasangan Saifullah Yusuf-Azwar Anas adalah pasangan santri-santri,” ujarnya.

Padahal, menurut Ziyad, Jawa Timur merupakan basis tradisional PDIP yang sangat kuat. Setidaknya dalam Pileg 2014, PDIP meraih kursi tertinggi yaitu 19 kursi di DPRD Propinsi. Dengan perolehan ini PDIP sangat cukup untuk mengusung kadernya sendiri berpasangan dengan salah satu calon yang beredar.

Dia mengatakan, berdasarkan hasil survei independepen yang dilakukan lembaganya, sikap PDIP tersebut menimbulkan kekecewaan dan penolakan diam-diam di tingkat akar rumput.

“Keputusan pimpinan PDIP yang tak mengusung kadernya sendiri dalam Pilkada Jawa Timur diprediksi fatal dalam hasil Pilkada di Jawa Timur nanti. Kemungkinan bisa terjadi eksodus basis konstituen PDIP kepada calon penantangnya pasangan Saefullah-Anas,” ujarnya.

Karena itu, kata Ziyad, marwah PDIP sebagai partai kader berbasis massa, akan kembali dipertaruhkan jika tak kembali mengusung kadernya sendiri maju dalam laga Pilkada di Jawa Barat.

“Jangan sampai keputusan mengusung calon Gubernur di Jawa Barat justru mengecewakan kader dan basis akar rumput dari PDIP seperti yang terjadi di Jawa Timur, karena tak mengajukan kadernya sendiri,” ujarnya.

Dengan jumlah tertinggi mencapai 20 kursi di DPRD Jawa Barat, maka aneh jika Pimpinan PDIP justru tidak mengajukan kadernya maju sebagai Calon Gubernur Jawa Barat.

Siapapun calon yang diajukan oleh PDIP dalam laga Pilkada di Jawa Barat tentu menjadi hak prerogatif pimpinan partai. Namun, Ziyad mengingatkan bahwa salah satu fungsi partai politik yang tak bisa diabaikan adalah melakukan kaderisasi.

“Untuk apa kaderisasi dilakukan oleh partai  jika calon pimpinan daerah yang diajukan tak mempertimbangkan aspek kualifikasi sebagai hasil kaderisasi, hanya mempertimbangkan aspek popularitas semata, tanpa pertimbangan tujuan berpartai sebagai partai kader,” ujarnya.

Elektabilitas, kata Ziyad, tidak harus menjadi satu-satunya faktor yang menentukan seorang calon diusung. Jika elektabilitas tinggi menjadi pertimbangan dalam memutuskan pasangan calon Kepala Daerah, maka pasti Anies Baswedan maupun Joko Widodo tidak bisa diusung. Padahal, keduanya bisa memenangkan pertarungan dalam Pilkada DKI Jakarta.

“Karena itu, untuk menjaga marwah sebagai partai kader sekaligus untuk merawat basis konstituen dari PDIP, sangat menarik jika pimpinan PDIP mempertimbangkan mengajukan kadernya sendiri maju menantang Deddy Mizwar dan Ridwan Kamil di Pilkada Jawa Barat,” pungkasnya. (Very)

 

 

Artikel Terkait