Bisnis

Rieke: BUMN Jangan Reaksioner "Go Public", Restrukturisasi Jauh Lebih Penting

Oleh : very - Senin, 13/11/2017 19:28 WIB

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengeritik wacana sebagian kalangan yang mendorong BUMN Energi yaitu Pertamina dan PLN, untuk go public. Pasalnya, restrukturisasi jauh lebih penting dilakukan ketimbang melantai di bursa.

“Bagi saya restrukturisasi jauh lebih penting. Lakukan audit keuangan dan manajemen terhadap induk, cucù dan cicit BUMN. Hal ini jauh lebih penting dibanding keputusan reaksioner go public. Jika hal-hal fundamental restrukturisasi BUMN tidak dilakukan, Go Public hanya akan membuat BUMN mau untung malah buntung. Lebih parah lagi ujungnya-ujungnya BUMN malah jadi parasit negara,” ujar Rieke yang juga anggota Panja Pertamina FPDI Perjuangan ini di Jakarta, Senin (13/11/2017).

Rieke mengatakan, masuknya BUMN ke bursa saham tidak otomatis membuat perusahaan “plat merah” tambah untung dan terbuka dalam pengelolaannya. Beberapa BUMN yang terlanjur go public ternyata malah tercatat mengalami kerugian yang serius. “Transparansi perusahaan negara tidak lahir seketika dengan melantai di bursa saham,” ujarnya.

Hal paling penting yang harus dilakukan, menurut Rieke, adalah mengembalikan tata kelola BUMN sesuai dengan arah dan perintah konstitusi UUD 1945. Karena itu, dia menyarankan BUMN agar fokus pada core business dan core competency masing-masing.

“Patuhi mana BUMN yang harus fokus pada pelayanan publik pada mencari laba atau pada irisan keduanya. Ikuti saja arahan Presiden. Jangan sampai urusan bisnis utama diabaikan, malah sibuk ‘bisnis printilan’, dari buka anak perusahaan catering, binatu, sampai penyalur tenaga kerja. Indikasinya untuk tetap memberi periuk pada mantan direksi BUMN. Bahkan, terindikasi ranah swasta dan UKM pun diambil. Namanya ‘mati angin’ kalau begitu,” ujarnya.

Kreativitas diperlukan bukan untuk menopang hidup para elit BUMN, tapi untuk menjaga kelangsungan hidup BUMN yang bisa memberi kehidupan bagi ekonomi negara," pungkasnya.

Berikut, beberapa BUMN yang telah Go publik dan merugi:

  1. PT Indofarma Tbk (INAF), masuk bursa 17 April 2001

Performance kinerja keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk di paruh pertama 2017 membukukan raport merah. Pasalnya, emiten bidang farmasi ini mencatat peningkatan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sekitar 92,13% atau menjadi Rp53,539 miliar, dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp27,865 miliar.

  1. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), masuk bursa 10 November 2010

Pada 2016, Krakatau Steel membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$171,69 juta atau turun dibandingkan dengan US$320 juta pada 2015. Dengan pencapaian itu, Krakatau Steel berarti selalu membukukan kerugian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Sebagai pengingat, perusahaan membukukan rugi sebesar US$147,11 juta (2014), US$13,98 juta (2013) dan US$20,43 juta (2012). Perusahaan terakhir kali membukukan keuntungan pada 2011.

  1. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), masuk bursa 27 November 1997

PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada semester pertama 2017 mengalami kerugian Rp 496,12 miliar dibanding semester yang sama tahun sebelumnya mencatat laba Rp 11,03 miliar. Turunnya penjualan pada paruh pertama tahun ini sebesar 27,7 persen menjadi Rp 3,01 triliun dari sebelumnya Rp 4,16 triliun menjadi salah satu penyebabnya.

Selain itu, meningkatnya bagian kerugian entitas asosiasi dan ventura bersama menjadi Rp 162,28 miliar, serta naiknya beban keuangan menjadi Rp 304,17 miliar juga turut memicu tingginya kerugian perusahaan tambang milik pemerintah tersebut.

Kerugian yang dialami Antam kali ini bukan yang pertama kalinya. Pada 2014, BUMN Pertambangan tersebut juga pernah mengalami kerugian Rp 743,53 miliar dan bahkan pada 2015 mencatat kerugian sebesar Rp 1,44 triliun. Dengan kerugian yang cukup besar membuat Antam tidak membagikan dividen dalam tiga tahun secara beruntun kepada para pemegang sahamnya.

  1. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), masuk bursa 11 Februari 2011

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masih mencatatkan hasil buruk di kuartal III-2017. Kerugian perusahaan penerbangan pelat merah ini justru mencatatkan kenaikan ke level US$ 222,04 juta. Pada periode yang sama di tahun sebelumnya GIAA mencatat rugi sebesar US$ 44,01 juta. (Very)

Artikel Terkait