Bisnis

Skema Insentif yang Ditawarkan Kemenperin untuk Industri Berorientasi Vokasi dan Inovasi

Oleh : very - Selasa, 28/11/2017 15:41 WIB

Menperin Airlangga Hartarto memukul gong tanda diresmikannya pembukaan Forum Group Discussion (FGD) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang mengangkat tema Membangun Industri Nasional Berkelanjutan di Jakarta, 27 Noember 2017. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kementerian Perindustrian sedang mengusulkan skema insentif baru bagi industri nasional agar kinerjanya semakin produktif dan berdaya saing di tingkat global. Fasilitas berupa pengurangan pajak tersebut akan diberikan kepada industri yang berkomitmen melakukan pengembangan pendidikan vokasi dan inovasi serta industri padat karya berorientasi ekspor.

“Industri memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Misalnya dalam penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, dan penerimaan negara,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Membangun Industri Nasional Berkelanjutan" yang diselenggarakan oleh Kadin Indonesia di Jakarta, Senin (27/11).

Menperin menjelaskan, insentif yang diajukan antara lain tax rebate atau tax deduction (pengurangan pajak) 200 persen untuk belanja yang terkait pelatihan dan pendidikan vokasi. "Jadi kalau mereka investasi Rp500 juta untuk vokasi, fasilitas yang diberikan adalah Rp1 miliar, dan Rp1 miliar ini akan menjadi pemotong pajak," jelasnya.

Selain itu, fasilitas penurunan pajak senilai 300 persen untuk belanja yang terkait kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan perusahaan. “Contohnya, industri farmasi. Sektor ini membutuhkan inovasi, sehingga mereka tidak perlu lagi ke luar negeri, tetapi R&D-nya bisa dilakukan di Indonesia,” ujarnya.

Dalam kebijakan ini, pemerintah akan memberi potongan pajak mencapai 200-300 persen dari jumlah investasi yang ditanamkan, baik dari sisi belanja operasional atau operating expenditure (opex) dan belanja modal atau capital expenditure (capex), sehingga pajak yang perlu dibayarkan sangat rendah.

"Thailand sudah sangat aktif memberikan insentif hingga 300 persen kepada industri. Jadi kalau industri memberikan inovasi dan investasi dari sisi opex dan capex, diberikan tax allowance," tuturnya.

Menurut Airlangga, upaya ini telah dilakukan oleh pemerintah Thailand dan terbukti cukup berhasil. “Apalagi, mereka tengah fokus pada pengembangan industri farmasi, herbal, dan kosmetik. Sehingga mereka terapkan insentif ini,” imbuhnya.

Menperin menyampaikan, pihaknya terus berkoordinasi dan membahas usulan insentif perpajakan ini dengan Kementerian Keuangan. Bahkan, dirinya sudah membicarakan hal tersebut dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Hal ini seiring langkah pemerintah agar pelaku industri dapat meningkatkan peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) di Indonesia.

"Ibu Menkeu menyambut positif terhadap insentif ini untuk mendorong ekonomi di Indonesia. Karena kalau di EoDB, faktor tertinggi yang membuat perusahaan itu harus dipermudah dari segi legal dan perpajakan," papar Airlangga.

Airlangga berharap skema insentif tersebut dapat segera selesai dan bisa diterapkan secepatnya pada kuartal I tahun 2018. "Jadi ini yang sedang kami dorong terus, sehingga fasilitas ini akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan industri nasional agar lebih berkembang dengan cepat,” ungkapnya.

Sementara itu, untuk industri padat karya yang berorientasi ekspor, tax allowance yang diberikan akan dihitung berbasis kepada jumlah tenaga kerjanya. "Misalnya mereka mempekerjakan 1.000, 3.000 atau di atas 5.000 tenaga kerja. Itu kami akan memberikan scheme tax allowance tersendiri. Ini juga sedang dibahas," tambahnya.

 

Bangun industri berkelanjutan

Pada kesempatan tersebut, Menperin juga menjelaskan, membangun industri secara berkelanjutan merupakan suatu strategi pembangunan industri yang harus dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan seluruh stakeholders terkait dalam menjamin keberlangsungan industri di masa depan.

Strategi pembangunan industri yang berkelanjutan difokuskan pada peningkatan nilai tambah melalui inovasi dan pengembangan teknologi industri, pengembangan pola produksi yang dapat mengurangi pemborosan sumber daya, serta mengintegrasikan industri nasional dalam Global Value Chain (GVC) untuk menjamin ketersediaan sumber daya industri dan pasar bagi industri nasional. 

“Kementerian Perindustrian telah melihat bahwa industri dunia dapat dikategorikan menjadi lima, yaitu Global Innovation, Resource Insentive, Regional Processing, Global Technologies dan Labor Intensive,” ujarnya.

Indonesia memiliki porsi dalam setiap kategori tersebut, namun secara khusus Kemenperin mendorong di sektor yang menyerap banyak tenaga kerja melalui program industri padat karya berorientasi ekspor.

Menperin menyampaikan, pengembangan pola produksi yang dapat mengurangi pemborosan sumber daya ditempuh dengan pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM) industri, penerapan standar industri yang mencakup standar produk, standar teknologi, standar manajemen, standar tenaga kerja, dan standar sistem industri, serta mendorong efisensi penggunaan energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan.

“Untuk itu, daya saing Indonesia membutuh fondasi yang kokoh pada sisi SDM-nya, di mana Bapak Presiden Jokowi telah meminta kepada kami untuk meningkatkan kualitas SDM industri,” tuturnya.

Oleh karena itu, Kemenperin telah mendorong melalui dua program, yaitu link and match SMK dan industri serta pelatihan 3 in 1.

“Model ini kami adopsi dari sistem Jerman dan Swiss. Untuk Program link and match ini telah kami laksanakan secara bertahap di beberapa provinsi. Kami mulai di Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah, lalu Jawa Barat dan di Sumatera bagian utara. Sehingga kami menargetkan bahwa pada tahun 2019 akan ada satu juta tenaga kerja industri yang tersertifikasi dari lulusan SMK,” paparnya.

Menperin menambahkan, integrasi industri nasional dalam Global Value Chain (GVC) antara lain ditempuh melalui kerja sama internasional di bidang industri dengan negara-negara pasar utama produk industri, penyesuaian standar kualitas produk dan kompetensi jasa dengan standar negara tujuan, serta promosi produk industri di negara-negara yang berpotensi bagi pemasaran produk industri nasional.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menyatakan, peran sektor industri harus terus ditingkatkan karena dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya ini tidak hanya dilakukan oleh Indonesia, tetapi banyak negara termasuk di kawasan Asia Tenggara telah melakukan hal yang sama.

“Negara-negara maju pun meningkatkan industrinya, demi meraih pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” ujarnya.

Namun demikian, menurut Rosan, pengusaha atau asosiasi tidak bisa bekerja sendiri dalam meningkatkan peran industri. Kerja sama dan peran pemerintah pun dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian.

Rosan menilai saat ini diperlukan adanya perbaikan krusial dalam mendukung terwujudnya industri berkelanjutan, terutama menyangkut ketersediaan bahan baku, pemanfaatan komponen lokal, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan memperdalam struktur industri yang berdaya saing.

“Industri adalah fondasi bagi pembangunan ekonomi nasional secara menyeluruh. Maka perbaikan struktur ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari upaya memperbaiki struktur industri guna menempatkan sektor industri sebagai motor perekonomian,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait