Alumni 212 Ditantang Gelar Aksi Sosial Bantu Korban Bencana

Oleh : very - Jum'at, 01/12/2017 00:23 WIB

Mitra GO-JEK di Bali berikan bantuan kepada pengungsi Erupsi Gunung Agung. (Foto: Kabaroto.com)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Kelompok massa yang menamakan dirinya “Alumni 212” berencana menggelar reuni di Monas, Jakarta Pusat, pada Sabtu (2/12) mendatang. Sejauh ini muncul ajakan dari berbagai pihak, antara lain Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab untuk mengikuti acara tersebut.

Analis intelijen Stanislaus Riyanta memperkirakan reuni alumni 212 tersebut sepi peminat. Pasalnya, gerakan yang semula dibentuk sebagai aksi membela agama terkait kasus penistaan agama ini sudah mengarah kepada gerakan politik. Hal inilah yang membuat alumni aksi 212 yang benar-benar membela agama justru enggan untuk hadir di acara reuni karena tidak mau aksinya dipolitisir.

“Kemungkinan acara reuni tersebut sepi peminat, bahkan acara ini bisa menjadi anti klimaks dari aksi 212. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang cerdas dan bisa memilah antara aksi agama dan aksi politik. Kebanyakan masyarakat tidak akan rela aksi agamanya dicampur dengan aksi politik. Diperkiarakan hal tersebut sebagai alasan utama acara tersebut akan sepi peminat,” ujarnya di Jakarta, Jumat (1/12/2017).

Seperti diketahui, sejumlah tokoh nasional seperti Menkopolhukam Wiranto dan  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) H Masduki Baidlowi sudah menghimbau agar aksi tersebut tidak perlu dilakukan. Bahkan Gubernur DKI Anies Baswesdan yang menjadi simbol kemenangan aksi 212 seolah kurang setuju dengan aksi tersebut dan menyerahkan permasalahan tersebut kepada Polri.

"Aksi 212 justru akan mendapat simpati dari masyarakat jika diarahkan kepada aksi-aksi sosial, bukan politik. Saat ini sedang terjadi bencana di berbagai tempat. Jika alumni gerakan 212 mengadakan aksi untuk penanganan dan bantuan terhadap korban bencana maka akan banyak masyarakat yang bersimpati. Hal ini sekaligus meluruskan motif gerakan ini adalah gerakan membela agama dan gerakan sosial,” ungkap alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia ini.

Stanislaus menambahkan saat ini seharusnya muncul gerakan konstruktif, yang mengajak semua pihak bersama-sama bersatu membangun bangsa. Gerakan-gerakan yang berpotensi menimbulkan polarisasi dan bahkan perpecahan dinilai kurang tepat jika terus dilakukan.

“Berikan kesempatan negara ini untuk berkembang dengan baik tanpa adanya gangguan-gangguan yang mengarah kepada potensi konflik,” pungkas Stanislaus yang saat ini sedang menempuh studi Doktoral di Universitas Indonesia. (Very)

Artikel Terkait