Pojok Istana

Anggaran Pemulangan TKI Jadi Sorotan Khusus Presiden Jokowi

Oleh : very - Kamis, 07/12/2017 09:43 WIB

Presiden Jokowi saat memberikan arahan pada penyerahan DIPA di Ruang Garuda Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/12). (Foto: Setkab.go.id)

Bogor, INDONEWS.ID - Presiden Joko Widodo menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2018, kepada 86 kementerian dan lembaga (K/L) yang nilai seluruhnya mencapai Rp847,4 triliun, serta DIPA transfer daerah dan dana desa tahun 2018 sebesar Rp766,2 triliun, Rabu (6/12/2017). DIPA tersebut merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2018 yang berjumlah Rp2.220,7 triliun.

Presiden meminta dana tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, Kepala Negara mengingatkan para jajarannya dan kepala daerah di seluruh Tanah Air untuk memperbaiki kualitasnya agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi secara khusus menyoroti anggaran pemulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja. Menurut Presiden, penggunaan anggaran kegiatan pendukung justru lebih besar ketimbang kegiatan inti.

"Pemulangan TKI anggarannya Rp 3 miliar. Biaya pemulangannya Rp 500 juta, yang Rp 2,5 miliar justru untuk rapat dalam kantor, rapat luar kantor, rapat koordinasi, perjalanan daerah, alat tulis kantor, dan lain-lain," kata Jokowi di Istana Bogor, di hadapan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

Menurut Jokowi, model penggunaan anggaran seperti itu banyak terjadi di kementerian/lembaga. Hal tersebut terjadi semenjak pembuatan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL), di mana anggaran kegiatan pendukung justru lebih besar ketimbang kegiatan inti. Model penganggaran semacam ini, kata Jokowi, tidak boleh terjadi lagi.

Para menteri, kepala lembaga, dan kepala pemerintahan daerah semestinya memahami manajemen keuangan dan mengubah model semacam itu. "Belanja pendukungnya malah 90 persen, belanja intinya 10-20 persen. Kebalik-balik. Coba liat RKAKL, hampir 90 persen kita seperti ini," ucap Jokowi dengan nada tinggi.

Saking kesalnya, Presiden Jokowi bahkan mengatakan akan membuka satu per satu model penganggaran yang terbalik-balik itu. Menurutnya, model perencanaan anggaran seperti itu tidak akan membuat hasil maksimal.

"Kalau rencananya sudah seperti ini, bagaimana? Secara umum polanya seperti itu. Belanja pendukung justru lebih dominan daripada belanja inti kegiatan," katanya.

Menanggapi hal itu, Hanif Dhakiri mengatakan kejadian tersebut muncul pada penyusunan anggaran 2016 lalu. Ketika itu, Hanif menemukan Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang mencapai Rp 3 miliar. Namun, belanja-belanja yang sifatnya pendukung justru lebih dominan dibandingkan belanja inti.

Menemukan kasus tersebut, Hanif langsung melaporkannya pada Presiden Jokowi. “Saya hanya bercerita dan laporan kepada beliau (Presiden Joko Widodo), itu hanya contoh saja," ujar Hanif.

Sejak saat itu, Hanif mendorong dan mengawasi jajaran di kementeriannya untuk mengubah pola anggaran, dengan orientasi 80 persen diarahkan ke belanja inti dan sisanya belanja pendukung. (Very)

Artikel Terkait