Bisnis

Fatamorgana Kemandirian Energi

Oleh : indonews - Kamis, 21/12/2017 10:34 WIB

Dr. Ir. Agus Puji Prasetyono, M.Eng., Staf Ahli Menteri Riset dan Teknologi Bidang Relevansi dan Produktivitas, Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. (Foto: Ist)

Oleh : DR.Ir. Agus Puji Prasetyono, M.Eng.*)

SIKAP dan perilaku individu dalam sebuah organisasi tidak selamanya selalu berbanding lurus dengan apa yang dicapai oleh organisasi. Tidak jarang suatu organisasi bisa mencapai visi sangat gemilang hanya didorong oleh individu dengan kemampuan sangat terbatas. Sebaliknya tidak selalu sekelompok individu yang memiliki kapasitas tinggi yang berada dalam sebuah organisasi bisa mendorong capian visi secara efektif dan efisien. Inilah inti dari kerja bersama masyarakat dalam upaya mencapai visi negara yang mandiri berdaulat dan berdaya saing,

Perhelatan bangsa-bangsa di dunia dalam berlomba untuk mencari kehidupan yang berkelanjutan dan kemajuan diantaranya ditandai dengan tingkat kebutuhan bangsa itu untuk melakukan inovasi. Sedangkan darah yang mengalir dalam inovasi sebenarnya adalah energi. Inovasi yang menjadi jargon dalam komersialisasi hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang tidak akan ada implikasi yang nyata jika tidak didukung oleh energi yang cukup.  Kelangkaan energi juga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi akan mengalami stagnasi, dan bahkan negara akan menjadi miskin tanpa daya. Oleh karena itu, tidak heran jika energi menjadi penting dan biang sengketa oleh beberapa negara yang membutuhkannya, bahkan pertempuran antar negara sering dipicu oleh kebutuhan akan energi ini. Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa negara yang semakin maju, semakin memerlukan pasokan energi yang tinggi.

Pada umumnya energi dapat dibagi kedalam tiga jenis utama, yaitu energi tak terbarukan yang terdiri dari energi yang bersumber dari fosil, energi terbarukan yakni energi yang dapat diperbaharui seperti tenaga surya, bio energi, arus laut termasuk energi angin dan energi nuklir.

Dalam “Energi Outlook” yang dirilis oleh Britis Petrolium menyampaikan bahwa permintaan energi dunia meningkat sekitar 30 persen dalam kurun waktu 20 tahun kedepan, dengan peningkatan rata-rata 1,3 persen per tahun. Tetapi disebutkan bahwa peningkatan permintaan energi ini lebih rendah dibandingkan peningkatan 3,4 persen per tahun terhadap ukuran yang diacu dari Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) dunia. Permintaan sumber daya energi itu antara lain disebabkan oleh faktor kepedulian manusia terhadap lingkungan hidup dan semakin tingginya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam laporan itu juga mengemukakan tentang permintaan terhadap minyak dan gas bumi, termasuk  batubara tetap menjadi primadona dan merupakan sumber energi dominan hingga tahun 2035 mendatang. Dikatakan juga bahwa gas bumi diperkirakan berkembang lebih cepat dibandingkan minyak atau batubara karena akselerasi tingkat pemakaian Liquid Natural Gas (LNG) yang mengacu pada tren harga gas bumi Amerika Serikat. Meskipun demikian, permintaan minyak diprediksi meningkat namun tidak setinggi gas bumi, dan pemanfaatan batubara dunia akan menuju titik puncak pada sekitar tahun 2020.

Sejalan dengan itu, energi baru dan terbarukan diperkirakan mengalami peningkatan pesat hingga empat kali lipat dalam dua dekade ke depan, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 7,6 persen per tahun. Dalam hal ini, China merupakan pusat pertumbuhan energi terbarukan mengalahkan pertumbuhan gabungan antara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Cadangan Energi semakin menipis

Peningkatan kebutuhan energi yang sedemikian tinggi seiring dengan bertambahnya penduduk, aktivitas transportasi serta dinamika industri mengakibatkan menurunnya ketersediaan dan cadangan energi konvensional sehingga terganggu ekosistem. Hal ini akibat dari dinamika pembangunan yang memanfaatkan sumber-sumber energi sebagai motor penggerak. Akibatnya, pencarian sumber-sumber energi baru giat dilakukan oleh berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, terlebih di negara berkembang yang sedang menggalang kekuatan untuk bersaing dengan negara maju.

Indonesia, proyeksi kebutuhan energi telah dirilis dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menegaskan kritisnya kebutuhan energi pada tahun 2025 dan tahun 2050. Diperkirakan jika pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di level 7% maka kebutuhan energi menjadi 412 MTOE pada tahun 2025 dan menjadi 1030 MTOE pada tahun 2050. Sememtara itu posisi Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar 166 MTOE. Ini berarti bahwa kebutuhan energi meningkat sekitar 246 MTOE selama kurun waktu 2015 sampai 2025 dan sekitar 618 MTOE selama kurun waktu 2025 hingga 2050. Dari perkiraan itu dapat diperkirakan bahwa kenaikan kebutuhan energi sekitar 24.6 MTOE setiap tahun, atau sebesar 286.1MWH. 

Memanfaatkan semaksimal mungkin hasil riset di bidang EBT.

Melihat kelangkaan energi ini maka sejumlah perguruan tinggi dan lembaga litbang dikerahkan oleh kementerian yang membidangi untuk meneliti, mengembangkan dan menguasai teknologi energi untuk kepentingan pembangunan. Penelitian dan pengembangan Ilmu pengetahuan dibidang energi itu diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), biogas, fuelcell, pembangkit tenaga arus laut, gelombang laut, dan tenaga surya. Program-program Riset hilir, Science Technology Park, Pusat Unggulan Iptek, dan bahkan pengembangan program studi dan Politeknik dilakukan secara besar-besaran. Tidak sedikit dana pemerintah digunakan untuk mendorong riset dibidang energi ini. Lembaga litbang seperti BPPT, BATAN, LIPI, BIG termasuk Perguruan Tinggi ternama mengerahkan kemampuannya untuk meningkatkan ketersediaan energi. Namun faktanya energi ini sebagian besar tidak dapat digunakan sebagai based load sehingga tidak dapat diandalkan untuk membangkitkan industri sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Karena bagaimanapun pada hakekatnya energi adalah darah dari upaya untuk meningkatkan pembangunan negeri, inovasi, daya saing dan kemandirian ekonomi. Karena itu para peneliti terus melakukan upaya untuk mencari solusi terhadap energi dengan kapasitas besar, stabil dan handal.

Saatnya Menggunakan Pembangkit Energi Nuklir, meskipun sebagai pilihan terakhir.

Tak terpungkiri kecenderungan menurunnya cadangan energi fosil berbanding terbalik dengan pemanfaatan energi nuklir yang kian diminati negara majuuntuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan itu, akselerasi pemanfaatan pembangkit nuklir ini seiring dengan majunya teknologi yang pesat serta jaminan keamanan yang sangat tinggi dari International Atomic Energy Agency (IAEA).

Pembangkit nuklir diapresiasi sebagai pembangkit yang relatif tidak mencemari atmosfir dan menimbulkan efek rumah kaca, pemanasan global dan hujan asam, bahkan memberikan benefit yang nyata terhadap kelangsungan lingkungan hidup, bila dibanding dengan pembangkit konvensional seperti minyak, gas, dan batubara. Skala pembangkitan yang besar dan stabil menjadikan pembangkit energi nuklir sangat diminati negara maju. Karen itu energi nuklir dapat diperankan sebagai based load energi, berguna untuk membangkitkan industri yang bekerja secara terus menerus dengan daya yang besar.

Namun sejumlah keuntungan itu tidak akan jatuh dengan sendirinya dari langit Jika pembangkit nuklir tidak dilakukan melalui kajian yang teliti, pengelolaan secara detail, terprogram secara baik, jaminan keamanan serta penerapan system operating prosedur yang prima. Pengantian bahan bakar nuklir, daur ulang radionuklida, pengendalian rekayasa, perlindungan keselamatan perorangan, dan system pengendalian harus dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan secara internasional karena sesungguhnya kecelakaan nuklir dapat terjadi lebih disebabkan oleh kesalahan manusia atau bencana alam.

Strategi yang harus dilakukan

Sebagaimana dikemukakan Peter Senge dalam mengidentifikasi konvergensi inovasi organisasi pembelajar yang dibagi kedalam 5 strategi, yaitu sistem system thinking (sistem berfikir), personal mastery (kemampuan pribadi), mental models (model mental), building shared vision (membangun visi bersama), dan team learning(tim pembelajar). Karena itu ke lima disiplin tersebut perlu dimaknai secara lebih terinci oleh institusi dalam meningkatkan kedaulatan energi.

System Thinking (sistem berfikir) memungkinkan seluruh komponen dalam organisasi terintegrasi dalam sebuah disiplin yang terpadu, memiliki koherensi tinggi dalam menterjemahkan teori kedalam praktek, termasuk menyatukan berbagai ilmu menjadi kekuatan baru yang luar biasa untuk mencapai tujuan dan visi organisasi. Dalam hal ini Roadmap terpadu menjadi penting untuk dikembangkan dan di implementasikan secara bersama.

Setiap peneliti, perekayasa dan akademisi perlu melihat sistem ini, membuat strategi terrinci untuk diterapkan dalam organisasi. Adapun kegagalan untuk memahami sebuah dinamika sistem dapat menjerat organisasi masuk ke dalam alam pikir yang keliru yaitu bahwa kesalahan selalu disebabkan dan datang dari eksternal.

Personal Mastery (penguasaan/kemampuan pribadi) memberi peluang untuk meningkatkan kemampuan individu. Organisasi pembelajar hanya terjadi melalui individu yang belajar. Pembelajaran individu tidak menjamin pembelajaran organisasi. Tapi tanpa itu tidak terjadi pembelajaran di level  organisasi. Penguasaan kemampuan pribadi adalah disiplin dan kemahiran untuk meningkatkan pemahaman terhadap visi individu melalui energi yang dimiliki, lalu kemudian ditransformasikan dalam rangka mewujudkan visi organisasi. Kemampuan pribadi harus bisa ditransformasikan menjadi kekuatan komunal dalam organisasi untuk berbuat suatu produk yang memiliki keunggulan, dan ini bukan sebuah impian atau ide ada di awang-awang tetapi harus menjadi kenyataan.

Mental Models (model mental) memungkinkan asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar-gambar sebagai input bagi individu untuk memahami sekitar kita dan dunia. Hal itu termasuk bagaimana individu dapat mengembangkan perilaku yang mencerminkan tindakan. Refleksi perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan internal individu dalam memandang perkembangan dunia secara holistik. Hal ini berarti individu melakukan learningfull untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran terobosan atas pengaruh ekseternal. Sebagai akibatnya individu menuntut dirinya untuk meningkatkan keterampilan dan orientasi baru dalam organisasi dalam rangka perubahan karena adanya lingkungan strategis yang cepat berkembang.

Building Shared Vision (Membangun Visi Bersama), ini menegaskan bahwa jika visi organisasi bisa terinternalisasi secara mendalam terhadap seluruh individu dalam sebuah organisasi maka akan meningkatkan kekuatan dalam eksperimentasi dan inovasi. Skill dan kreativitas untuk menggali bersama cita-cita organisasi merupakan komitmen yang tidak hanya disebabkan oleh kepatuhan tetapi juga karena sikap mental dan motiv dasar individu. Kejelasan visi, motivasi dan komitmen bersama merupakan cermin dari kekuatan visi organisasi.

Team Learning (organisasi pembelajar) merupakan cara yang dapat memberi peluang dalam peningkatan proses harmonisasi termasuk peningkatan kapasitas tim kerja yang bertugas untuk mencapai tujuan organisasi. Ini bisa terjadi jika organisasi memiliki personal mastery dan visi bersama, sekaligus mampu melakukan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal itu memungkinkan terjadinya percepatan pencapaian hasil, efisensi dan peningkatan produktivitas organisasi, karena kelompok akan menemukan cara lebih baik dibanding capaian secara individu.

Semoga bermanfaat….

Penulis adalah staf ahli menteri riset, teknologi, dan pendidikan tinggi bidang relevansi dan produktivitas. Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

 

Artikel Terkait