Nasional

Hasan Nasbi: Relasi Baik Jokowi-JK Bisa Cegah Anies Baswedan Capres di 2019

Oleh : very - Kamis, 11/01/2018 14:27 WIB

CEO Konsultan Politik Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat (paling kanan) dalam diskusi “Prospek Ekonomi dan Politik 2018” di Balai Sarwono, Kemang, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2018). (Foto: indonews.id)

Jakarta, INDONEWS.ID - Relasi atau hubungan Presiden Joko Widodo dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan memengaruhi jumlah pasangan calon presiden yang maju pada Pilpres 2019 mendatang. Relasi keduanya bisa memunculkan dinamika politik tersendiri sehingga memicu terbentuknya “poros baru” di luar bakal calon Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto.

“Jika relasi Jokowi dengan JK bagus, maka bisa mencegah Anies (Anies Baswedan) untuk maju sebagai calon presiden pada 2019 mendatang,” ujar CEO Konsultan Politik Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat dalam diskusi “Prospek Ekonomi dan Politik 2018” di Balai Sarwono, Kemang, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2018).

Diskusi yang digelar Alumni FISIP UI dan Indonews.Id ini menghadirkan pembicara antara lain Ketua BEM UI, Muhammad Syaeful Mujab, Pengamat Ekonomi-Politik Christianto Wibisono, mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, yang dipandu moderator Budiarto Shambazy.

Hasan mengatakan, sebaliknya, jika relasi Jokowi dan Jusuf Kalla buruk, maka bisa mendorong “spesialis Wapres” itu untuk memunculkan tokoh lain berhadap-hadapan dengan Jokowi pada pilpres 2019. Dalam kondisi ini, maka Jusuf Kalla akan berperan sebagai “king maker” untuk mendukung cawapres alternatif selain Jokowi.

Peran Jusuf Kalla ini memang bisa terlihat dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Calon Presiden yang berhadap-hadapan dengan capres Susilo Bambang Yudhoyono pada pilpres 2009 lalu ini, memiliki peran besar dalam mendorong Anies Baswedan sebagai calon gubernur pada pilkada 2017 lalu. Bahkan, JK terlihat ikut terlibat dalam memenangkan pasangan Anies-Sandi dengan membiarkan masjid di DKI menjadi “markas” kampanye Anies-Sandi. Perlu diketahui, JK merupakan Ketua Umum Dewan Masjid di Indonesia.

Dalam Pilkada DKI Jakarta, Jusuf Kalla bahkan terlihat berseberangan dengan Jokowi, yang dipersepsikan mendukung jagoan PDIP yaitu Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

Dalam sejumlah survei, nama Anies Baswedan, selain Gatot Nurmantyo, memang masuk radar sebagai bakal calon presiden pada pilpres mendatang.

“Jika relasai Jokowi dan JK buruk, maka bisa mendorong JK membentuk poros baru mengusung capres alternatif selain Jokowi,” ujar Hasan.

Hasan mengatakan, pemilihan nasional serentak 2019 mendatang akan membuat pemilihan legislatif kehilangan daya tarik bahkan kehilangan makna. Betapa tidak, pemilih akan terpusat pada pemilihan presiden. “Pemilihan serentak ini akan membuat pileg (pemilihan legislatif) kehilangan makna. Parpol akan terdegradasi dan kehilangan daya tarik,” ujar alumnus Fisip UI ini.

Terkait prospek ekonomi 2018, Hasan mengatakan, aktivitas politik pilkada tidak cukup mengerek pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Pasalnya, produksi berbagai jenis atribut pilkada seperti spanduk, umbul-umbul, brosur kampanye, hanya berpusat di kota besar saja, seperti Jakarta dan Bandung.

Hal ini, katanya, juga terkait dengan aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membatasi belanja atribut kampanye. Selain itu, Undang-undang Pemilu juga membatasi jumlah sumbangan perusahaan dan perorangan kepada calon yang maju dalam pemilihan. “Jadi menurut saya, nilai tambah ekonomi dari pilkada serentak dalam bentuk belanja barang itu sangat terbatas dan kurang ,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait