Nasional

Presiden Zaman Now Versus BEM Zaman Now

Oleh : very - Senin, 05/02/2018 11:20 WIB

Edison Guntur Aritonang, Mahasiswa Doktoral Ilmu Kesejahteraan, Program Studi Kesejahteraan Sosial – Universitas Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh : Edison Guntur Aritonang*)

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) setelah menghadiri Haul Majemuk Masyayikh di Pondok Pesantren Salafiyah Safi`iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Sabtu (3/2/2018), seperti dikutip Antara, memberikan jawaban atas pertanyaan wartawan terkait aksi Mahasiswa UI yang memberikan simbol kartu kuning untuk Presiden Jokowi saat menghadiri Dies Natalies ke-68 UI, Jumat (2/2/2018) lalu. “Mungkin nanti ya, mungkin nanti saya akan kirim semua ketua dan anggota di BEM untuk ke Asmat, dari UI ya. Biar lihat dapat bagaimana medan yang ada di sana kemudian problem-problem besar yang kita hadapi di daerah-daerah terutama Papua”.

Meski presiden memahami aksi tersebut sebagai bagian dari dinamika demokrasi dengan mengatakan "Ya yang namanya aktivis muda ya namanya mahasiswa dinamika seperti itu biasalah, saya kira ada yang mengingatkan itu bagus sekali", tetapi hal ini berpotensi terhadap terjadinya krisis komunikasi antara Presiden Jokowi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM-UI).

Adapun pesan yang ingin disampaikan melalui aksi tersebut, ada tiga tuntutan untuk dievaluasi oleh Presiden Jokowi, yaitu: [1]Tuntaskan persoalan gizi buruk di Asmat, Papua; [2]Menolak dengan tegas rencana pengangkatan Pj Gubernur dari kalangan Polri aktif; dan [3]Menolak draf Permendikti tentang Organisasi Mahasiswa yang dianggap sangat membatasi pergerakan mahasiswa.

Jika dilihat dari pesan yang disampaikan, aksi tersebut dapat dipandang sebagai salah satu bentuk intervensi sosial, dalam demokrasi gelaran aksi atau demonstrasi dapat menjadi salah satu metodenya. Intervensi sosial yang dilakukan melalui aksi tersebut sebagai strategi memberikan bantuan kepada masyarakat (individu, kelompok, komunitas), dalam konteks ini dapat ditarik pada suatu tatanan sosial masyarakat di Asmat, tatanan demokrasi melalui Pilkada, dan tatanan demokrasi di kampus.

Menurut Isbandi Rukminto Adi (Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Mayarakat, 2008) intervensi sosial adalah perubahan yang terencana yang dilakukan oleh pelaku perubahan (change  agent) terhadap  berbagai  sasaran  perubahan (target  of  change) yang  terdiri  dari  individu, keluarga, dan kelompok kecil (level  mikro), komunitas dan organisasi (level mezzo) dan masyarakat  yang lebih luas, baik  di  tingkat  kabupaten/kota,  provinsi,  negara,  maupun  tingkat  global (level makro). Sedangkan metode intervensi sosial yang digunakan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan dalam hal ini, individu, keluarga, dan kelompok (Huda, 2009). 
  

Zaman Now

Istilah “kids zaman now” sering digunakan untuk menggambarkan istilah perilaku anak zaman sekarang, anak yang akrab dengan dunia digital dan produk turunannya. Warganet atau netizen sering menggunakan istilah ini untuk mengomentari atau lebih tepatnya mencibir (nyinyirin) perilaku anak zaman sekarang yang dianggap aneh, nyeleneh, kurang pantas ataupun absurd. Perilaku kurang pantas yang dilakukan oleh Ketua BEM UI terkait aksi “kartu kuning” dianggap sebagian kalangan warganet bagian dari kids zaman now. Sikap tersebut lebih tepat dikatakan BEM zaman Now karena aksi tersebut dilakukan secara komunal, mereka tergabung sebagai sebuah organisasi.

Selain itu, Presiden Jokowi juga dapat dikatakan sebagai Presiden zaman Now, hal tersebut tergambar melalui beberapa perilaku beliau melalui penggunaan Vlog. Dari beberapa presiden yang ada di dunia ini, hanya sedikit presiden yang melakukan hal tersebut. Beberapa Vlog yang dilakukan terkait kegiatan promosi pariwisata, rangkaian kegiatan kenegaraan pada pertemuan pimpinan dengan negara lain, dan lain sebagainya, termasuk saat bermain bersama sang cucu.

BEM UI menanggapi rencana Presiden Joko Widodo yang akan mengirim BEM UI ke Asmat, Papua. Wakil Ketua BEM UI, Eto Idman, mengatakan pihaknya memang sudah berencana untuk berangkat ke Asmat sebelum Jokowi menyampaikan hal tersebut (detikcom, Sabtu, 3/2/2018). Komunikasi yang tidak langsung (mediasi wartawan melalui pemberitaan) ini berpotensi terjadinya krisis komunikasi. Hal tersebut dapat terjadi karena pesan yang disampaikan tertangkap secara parsial dan direspon dengan persepsi yang keliru.

Jika hal ini terus berlanjut dengan pola yang sama, dikawatirkan akan terjadi krisis komunikasi Presiden zaman Now versus BEM zaman Now.

Posisi kehilangan muka (faceloss) dari suatu komunikasi dapat memperkeruh situasi. Ting-Toomey menyarankan untuk menghindari terjadinya hal tersebut, faceloss, agar tidak terjadi konflik. Salah satu metode pengelolaan konflik, dapat digunakan metode integrasi, yaitu proses berbagi ketepatan informasi dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama.

Selain itu, metode kompromi dengan sistem give and take untuk membuat suatu kesepakatan bersama, dapat dipilih sebagai alternatif (Samovar et.al, 2012:373-384).

Jika mengacu pada salah satu kearifan lokal kita, tontonan, tuntunan, dan tatanan, aksi tersebut dapat dipandang sebagai masukan yang baik. Intervensi sosial yang dilakukan melalui aksi tersebut merupakan fakta atas fenomena-fenomena yang sedang berlangsung (tontonan). Kesamaan tujuan dari situasi yang diinginkan (tatanan yang baik) dapat dijadikan dasar untuk mencari tuntunan yang tepat secara bersama-sama (terintegrasi).

Meskipun aksi tersebut dapat dikatakan tidak etis jika mengacu pada nilai budaya kita, bukan sistem demokrasi, karena secara tidak langsung, seolah-olah ingin membuat seorang presiden kehilangan muka (faceloss). Namun demikian, sebagai orang tua yang pernah menjadi anak muda dan karena anak muda tersebut belum pernah menjadi orang tua, alangkah bijaknya jika komunikasi tersebut dilakukan secara langsung, sehingga model kepemimpinan Presiden Jokowi yang dekat dengan rakyatnya tidak menjadi paradoks. Sebab jika mengacu pada salah satu nilai kearifan lokal kita, “seorang pemimpin hanya ditinggikan seranting dan didulukan selangkah”, sudah sepantasnya untuk memberikan ruang bagi mereka, apalagi hal yang disampaikan tersebut memang bagian dari kegelisahan masyarakat saat ini.

 

Bangsa Besar Dipimpin Orang Besar

Pada beberapa kesempatan, Jenderal (Purn) Agum Gumelar mengatakan faktor kontrol sebuah bangsa atau negara menjadi besar ada pada [1]sikap nasionalisme yang tinggi; [2]daya saing sumber daya manusia (SDM) yang tinggi; dan [3]sikap disiplin yang tinggi.

Jika melihat aksi yang dilakukan BEM UI, dari aspek strategi, tuntutan yang menjadi motif, tingkat efektifitas dan efesiensi gelaran aksi, tidak ada satu sikap yang berseberangan, kecuali dari aspek etika ketimuran. Aksi tersebut berlangsung damai tanpa ada tindak kekerasan. Aksi singkat dengan biaya murah tersebut dapat memberikan dampak yang besar, menjadi topik utama pada beberapa media.

Aksi non verbal yang disampaikan dengan dimensi paralanguage yang menekankan pada how to say, bukan what to say dapat dipandang sebagai bentuk teatrikal yang sangat cerdas dan monohok.

Jika mengacu pada beberapa aksi demonstrasi yang dilakukan di beberapa negara demokrasi lainnya, seperti yang terjadi di Amerika Serikat atas penolakan terhadap pemerintahan Trump, aksi “kartu kuning” tersebut relatif lebih bermartabat. Untuk itu, sebaiknya perang opini antara Presiden Zaman Now versus BEM Zaman Now dapat diakhiri melalui komunikasi yang lebih baik. Krisis komunikasi yang terjadi bisa menjadi liar karena dapat tergiring pada opini sebagai musuh bersama dan mengokupasi BEM universitas lain atau pihak lainnya untuk mengambil sikap yang sama. Kondisi tersebut sangat merugikan presiden karena akan mengantarkan pada adagium “musuh dari lawanku adalah temanku”.

Untuk itu, sebagai pemimpin, jika boleh meminjam istilah John Quincy Adams (Presiden Ke-6 Amerika Serikat, hidup pada 1767 s.d 1848), “If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are a leader (Jika apa yang Anda lakukan memberikan inspirasi kepada orang lain untuk bermimpi lebih, belajar lebih, melakukan lebih dan menjadi lebih, maka Anda adalah seorang pemimpin)”, Presiden Jokowi dengan model kepemimpinannya yang dekat dengan rakyat, sangat diharapkan mampu memberikan tuntunan yang baik pada generasi muda. Sehingga bisa mengantarkan mereka pada tatanan sebagai bangsa yang besar. Pemimpin besar bukan hanya dikenang melalui bangunan yang ditinggalkannya, tetapi juga dari apa yang diajarkan dan contoh sikap yang diwariskan pada generasi berikutnya.  

*) Edison Guntur Aritonang, Mahasiswa Doktoral Ilmu Kesejahteraan, Program Studi Kesejahteraan Sosial – Universitas Indonesia

Artikel Terkait