Nasional

Hendardi: Penetapan Tersangka Calon Kepala Daerah Trobosan Cegah Abuse

Oleh : very - Selasa, 13/03/2018 14:01 WIB

Ketua SETARA Institusi Hendardi. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemerintah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunda penetapan tersangka terhadap pasangan calon yang akan mengikuti Pilkada serentak tahun 2018. Dalam pernyataan Pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, Pemerintah beralasan bahwa penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka bisa dinilai masuk dalam ranah politik karena hal itu akan mempengaruhi pelaksanaan Pilkada.

Menkopolhukkam menegaskan, pasangan calon kepala daerah yang sudah terdaftar bukan hanya individu, tetapi sudah menjadi milik partai dan milik masyarakat pendukungnya, sehingga merepresentasikan perwakilan parpol dan para pemilih. 

Ketua Badan Pekerja SETARA Instiute Hendardi mengatakan, pandangan pemerintah seperti diungkapkan Wiranto di atas sarat dengan absurditas.

Hendardi mengatakan, penilaian bahwa penetapan tersangka oleh KPK berarti KPK masuk ranah politik merupakan pernyataan yang misleading.

“Penetapan tersangka seharusnya dibaca sebagai langkah progresif untuk mewujudkan public expiation (penebusan dosa publik). Politik hari ini, khususnya politik elektoral, lebih sering dimanfaatkan sebagai arena bersama elite untuk transaksi kepentingan antar mereka, bahkan dalam bentuk permufakatan jahat antara politisi dan pengusaha hitam sebagai bohir. Sehingga sebagian besar perhelatan Pemilu dan Pilkada banyak melahirkan pejabat-pejabat politik korup,” ujarnya di Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Membiarkan situasi itu, kata Hendardi, jelas merupakan dosa bersama publik. “Karena itu, langkah penetapan tersangka KPK sebelum pemilihan harus dibaca sebagai upaya untuk memurnikan politik Pilkada, sehingga politisi-politisi korup sudah harus sejak awal masuk keranjang blacklist,” ujarnya.

Selain itu, derajat kepublikan yang melekat pada diri para paslon yang sudah terdaftar mestinya semakin menuntut pengawasan hukum, nukan malah memberi mereka imunitas hukum hingga penghitungan suara. Menurut Hendardi, semakin tebal derajat kepublikan yang melekat pada seseorang, semakin besar kuasa yang ada padanya.

Artinya, akan semakin besar pula potensi abuse. Untuk mencegah abuse, harus semakin tinggi level kontrol hukum dan publik. Maka, penetapan tersangka yang akan dilakukan oleh KPK harus dibaca sebagai mekanisme terobosan untuk mencegah abuse. Hal itu tentu langkah baik. Sebab, jika figur korup yang akhirnya terpilih, komplikasi politik dan hukum yang akan ditimbulkan bagi kepentingan publik jelas akan lebih rumit,” ujarnya.

Namun demikian, KPK juga dituntut menerapkan standar operasi yang lebih presisi dan berintegritas. Komplain sejumlah pihak terkait operasi tangkap tangan (OTT) seperti dalam kasus penangkapan calon gubernur NTT, yaitu standar OTT dianggap banyak pihak tidak terpenuhi, dapat merusak independensi KPK.

“Untuk mencegah tuduhan KPK berpolitik di tengah kontestasi Pilkada, due process of law harus dipedomani dan tidak semata-mata berorientasi pada dramatisasi penangkapan dan penegakan hukum. Standar OTT dalam KUHAP harus menjadi acuan normatif dan rigid bagi KPK karena jika disimpangi, justru akan melemahkan KPK itu sendiri,” pungkasnya. (Very)

 

 

Artikel Terkait