Nasional

DPR Kritisi Pemerintah Soal Penanganan Tumpahan Minyak

Oleh : hendro - Selasa, 10/04/2018 10:25 WIB

Ilustrasi gedung DPR/MPR (istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID – Dewan Perwakilan Rakyat mengkritisi permeintah dalamm hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam menangani persoalan tumpahan minyak.

Anggota komisi VII DPR, Rofi Munawar mengatakan, seharusnya bertindak cepat dalam menangani tumpahan minyak sejumlah tempat. Termasuk dampak lingkungan yang mungkin terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang mesti dicermati serius oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Berdasarkan informasi yang Rofi , Tercatat, setelah pekan lalu tumpahan minyak terjadi di sekitar Teluk Balikpapan, kini ditemukan hal serupa di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

"Kami melihat penanganan tumpahan minyak dilakukan dengan manual dan cenderung lambat," kata Rofi Munawar dalam keterangan pers, Selasa (10/4/2018).

Rofi menambahkan, dalam menangani tumpahan minyak di lepas pantai sudah sepantasnya ada Standard Operational Procedure (SOP) yang harus ditempuh. Dari mulai penanganan tumpahan hingga rehabilitasi kawasan tercemar.  Sehingga seluruh proses tersebut akan sangat bergantung terhadap kemampuan dan kedispilinan.

Rofi melihat,  proses penanganan tumpahan minyak yang dilakukan di Balikpapan dengan manual dan melibatkan masyarakat awam. Padahal sangat mungkin jika tidak hati-hati, bisa berdampak buruk.

Karena itu, Rofi  meminta Kementerian LHK untuk memberikan sanksi tegas kepada para pelaku yang telah terbukti melakukan pencemaran sesuai UU 32/009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).  Terlebih tumpahan minyak termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

"Kami khawatir jika tanpa penanganan yang komprehensif dan tuntas, dampaknya pada laut bisa sampai berbulan-bulan dan sangat berbahaya bagi kelangsungan ekosistem yang ada," tegas Rofi.

Untuk diketahui, pada Minggu (8/4/2018) lalu ditemukan tumpahan minyak mentah di sekitar pulau Pari sepanjang 10 meter. Ternyata itu bukan yang pertama, karena pada bulan November 2017 dan Februari 2018 lalu pernah terjadi peristiwa serupa di pulau yang sama.(hdr)

Artikel Terkait