Nasional

Intimidasi di Car Free Day adalah Tindakan Barbar

Oleh : very - Minggu, 29/04/2018 23:10 WIB

Intimidasi Car Free Day. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Intimidasi yang dilakukan oleh sekelompok orang pengguna kaos #2019GantiPresiden terhadap warga dengan kaos #DiaSibukKerja adalah tindakan barbar. Aksi yang dilakukan di Car Free Day, Sabtu 29/4/2018 tersebut sangat memalukan, karena selain dilakukan terhadap beberapa orang dewasa, aksi tersebut juga dilakukan terhadap seorang ibu dengan anaknya.

Ironisnya, aksi tersebut juga disertai dengan pelecehan oleh pelaku dengan menggunakan lembaran uang kepada korban.

Pengamat intelijen, Stanislaus Riyanta mengatakan, terlepas dari mana asal pelaku tersebut, intimidasi untuk tujuan politik adalah tindakan yang mencederai demokrasi.

“Selain itu tindakan tersebut juga melanggar hak asasi seseorang untuk menentukan pilihannya yang dijamin oleh konstitusi. Intimidasi untuk menggiring dan memaksakan pilihan politik terhadap orang lain, harus ditindak tegas, sebagai suatu langkah untuk menjaga demokrasi di Indonesia sesuai dengan prinsip yang berlaku,” ujarnya.

Di sisi lain, Stanislaus mengatakan, aksi aksi-aksi intimidatif sebenarnya menunjukkan bahwa kubu pelaku adalah pihak yang tidak layak untuk menjadi pemimpin negara.

“Perilaku yang tidak terpuji tersebut harusnya tidak perlu terjadi dan dengan alasan apapun harus dicegah, mengingat hal tersebut sangat menganggu nilai-nilai demokrasi yang sudah dijamin oleh konstitusi,” ujarnya. 

Jika suatu kelompok mencoba meraih kekuasaan dengan cara-cara yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi, maka ketika kelompok tersebut berkuasa, hal yang lebih parah akan dilakukan.

Karena itu, katanya, negara harus bertindak tegas untuk mencegah kejadian di atas terjadi lagi. Tindakan hukum harus dilakukan, mengingat bukti-bukti berupa dokumentasi kejadian sudah menyebar luas. Para penggiat dan aktivis HAM sudah saatnya untuk membantu dan mengadvokasi korban intimidasi untuk melaporkan perlakuan tersebut kepada penegak hukum untuk diproses. 

Penegak hukum tidak perlu ragu untuk mengambil tindakan tegas dalam kasus ini. Pelaku, koordinator kelompok dan penanggung jawab acara harus ditindak seseuai dengan porsinya agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. 

“Jika dibiarkan, dengan dalih apapun, maka tidak mengherankan jika kejadian-kejadian serupa akan terjadi lagi. Pembiaran kasus ini juga menjadi indikasi bahwa demokrasi di Indonesia sedang mengalami metamorfosis menjadi mobokrasi,” ujarnya. (Very)

 

Artikel Terkait