Nasional

Indonesia Jadi 10 Besar Pemegang Saham Pengendali Bank Dunia/IMF

Oleh : very - Senin, 30/04/2018 09:01 WIB

Christianto Wibisono, analis ekonomi-politik

Christianto Wibisono*)

Hari ini Minggu 29 April 2018  atau 72 tahun setelah Senin  29 April 1946 ketika Presiden Sukarno dan Menkeu Ir Surachman menandatangani UU no 4 tahun 1946 tentang Pinjaman Nasional seribu juta gulden (waktu itu rupiah masih ditulis dengan f, florins, gulden. Mengharukan dan membanggakan bahwa masyarakat kelas menengah dan umum bergotong royong dari Jawa f 318 juta dan dari Sumatra f 208 juta. Partai Masyumi membeli f60.000 

Rakyat Indonesia adalah basis eksistensi Pemerintah dan elite Indonesia yang telah sering menjadi korban sekaligus asset yang diandalkan Pemerintah dalam mengendalikan ekonomi ke trajektori yang tepat.

Pada hari bersejarah 29 April 2018 ini PDBI ingin mengajak elite Indonesia untuk merenung dan bertindak memberdayakan dan memanfaatkan momentum einmalig berupa peluang Keputusan Sidang Bank Dunia/IMF (BD/IMF) di Washington 21 April 2018 yang menugaskan Sidang BD/IMF di Bali Oktober 2018 untuk memasuki Review XV, perubahan arsitektur pemegang saham BD/IMF. Menuntaskan Review XIV 2010 yang berakhir tahun ini dengan posisi RI di peringkat-22. 

Peluang ini merupakan “anugerah Tuhan” karena harus merupakan putusan pemegang saham pengendali yang masih mencerminkan struktur BD/IMF zaman OLD saat berdiri 1944. Peluang RI sebagai tuan rumah Sidang BD/IMF bukan sekedar hajatan EO, tapi substansi strategis  yang dituntaskan merupakan peluang bagi RI untuk naik kelas jadi 10 besar  pemegang saham  BD/IMF.

Mengacu pada sejarah Pinjaman Nasional 1946 dan ko insidensi sejarah tanggal 29 April 2018,  PDBI mengusulkan Pemerintah mengeluarkan Obligasi Penyertaan Saham RI di Bank Dunia/IMF untuk memenuhi setoran quota saham sekitar US$ 4 milyar.  Kesempatan membeli Obligasi RI/BD/IMF  (RBI) terbuka bagi seluruh warga pembayar  pajak Indonesia. perorangan maupun badan hukum, perseroan terbatas termasuk partai politik. 

Dua presiden Indonesia jatuh karena keterpurukan ekonomi baik rezim Sosialis Etatis Orde Lama maupun rezim kanan junta Orde Baru. Orla karena 3 kali sanering ( 1950 gunting Syafrudin dari Masyumi 1959 uang pecahan Rp. 1000 seri gajah dan Rp. 500 seri macan, ditembak mati nolnya jadi Rp. 100 dan Rp. 50 oleh Menkeu Djuanda dan Menmudkeu Notohamiprojo, Gubernur BI Lukman Hakim (PNI) mengundurkan diri karena tidak diajak memutuskan sanering 90% itu . Sanering ketiga 13 Des 1965 yang mengganti Rp. 1.000 uang lama dengan Rp. 1 uang baru memicu Supersemar 11 Maret 1966 membuka jalan bagi presiden kedua Soeharto.

Orba 32 tahun berkuasa dan 5 kali devaluasi 1970 – Rp. 250 ; 1971 Rp. 378ke 415 tahun 1978 dari 415-ke 625 , 1983 dari Rp 702,50 ke Rp 970,  serta 1986dari Rp.1.134 ke Rp. 1.644 terus terpuruk ke 17.000 Januari 1998 maka Soeharto lengser 21 Mei 1998. 

Bung Karno membawa RI masuk keluar PBB ang ke 60 pada 28 Sep 1950, keluar karena protes Malaysia jadi anggota tidak tetap DK PBB pada 20 Januari 1965 dan keluar dari BD/IMF 17 Agustus 1965  tapi Soeharto membawa RI kembali ke PBB 28 Sep 1966 dan IMF 21 Feb 1967 dan BD April 1967. Pada 1988 RI menjadi salah satu dari 20 pendiri MIGA (lembaga penjamin investasi global, Multilateral Investment Guarantee Agency).

Sementara itu pada tataran global terjadi pergeseran dan transformasi kekuatan ekonomi yang mengubah arsitektus zaman OLD 1944 saat pendirian BD/IMF maka timbul tuntutan perubahan komposisi pemegang saham BD/IMF yang telah mengalami review sampai 14 kali terakhir pada 2010. Tuntutan agar komposisi arsitektur  pemegang saham disesuaikan dengan realitas geopolitik dan geoekonomi 2020 zaman NOW semakin tidak bisa diabaikan.  Momentum itu mengkristal dengan putusan Sidang BD/IMF 21 April 2018 di Washington DC untuk menuntaskan Review ke XV mulai Sidang BD IMF 13 Oktober 2018 di Bali dengan Indonesia sebagai tuanrumah. 

Peluncuran idee PDBI tentang Obligasi Penyertaan Saham RI di Bank Dunia/IMF (RBI) untuk mensyukuri dan memenuhi setoran modal bila RI memperoleh kenaikan quota. Obligasi RBI ini  akan memperkuat solidaritas seluruh komponen masyarakat dan elite Nasional kita dalam bersama sama menjadi pemegang saham pengendali BD/IMF. 

Sejarah keluar masuk PBB/BD/IMF dan jatuh bangun 2 presiden karena keterpurukan ekonomi harus menjadi pelajaran bagi kita agar kita bersyukur dengan anugerah momentum einmalig. Selamat kepada Presiden ke-7 dan rakyat Indonesia dalam menuju posisi 10 besar pemegang saham pengendali BD/IMF. Jakarta Minggu 29 April 2018.

*) Adalah Ketua Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI)

Artikel Terkait