Nasional

Aksi Bela Sungkawa Tak Perlu Sebar Gambar dan Video

Oleh : very - Senin, 14/05/2018 10:37 WIB

Area Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - SETARA Institute mengutuk keras aksi terorisme dengan bom bunuh diri di beberapa gereja di Surabaya pada Minggu (13/5). Aksi biadab dan tidak berperikemanusiaan ini tidak pernah bisa dibenarkan dengan alasan apapun.

“Masyarakat dihimbau tidak terpecah belah oleh upaya-upaya provokasi dengan kekerasan yang menyasar tempat-tempat ibadah. Tunjukkan bahwa masyarakat tidak takut dan mampu bergandeng tangan mengatasi aksi intoleransi, radikalisme, dan terorisme,” ujar Hendardi, Koordinator SETARA Institute, Senin (14/5/2018).

"Aksi bela sungkawa tidak perlu ditunjukkan dengan menyebar gambar, video, dan material lain yang justru menyebarluaskan pesan ketakutan semakin meluas, sebagaimana yang dikehendaki oleh setiap aksi kekerasan,” tambahnya.

Hendardi mengatakan, SETARA Institute mendukung institusi Polri dan aparat keamanan serta intelijen untuk terus menerus melakukan penindakan terhadap aksi terorisme, termasuk mendeteksi setiap gejala-gejala permulaan yang mencurigakan.

Tidak perlu ragu mengambil tindakan hukum dan tindakan koersif lainnya, sepanjang secara faktual dan aktual dibutuhkan oleh aparat keamanan.

“Keberhasilan menindak aksi terorisme di Mako Brimob Kelapa Dua  Depok (9/5) dan juga prestasi sebelumnya, cukup menjadi bekal bagi Polri untuk mengendalikan situasi dan memastikan aksi-aksi terorisme bisa diatasi,” ujarnya.

Paralel dengan penindakan yang dilakukan Polri, kata Hendardi, intelijen negara yang tersebar di banyak institusi keamanan dan institusi pemerintah lainnya harus meningkatkan kewaspadaan maksimum sehingga tindakan preventif bisa dilakukan dengan bekal informasi intelijen yang lebih presisi.

“Pemerintah melalui kementerian terkait memastikan adanya remedy/pemulihan memadai bagi korban-korban aksi terorisme sehingga mereka yang menjadi korban atau keluarga korban dapat memperoleh keadilan dan layanan negara. Cara ini merupakan bagian dari tanggung jawab negara hadir melindungi korban kekerasan,” ujarnya.

Hendardi mengatakan, intensitas aksi terorisme belakangan ini adalah bagian dari upaya menganggu stabilitas keamanan nasional, di tengah kontestasi elit di tahun politik 2018 dan 2019. Karena itu, diingatkan bagi para elit politik untuk tidak bermain-main dengan isu intoleransi, radikalisme, dan terorisme dengan memberi ruang-ruang inkubasi yang kondusif bagi kelompok intoleran-radikal melakukan aksi kekerasan.

“Pada saat yang sama, elit politik yang berkuasa juga harus sungguh-sungguh mengatasi berbagai bibit perpecahan, gejala segregasi sosial-keagamaan, aksi intoleransi, dll. Sekecil apapun gejala itu, harus ditangkap sebagai titik permulaan dari aksi yang lebih serius di kemudian hari,” pungkasnya.

 

 

 

Artikel Terkait