Nasional

Pengamat: Sel Tidur Teroris Sudah Bangkit

Oleh : very - Selasa, 15/05/2018 09:36 WIB

Pengamat terorisme, Stanislaus Riyanta. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Seperti sudah diprediksi sebelumnya bahwa aksi tahanan kasus terorisme di Mako Brimob pada 8-10 Mei 2018 akan memicu bangkitnya sel tidur. Propaganda aksi keji dan biadab yang dilakukan oleh sebagian dari 156 tahanan kasus terorisme tersebut secara live di media sosial, menjadi alarm untuk mengundang sel tidur, yang terafiliasi dalam kelompok maupun yang berdiri sendiri sebagai lone-wolf.

Kelompok penganut paham radikal yang dipicu oleh rusuh di Mako Brimob ini sudah beraksi pada Kamis 10/5/2018. Tendi Sumarno (28 tahun) melakukan penusukan kepada Bripka Frence, anggota Brimob yang mengamankannnya ketika diketahui berada di sekitar Mako Brimob. Tendi menggunakan pisau yang diduga beracun untuk melukai Bripka Frence, yang akhirnya meninggal dunia. Tendi sendiri terpaksa ditembak mati pada saat kejadian karena sudah sangat membahayakan.

Pada waktu yang hampir bersamaan, empat orang yaitu AM (39 tahun), HG (41 tahun), RA (41 tahun) dan JG (30 tahun) ditangkap oleh polisi di Tambun. Keempat orang yang diketahui sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) tersebut dalam perjalanan ke Mako Brimob untuk membantu aksi para tahanan kasus terorisme.

Dari keempatnya ditemukan barang-barang berupa sangkur, belati, amunisi 9mm, paku, ketapel, busur besi, gotri, dan golok. Dalam perjalanan menuju Jakarta mereka melawan petugas dan terpaksa diberikan tindakan tegas. 

Selanjutnya diketahui satu dari keempat teroris tersebut meninggal dunia.

Berikutnya adalah penangkapan dua orang wanita secara terpisah. Dari hasil pemeriksaan diketahui keduanya akan melakukan penusukan terhadap anggota Brimob di Mako Brimob Depok.  Kedua wanita tersebut adalah DSM (28 tahun) pengajar di sebuah lembaga di Kendal, dan SNA (22 tahun) mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Bandung. Sementara ini diketahui bahwa keduanya merupakan lone-wolf yang tergerak untuk membantu tahanan kasus terorisme di Mako Brimob.

Kejadian berikutnya adalah bom dengan daya ledak mematikan di beberapa gereja di Surabaya, pada pagi hari (13.5/2018). Banyak korban yang masih belum tercatat jumlahnya. Kejadian terakhir adalah bom yang meledak di Mapolresta Surayaba, dan bom yang meledak di sebuah rusun di Sidoarjo. 

Pengamat terorisme, Stanislaus Riyanta mengatakan, fakta di atas menunjukkan bahwa aksi rusuh di Mako Brimob tersebut membagkitkan kembali sel-sel tidur dan memicu munculnya teroris lone-wolf. “Kebangkitan sel tidur dan munculnya teroris lone-wolf ini adalah ancaman bagi negara dan harus ditangani dengan serius. Ancaman terorisme tidak bisa disepelekan apalagi dianggap hanya sebagai sebuah rekayasa,” ujarnya di Jakarta, Senin (14/5/2018).

Menurut Stanislaus, keberadaan sel tidur di Indonesia yang jumlahnya tidak sedikit cukup mengkhawatirkan. Kapolri Tito Karnavian dalam Middle East Special Operations Commanders Conference (MESOC) menyebutkan bahwa terdapat 2.000 orang militan alumni Afghanistan dan Filipina di Indonesia. Pakar terorisme Bruce Hoffman mengatakan bahwa terdapat kira-kira 3.000 orang anggota Al-Qaeda di Indonesia. Hal ini belum termasuk pendukung, simpatisan dan pengikut ISIS.

“Ketidakseriusan dalam memandang aksi terorisme, apalagi menyepelekan dengan menganggap sebagai rekayasa justru akan membuat kelompok dan individu dengan paham radikal ini semakin kuat dan lebih leluasa untuk bergerak menjalankan aksinya. Kelompok radikal akan merasa mendapat angin segar saat aksi-aksinya justru terkesan terlindungi oleh kelompok tertentu yang dipropagandakan hanyalan sebagai sebuah rekayasa,” ujarnya.

Stanislaus mengatakan, masyarakat harus sadar dan memahami bahwa radikalisme dan terorisme saat ini semakin menguat dan memprihatinkan. Orang dengan paham radikal, seperti yang menjadi tahanan di Mako Brimob dengan sadis dan keji membunuh 5 orang Brimob dan melukai 4 lainnya termasuk seorang polwan, tentu sangat membahayakan jika para teroris tersebut berada di tengah masyarakat umum.

Kebangkitan sel tidur dan lone-wolf, menurut Stanislaus, penting untuk dicermati karena sulit mendeteksi keberadaan mereka. Aksi terorisme dampaknya akan sangat merugikan bagi masyarakat, termasuk adanya korban jiwa. Tidak boleh ada toleransi lagi bagi kelompok radikal di Indonesia. 

“Terorisme adalah musuh bersama dan harus dilawan. Gerakan nasional pecegahan dan penanggulangan terorisme harus dilakukan,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait