Sosial Budaya

Mengatasi Intoleransi dan Terorisme Melalui Kebudayaan

Oleh : very - Kamis, 17/05/2018 16:51 WIB

Tolak radikalisme dan terorisme. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Berbagai kejadian intoleransi, radikalisme, dan aksi terorisme yang terjadi beberapa waktu terakhir menjadi tantangan kebinekaan. Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, menekankan bagaimana memahami permasalahan utama yang dihadapi dan bagaimana kebudayaan dapat berperan. 

Menurutnya Dirjen Hilmar, permasalahan yang terjadi bukan hanya tentang kemananan saja, tapi ada problem sosial budaya. Masalah di hilir yang berupa gangguan keamanan yang menjadi ranah Kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sedangkan, peran Direktorat Jenderal Kebudayaan berada di hulu.  

“Ranah ditjen kebudayaan semakin relevan, di hulu, cara yang paling efektif adalah memperkuat ketahanan masyarakatnya, tidak tanggung-tanggung bahkan sampai level keluarga,” ujar Hilmar dalam Diskusi Budaya di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Senin (16/5/2018).

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Andrian Waworuntu, menyampaikan bahwa intoleransi dan radikalisme bukan berasal dari Indonesia. Dari sejarahnya, tidak ada budaya radikal di Indonesia, apalagi melibatkan perempuan dan anak-anak.

Sektor pranata keluarga dan pendidikan juga menjadi sorotan. Fenomena radikalisme dan intoleransi menunjukan Indonesia sedang mengalami bencana budaya. Untuk menanggulangi bencana budaya, pranata keluarga dan pendidikan menjadi instrumen utama.

Diungkapkan oleh Peneliti Ma’arif Institute, Abdullah, gerakan radikalisme bermula dari generasi muda, pelajar dan mahasiswa. 

“Perlu memperkuat daya pikir dan nalar anak muda, (karena itu) intervensi harus dilakukan dari pendidikan," ujar Abdullah. 

Selain itu, penanggulangan paham radikalisme juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan ruang-ruang publik untuk kegiatan kebudayaan seperti seni, budaya, dan hiburan. Pemanfaatan ruang publik ini seyogyanya langsung menyentuh pranata keluarga dan bahkan individu yang selama ini menjadi hulu dari permasalahan radikalisme.

Selama ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan telah memiliki berbagai program Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sri Hartini, menegaskan akan mengupayakan agar program Direktorat Jenderal dapat diimplementasikan pada ruang-ruang publik, pendidikan, bahkan keluarga untuk mendukung penanggulangan intoleransi dan radikalisme. (Very)

 

Artikel Terkait