Nasional

Netralitas ASN dan Perang di Medsos Selama Pilkada 2018

Oleh : indonews - Selasa, 05/06/2018 10:01 WIB

Aparatus Sipil Negara harus netral. (Foto: Ist)

Ole: Bayu K *)

Adanya indikasi pelanggaran menyangkut netralitas ASN yang masih terjadi di berbagai wilayah penyelenggara Pilkada 2018 menunjukkan inkonsistensi Kepala Daerah dalam mengawasi dan menindak oknum ASN yang notabene terlibat dalam sejumlah kegiatan Paslon peserta Pilkada bernuansa kampanye. Ketidaknetralan ASN akan berdampak terdistorsinya tugas dan fungsi ASN, serta penyalahgunaan wewenang, fasilitas negara, dan sarana prasarana publik yang dimanfaatkan untuk menunjang kemenangan Paslon dukungannya, pada gilirannya akan memicu gugatan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) akan memperburuk kualitas demokrasi.

Sementara itu, indikasi pelanggaran menyangkut netralitas ASN yang masih terjadi di berbagai wilayah penyelenggara Pilkada 2018 menunjukkan inkonsistensi Kepala Daerah dalam mengawasi dan menindak oknum ASN yang notabene terlibat dalam sejumlah kegiatan Paslon peserta Pilkada bernuansa kampanye.

Adanya pelanggaran dalam kampanye Pilkada serentak 2018, seperti keterlibatan ASN di Maluku dan dugaan money politics di Kalimantan Timur menunjukkan semakin banyaknya praktik kecurangan dalam masa kampanye dengan tujuan untuk memenangkan Paslon yang didukungnya lebih disebabkan rendahnya kesadaran berpolitik secara dewasa untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan pihak penyelenggara Pilkada serentak 2018.

Langkah Panwaslu terus memonitor kasus keterlibatan ASN dalam Pilkada serentak 2018 sangat tepat dilakukan, hal ini selain untuk memperlihatkan kinerja panwaslu dalam melakukan pengawasan Pilkada. Juga untuk meningkatkan wibawa penyelenggara pilkada yang bertindak netral dan profesional. Sikap tegas Panwaslu terkait ketidaknetralan ASN sangat diharapkan untuk memberikan efek jera.

Persoalan lainnya yang masih ditemukan, seperti pemasangan APK yang tidak sesuai ketentuan dari KPU mengindikasikan peserta Pilkada dan timnya belum dewasa dalam berpolitik dan rivalitas yang sangat tinggi antara Paslon guna memenangkan Pilkada.  Hal ini dapat memicu kecurigaan dan permusuhan antar pendukung Paslon yang dapat memicu ketegangan dan konflik. Di sisi lain Medsos khususnya akun Facebook juga dimanfaatkan dalam kampanye Pilkada, dengan mengunggah tulisan provokatif terhadap penyelenggara Pilkada maupun lawan politiknya, sehingga hal ini juga rawan menimbulkan konflik di masyarakat dan mempertajam “information warfare” di antara mereka.

Sementara adanya pelanggaran dalam pemasangan APK di Kalimantan Tengah disebabkan keterbatasan dana operasional pengawasan dengan cakupan wilayah yang luas, termasuk operasional Satpol PP dalam menertibkan APK tidak pernah dianggarkan oleh pemangku kepentingan. Hal tersebut mengindikasikan ketidaksiapan dan ketidakdewasaan para kandidat dan pendukung dalam kontestasi Pilkada serentak 2018.

Adanya akun provokatif di media sosial Facebook saat masa kampanye saat ini bertujuan selain untuk mendiskreditkan Paslon tertentu, sehingga masyarakat dapat terpengaruh. Selain itu, akun provokatif tersebut juga dikhawatirkan dapat memicu terjadinya bentrokan antar massa pendukung Paslon yang dapat mengganggu situasi kamtibmas di daerah tersebut.

Permasalahan maraknya penyebaran konten provokatif, negative campaign dan black campaign yang disebarkan melalui media sosial, tentunya mencirikan bahwa media sosial masih menjadi saluran utama dalam melakukan perubahan pemikiran dan sikap konstituen dalam penentuan hak pilihnya. Penyalahgunaan Medsos,  tentunya rawan menimbulkan kebencian, permusuhan sehingga memicu konflik antar pendukung Paslon. Bahkan jika isu yang menyangkut SARA akan mudah berkembang ke seluruh lapisan masyarakat pengguna Medsos.

Pemanfaatan Medsos untuk menyebarkan berita hoax disinyalir terus berlanjut karena kurangnya literasi Medsos dan keengganan pengguna Medsos melakukan check and recheck atas informasi yang diterimanya, sehingga mudah dipolitisasi untuk menimbulkan perspektif keraguan akan kemampuan Pemerintah memerangi hoax dan ujaran kebencian.

Sementara beredarnya tagar  #GOBERANTASORANGJAWA di Kab. OKU Timur, Sumsel, telah dimanfaatkan menjadi isu yang diusung salah satu pendukung Paslon agar dapat meningkatkan dukungan dari masyarakat. Hal tersebut perlu segera disikapi baik oleh KPU maupun Bawaslu agar secara eksplisit menegaskan aturan yang membatasi isu  yang diusung Paslon agar kegiatan kampanye tidak menyentuh atau mengkapitalisasi politik identitas.

Penyebaran konten-konten provokatif terkait Pilkada Serentak 2018 melalui Medsos masih terus terjadi di berbagai daerah. Bahkan Medsos masih dijadikan media penyebaran provokasi dan propaganda.  Konten-konten negatif, dan provokatif ataupun yang bernuansa SARA kerap kali ditujukan untuk menjatuhkan Paslon lainnya. Penyalahgunaan Medsos rawan menimbulkan kebencian, permusuhan sehingga memicu konflik antar pendukung Paslon. Bahkan jika isu yang menyangkut SARA akan mudah berkembang ke seluruh lapisan masyarakat pengguna Medsos.

Beredarnya konten bernada provokatif di Medsos dikarenakan penyebaran konten bernada provokatif memanfaatkan literasi Medsos yang jarang dilakukan, disamping pertimbangan Medsos merupakan “trend setter of life” maka Medsos efektif untuk menurunkan atau meningkatkan elektabliititas Paslon, sehingga mempengaruhi perolehan dukungan dan simpati masyarakat. Penyebaran konten bernada provokatif di Medsos yang merupakan salah satu bentuk kampanye hitam dan merupakan salah satu racun demokrasitersebut dapat memicu reaksi di pendukung kalangan grass roots.

*) Pemimpin redaksi www.mediakajianstrategisindone siaglobal.com.

 

Artikel Terkait