Politik

Jokowi-TGB, Berorientasi Kerakyatan, Nasionalis dan Religius

Oleh : very - Kamis, 12/07/2018 08:48 WIB

Sekretaris Jenderal Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI), yang juga Wasekjend KIPP Indonesia, Girindra Sandino. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Barus saja Pilkada  selesai digelar sudah ada yang menjadi perbincangan politik di kalangan masyarakat. Adalah TGB (Tuan Guru Bajang)  Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA. Beliau bukan orang sembarangan, TGB Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA  merupakan Gubernur Nusa Tenggara Barat 2 periode, masa jabatan 2008-2013 dan 2013-2018. Pada tahun 2008 TGB yang diusung PKS meraih kemenangan dengan menyabet 36,72 persen suara, sementara pada Piilkada Tahun 2013 TGB yang diusung oleh PKS dan PBB menumbangkan kembali lawan-lawannya dengan meraih 1.038.642 pemilih atau 44,36 persen suara.

Walau di Pilkada diusung oleh parpol yang berbeda TGB Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA merupakan kader loyal Partai Demokrat di NTB. Sebagaimana diketahui NTB merupakan lumbung suara untuk pemilu. Menurut KPU NTB DPT Pilkada NTB 2018 lalu jumlah DPT di Pemilihan Guberunur dan Wakil Gubernur NTB berjumlah 3.511.890 jiwa. Dan pada Pilkada kali ini dimenangi oleh pasangan yang diusung PKS dan Demokrat. Menurut hasil rekapitulasi tercatat paslon nomor urut tiga Zulkieflimansyah dan Siti Rohmi Djalillah, dinyatakan unggul atau memiliki suara terbesar dibandingkan tiga paslon lainnya, dengan perolehan 811.945 suara. Oleh sebab itu NTB tidak bisa diremehkan sebagai pertarungan perebutan suara. Namun PKS dan Demokrat masih memegang pengaruh yang sangat besar di daerah tersebut.

Munculnya nama TGB sebagai salah satu bakal calon cawapres Jokowi memang menarik dicermati. Indonesian Demokratic Center for Strategic Studies (INDENIS) menilai yang dilakukan TGB Muhammad Zainul Majdi merupakan langkah yang benar-benar cerdas dan unik serta spektakuler dalam politik.

“Beliau orang muda yang mewakili kaum agamis yang berani keluar dari pemikiran biasa atau ‘Out of the box’, walau namanya dicoret dari PA 212, bagi beliau hal tersebut tidak berarti, begitu juga masyarakat sudah tidak menganggap lagi 212an bukan suatu yang penting,” ujar Direktur INDENIS, Girindra Sandino, SH.,S.IP, di Jakarta, Kamis (12/7/2018).

Kedua, INDENIS meyakini bahwa keputusan TGB untuk melakukan pendekatan politik terhadap Jokowi pasti diketahui, bahkan direstui oleh Ketua Umum Partai Demokrat, yakni Jenderal TNI (Purn.Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Beliau, SBY memainkan maneuver ‘politik kepemimpinan situasional’ kepada TGB untuk mendekati Jokowi. Dalam ilmu politik teori politik kepemimpinan situasional, singkatnya adalah  kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat. Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan.   Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik.

“Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Hal ini memang layak dan tepat diperankan oleh TGB yang dapat merangkul semua kalangan, baik dari nasionalis maupun agamis,” ujarnya.

Ketiga, manuver Demokrat akan menjadi sejarah yang dikenang oleh bangsa Indonesia. Oleh karena jika saja TGB Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA, mendapat restu dari SBY untuk menjadi pendamping Presiden Joko Widodo, maka isu-isu SARA dan isu-isu sensitif terkait sentimen agama akan terminimalisir, bahkan perlahan tidak tertutup kemungkinan perlahan akan hilang, oleh karena pasangan Jokowi adalah TGB. Di samping mantan Gubernur due periode yang berprestasi juga Ulama yang memiliki ribuan jamaah, bahkan Ustadz-Ustadz yang memiliki jutaan jemaah pasti mendukungkungnya. Sebut saja Ustandz Abdul Somad, Bachtiar Nasir, Ustadz AA Gym, walau belum terang-terangan mendukungnya, karena harus menunggu komando Habib Rizieq Shihab, tetap saja saya yakin demi kemaslahatan umat, kebaikan dan kemajuan umat Islam beliau alim ulama pasti mendukungnya. Ustadz  Yusuf Mansur, saya yakin beliau pasti mendukungnya. 

“Koalisi ini diharapkan mampu menumbuhkan kultur baru dalam masyarakat dengan mengubah mind set yang ada selama ini, dalam pendekatan organisional dan mengembangkan bidaya organisasi. Koalisi ini memiliki kesempatan untuk melakukan gerakan bukan saja gerakan politik, akan tetapi gerakan budaya. Dengan gerakan tersebut, yang terpenting adalah jika duet antara Jokowi dan TGB terjadi, maka akan terjadi persatuan, dan tidak ada lagi kalimat ‘Cebong’ dan ‘kampret’ lagi dalam pertarungan elektoral,” ujar Girindra. 

Keempat, faktor politik pendukung pasangan tersebut di atas adalah ‘sentimen pasar politik’ luar Jawa yang diharapkan dapat tergerak untuk lebih memilih kombinasi pasangan bercitra Jawa dan luar Jawa. Dan secara konsepsional, pasangan Presiden Joko Widodo dan TGB Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA dinilai lebih berorientasi kerakyatan, nasionalis dan religius sehingga diharapkan dapat meraih dukungan pemilih nasionalis dan agamis. Dan tidak tertutup kemungkinan partai-partai Islam lain ikut bergabung. 

Sekjend Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) ini mengatakan, instabilitas kompetisi antar parpol (interparty competition) yang dipengaruhi oleh perubahan sikap pemilih (electoral volatility) adalah faktor strategis lain yang memperkuat argumen tentang urgensi koalisi parpol yang harus ditangkap kubu Jokowi.

“‘Swing-voters’ juga tidak menjadi kecil. Malah sebaliknya ditengah ketidakjelasan ideologi yang dianut hampir semua parpol membuat pemilih dalam posisi ‘indifference’ untuk memilih satu partai dengan yang lain, kemudian seringkali kondisi ini yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan pilihan adalah figur pemimpin partainya. Maka dengan kondisi ini, dapat diprediksi Pasangan Jokowi dan TGB akan menang satu putaran,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait