Jakarta, INDONEWS.ID - Presiden Jokowi dan pasangan cawapres ke-13 akan menghadapi transformasi geopolitik dan geoekonomi pasca era multilateral WTO menuju multiple bilateral “perang dagang” dengan senjata proteksi tarif bea masuk maupun hambatan non tarif seperti fasilitas GSP.
Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari turbulensi global dan politik luar negeri RI juga harus mencermati akrobatik politik AS dalam berinteraksi dengan Tiongkok, Rusia dan rekan serta sekutu seperti Uni Eropa, Jepang, Korea, India dan atau ASEAN dimana Indonesia menjadi jangkarnya.
Dalam kaitan ini negosiasi Freeport merupakan salah satu tonggak krusial eksistensi dan ukuran keberhasilan kinerja Indonesia dalam menghadapi persaingan dan atau “perang dagang” secara cerdas dan canggih.
Oposisi menabuh genderang “perang xenophobia” yang ditanggapi dengan gelombang “over nasionalisme sumber daya alam” tapi pada akhirnya harus ada win win solution agar tidak terulang proses sengke ke arbitrase internasional yang konfrontatif dan berpotensi RI dihukum karena pelanggaran kontrak.
Agar RI tidak terjebak membeli dengan harga “mahal” karena kita tidak memiliki kecanggihan “corporate raiders” seperti pemegang saham pengendali Freeport Carl Icahn.
Semua itu telah pernah di diskusikan pada 26 Januari 2016 oleh PDBI mengatasi gaduh “papa minta saham” Freeport.
Sehubungan dengan heboh divestasi Freeport masa kini, PDBI akan menyajikan acara Seminar ANATOMI DIVESTASI FREEPORT pada hari rabu 8 Agustus 2018 di Sumba Room Hotel Borobudur yang akan menampilkan pembicara seperti ,1. CEO Inalum DR Budi Gunadi Sadikin 2. CEO PT Freeport Indonesia Mr Tony Wenas 3. Ketua Pendiri PDBI Christianto Wibisono
Keynote speech oleh Menteri ESDM (atau yg mewakili).
1. Indonesia pernah harus mewarisi utang Hindia Belanda US$ 1,1 milyar pada KMB 1949
2. RI menasionalisasi via pembelian saham Javasche Bank menjadi Bank Indonesia 1953
3. RI menasionalisasi perusahaan Belanda 1957 dan memindahkan lelang tembakau dari Rotterdam ke Bremen yang disetujui oleh Pengadilan Hamburg (DR. Sudargo Gautama sebagai pengacara mewakili RI dalam sengketa perdata internasional itu
4. Awal Orde Baru 1967 RI harus mengembalikan perusahaan Belanda yang disita 1957
5. Pertamina membeli Shell melalui negosiasi dengan cicilan bertahap pada1970
6. Malaysia membeli Guthrie langsung dari bursa London PM Thatcher merasa kecolongan
7. Indonesia kalah dan didenda Arbitrase pada kasus pembatalan kontrak Karaha Bodas
8. RI seharusnya setara corporate raider Carl Icahn dalam akuisisi saham induk Freeport.
(Penulis Christianto WibisonoKetua Pendiri PDBI)