Internasional

Dubes RI Terima Gelar Visiting Professor dari Universitas di Rusia

Oleh : hendro - Minggu, 09/09/2018 09:11 WIB

Dubes Wahid Supriyadi menerima diploma Visiting Professor of International Relations dari Tomsk State University, Rusia

Moskow, INDONEWS.ID - Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus, M. Wahid Supriyadi dianugerahi gelar Visiting Professor of International Relations dari National Research Tomsk State University (TSU).

Penganugerahan diselenggarakan pada 6 September 2018 lalu, bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-140 universitas tersebut.

Penghargaan diberikan TSU atas kontribusi Dubes Wahid di bidang hubungan internasional, khususnya dalam pengembangan kerja sama antara Indonesia dengan Rusia.

Dubes Wahid adalah Dubes asing pertama yang diberikan award tersebut oleh TSU. Acara penganugerahan dihadiri Presiden TSU, Georgiy Mayer beserta jajaran staf dan staf pengajar, serta mahasiswa TSU. Hadir juga Rektor Universitas Pattimura, Ambon dan tamu undangan lainnya.

Dalam sambutannya, Georgiy Mayer mengatakan Dubes Wahid berupaya bukan menggunakan bentuk-bentuk pekerjaan standar yang biasa dilakukan, tetapi hal-hal baru yang dapat memberikan hasil signifikan dan nyata dalam pengembangan hubungan Indonesia dengan Rusia.

"Tomsk State University senang dan bangga melihat Duta Besar Wahid Supriyadi sebagai guest lecturer," kata Mayer.

Setelah penganugerahan, Dubes Wahid langsung didaulat untuk memberikan kuliah umum. Tema yang disampaikan adalah “Indonesia-Russia: From Image Building to Practical Cooperation”

Dalam paparannya, Dubes Wahid mengatakan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dan Rusia adalah image building.

Menurut Dubes Wahid, sebagian besar masyarakat dunia, termasuk Indonesia, masih menganggap Rusia sebagai kelanjutan dari Uni Soviet yang komunis dan masyarakatnya tertutup. Penyelenggaraan Piala Dunia 2018 di Rusia telah mengubah persepsi banyak orang di dunia terhadap Rusia, termasuk orang Indonesia.

Sebaliknya, sebagai negera berpenduduk Muslim terbesar dunia, negera dengan penduduk terbesarkeempat dunia, serta perekononian ke-15 dunia, Indonesia kurang dikenal.Tidak sedikit masyarakat dunia, termasuk Rusia, bahkan lebih mengenal Bali dari pada Indonesia. 

Dubes Wahid menggris bawahi berbagai langkah yang dilakukan untuk lebih mendekatkan hubungan antara Indonesia dengan Rusia. Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan Festival Indonesia di Moskow yang sudah berlangsung tiga kali. 

"Saya yakin Festival Indonesia dapat mempersempit jarak kesalah pahaman dan mispersepsi antara kedua bangsa yang besar ini. Hubungan antar masyarakat merupakan kunci utama, sebagaimana peribahasa Indonesia, yaitu Tak kenal maka tak sayang", kata Dubes Wahid dalam presentasinya.

Ditambah Dubes Wahid bahwa selama dua kali penyelenggaraan festival sebelumnya, tahun 2017 perdagangan Indonesia dan Rusia mengalami peningkatan 25% menjadi sebesar USD 3,27 milyar, wisatawan Rusia ke Indonesia meningkat 37% menjadi 110.500 orang dan sebaliknya jumlah wisatawan Indonesia yang pergi ke Rusia sekitar 20 ribu orang.

Dalam sesi diskusi dan tanya jawab, Wakil Rektor Bagian Hubungan Internasional TSU, Artyom Rykun menanyakan bagaimana Indonesia dengan keanekaragaman yang luar biasa dan wilayah yang kepulauan dengan sekitar 17 ribu pulau dapat bertahan hingga sekarang.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Dubes Wahid mengatakan bahwa pada 28 Oktober 1928, jauh sebelum Indonesia mendeklarasikan kemerdekaanya, kelompok pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Batavia mengucapkan “Sumpah Pemuda” untuk berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. “Persoalan bahasa persatuan bahkan sudah diselesaikan oleh bangsa Indonesia jauh sebelumIndonesia merdeka, walaupun sekitar 40% orang Indonesia berbahasa Jawa,” jawab Dubes Wahid.

Selain kuliah umum, empat tarian daerah Indonesia yang dipersembahkan oleh Elisabeth Nur Nilasari dan Arianti Dian Nurrosi dari Tim Kesenian KBRI Moskow turut menyemarakan pertunjukan malam budaya. Keempat tarian tersebut adalah tari Gambyong Pareanom, tari Merak, tari Remo Pujanggan dan tari Magrapati.

TSU adalah salah satu Universitas tertua Rusia yang didirikan tahun 1878 dan merupakan Universitas Imperial Siberia Pertama.

Saat ini TSU merupakan salah satu Universitas terkemuka di Rusia dan masuk dalam peringkat ke-277 dunia menurut QS World University Rankings 2018. Di TSU belajar mahasiswa asing, termasuk mahasiswa Indonesia.(hdr)

Artikel Terkait