Nasional

Membedah Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019

Oleh : Ronald - Minggu, 14/10/2018 07:02 WIB

Para nara sumber di acara Membedah Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019. (Foto Ronald)

Jakarta, INDONEWS.ID - Komunisme dan khilafah adalah dua ideologi politik terlarang di Indonesia. Ideologi pertama dilarang melalui TAP MPRS XXV/1966 tentang Larangan PKI dan Paham Komunisme di Indonesia. Yang kedua dilarang Perppu 2/2017 tentang Ormas yang telah disahkan DPR menjadi UU. Kedua ideologi tersebut dinilai bertentangan dengan Pancasila.

Kendati telah dilarang UU, ideologi tentu tak lantas mati. Artinya, meski secara organisasional kedua ideologi tersebut sudah tak memiliki tempat bernaungnya lagi, namun tidak menutup kemungkinan jika ideologi itu akan tetap hidup melalui kader-kader, simpatisan dan para pengikutnya.

Malah kemungkinan lebih militan dalam memperjuangkan ideologi mereka karena menghadapi tantangan. Di satu sisi, mereka juga lebih sukar untuk dideteksi karena sudah tidak memiliki organisasi lagi.

Dalam sebuah diskusi yang mengusung tema `Membedah Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019` di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/10), Mantan Kepala Staff Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zein membenarkan jika dua dari ideologi ini sudah menjadi fakta yang ada di negara ini.

Dirinya menyebutkan jika masalah komunisme itu merupakan cara berpikir dalam mensejahterakan masyarakat. Dirinya pun membantah jika paham komunisme itu sebagai paham ilusi.

"Ini nyata bukan ilusi. Sampai bangkit lagi mereka pada tahun 1998 sampai tahun 1999 supaya Gus Dur (Mantan Preside RI Abdurrahman Wahid) minta maaf. Gus Dur minta maaf tapi secara pribadi bukan presiden," katanya

Kivlan menambahkan, upaya yang dilakukan oleh PKI kepada Gus Dur itu agar mereka (PKI) tidak salah. Ia pun kembali menegaskan jika apa yang dilakukan oleh PKI tersebut merupakan fakta.

"Namanya UU rekonsiliasi supaya mereka tidak salah, ini fakta bukan ilusi. Mereka kendalikan mereka punya pembinaan dibawah privesor dari Amerika. Dan kemudian itu yang mendidik dan masuk ke pemerintahan," tegasnya.

Selain itu, Kivlan juga menuding jika saat ini paham-paham komunis itu sudah ada yang masuk ke dalam pemerintahan. Ia juga menyebut jika hal itu bukan ilusi namun hal itu adalah fakta yang terjadi saat ini.

"Saat ini ada yang masuk ke pemerintahan ini nyata. Kemudian bagaimana  dengan anak-anak PKI? Waktu Jokowi terpilih menjadi presiden mereka datang dan mereka bilang akan dukung dengan syarat negara harus minta maaf. Waktu itu Jokowi diam saja, Jokowi tolak," terangnya.

Ia juga mengatakan jika lampiran permintaan maaf tersebut ada pada dirinya. Namun, dirinya juga mengatakan jika isi lampiran tersebut tidak dibacakan ke publik.

Disisi lain, pengamat politik Boni Hargens dengan menegaskan bahwa PKI adalah ilusi yang dibangun untuk dijadikan wacana politik mendekati Pilpres 2019. Maka, Boni mengajak semua pihak untuk berhati-hati agar mudah membedakan pandangan ilusi dengan faktual.

"Kebangkitan PKI ini adalah suatu wacana politik yang dibangun karena eskalasi politik yang semakin mendekati pilpres. Negara ini adalah negara demokrasi, rule of the law. Jadi kita bicara aturan main,” tutupnya. (Ronald)

 

Artikel Terkait