Politik

Mikael Mali Persoalkan Distribusi APBD DKI Jakarta

Oleh : very - Jum'at, 19/10/2018 13:11 WIB

Mikael Mali dalam diskusi bertajuk “Peran Politisi Kristiani dalam Penguatan Politik Kebangsaan”, yang digelar di Jakarta, Kamis 18 Oktober 2018. (Foto; Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Calon anggota DPRD DKI Jakarta untuk daerah pemilihan Jakarta Utara (Cilincing, Koja, Kepulauan Seribu dan Kelapa Gading), Mikael Mali mengatakan distribusi anggaran masih menjadi kendala utama dalam pengelolaan keuangan daerah selama ini.

Betapa tidak, selain tidak melibatkan rakyat, juga alokasi anggarannya belum mencerminkan keadilan sosial bagi warganya.

“Anggaran yang dimiliki DKI ini paling besar. Namun, yang jadi soal adanya kemana arah distribusi dana tersebut. Di sini peran kita (calon anggota Legislatif) sangat penting dalam memastikan arah alokasi anggaran secara benar,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Peran Politisi Kristiani dalam Penguatan Politik Kebangsaan”, yang digelar di Jakarta, Kamis 18 Oktober 2018.

Mikael mencontohkan, data pada 2017 menyebutkan bahwa anggaran untuk pendidikan sekolah katolik sangat kecil. “Nah peran anggota DPRD itulah yang mengawal dan menentukan ke mana arah alokasi kue ekonomi itu menjadi sangat penting,” ujarnya.

Putera asali NTT ini mengatakan, alokasi anggaran sejatinya menjadi sumber dari masalah kemiskinan selama ini, termasuk masalah sosial yang muncul akhir-ahir ini yaitu adanya politik identitas yang menguat.

“Bicara tentang politik kebangsaan, ekonomi harus menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Kalau tidak dibenahi dari hulu sampai ke hilir, maka kita akan terus begini akhirnya yang dibicarakan adalah politik identitas, politik kedaerahan, karena tidak meratanya keadailan sosial," tegasnya.

Menurutnya, sudah ada prosedur baku dalam penyusunan APBD, yakni  melalui rembuk rukun warga (RW), usulan langsung masyarakat, hasil reses DPRD dan musrembang. Sayangnya, dalam pelaksanaannya tidak selalu melibatkan rakyat.

"Aturan dan prosedur sebenarnya sudah sama dan standar. Namun dalam  teknis pelaksanaan sangat bervariasi. Banyak warga tidak dilibatkan entah karena tidak diajak, ataupun karena tidak mengetahui perannya untuk memberikan usulan terhadap penyusunan anggaran pembangunan," katanya.

Dikatakannya, banyak warga yang tidak tahu adanya musrembang karena tidak dilibatkan. Akibatnya, dalam pelaksanaan pembangunan pun masih banyak warga yang merasa tersisih karena kebutuhannya tidak diakomodasi. 

Kader senior di SOKSI ini mengatakan, selain dibutuhkan partisipasi rakyat, politik anggaran juga membutuhkan legislator yang berpihak pada kebutuhan rakyat. Keberpihakan ini hanya mungkin terlasana oleh seorang legislator sungguh mengenal rakyatnya.

“Dalam praktik, politik penganggaran pada akhirnya menjadi kerja politisi. Kompromi di kalangan politisi banyak yang tidak diketahui rakyat. Karena itu politisi yang anggota legislatif harus sungguh mengenal keterwakilannya. Rakyat yang selama ini tidak dilibatkan pun harus punya wakil yang siap mengawal jalannya praktik penganggaran ini," ujarnya.

Kader partai Golkar ini mengatakan bahwa sumber APBD DKI Jakarta sebagian besar berasal dari pajak daerah, hotel, restoran, dan pajak BUMN. Sebagian kecilnya yaitu 18 persen berasal dari pusat.

Menurutnya perlu dilakukan pembenahan anggaran dari hulu sampai ke hilir termasuk membenahi keterwakilan politik dalam pemilu. “Pemilu harus menghasilkan wakil rakyat yang berkualitas, memahami kebutuhan rakyat dan  melibatkan rakyat," pungkanya. (Very)

Artikel Terkait