Politik

Presiden Bisa Keluarkan Amnesti untuk Baiq Nuril

Oleh : very - Sabtu, 17/11/2018 13:52 WIB

Baiq Nuril Maqnun, seorang pegawai honorer di SMAN 7 Mataram yang telah dihukum oleh Mahkamah Agung. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Meski Mahkamah Agung telah menjatuhkan pidana bagi ibu Baiq Nuril, korban kekerasan seksual yang dikriminalisasi, ada dua jalan untuk menyelamatkan ibu Baiq Nuril. Jalan itu yakni dengan Peninjauan Kembali (PK) dan Amnesti dari Presiden.

“Untuk menyelamatkan ibu Nuril, maka terdapat dua jalan, yaitu tetap menempuh jalur hukum yaitu mengajukan PK (Peninjauan Kembali) dengan mencari novum (bukti baru), atau meminta Presiden menggunakan hak-nya berdasarkan konstitusi yaitu memberikan Amnesti,” ujar peneliti ICJR, Genoveva, di Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Presiden Joko Widodo berdasarkan Pasal 14 UUD 1945 dapat memberikan amnesti pada seseorang atas pertimbangan yang diberikan oleh DPR. Lebih lanjut, UU Darurat No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi menyampaikan bahwa Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Untuk itu, Presiden Joko Widodo memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti terhadap Ibu Nuril.

Genoveva mengatakan, ICJR memahami, bahwa selama ini baik secara nasional maupun internasional, amnesti diberikan utamanya kepada seseorang yang terbukti melakukan "kejahatan politik". Berdasarkan penelusuran ICJR, di Indonesia, Amnesti pernah diberikan untuk kasus-kasus yang seluruhnya adalah kasus politik.

Namun, secara regulasi karena tidak ditemukan ketentuan turunan lain mengenai amnesti selain UU Darurat 11/1954, dan juga tidak ada pembatasan pemberian amnesti hanya pada kasus-kasus kejahatan politik. “Maka atas nama kemanusiaan dan kepentingan Negara untuk melindungi korban kekerasan seksual, Presiden Jokowi dapat dan harus betul-betul mempertimbangkan memberikan Amnesti pada Baiq Nuril,” ujarnya.

Pemberian amnesti terhadap Ibu Nuril akan menunjukkan upaya untuk memperkokoh perlindungan terhadap hak korban ataupun korban kekerasan seksual dalam kasus ini. Terlebih, Presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk memberikan perlindungan hukum dan mengawasi penegakan hukum khususnya terkait perempuan, maka pemberian amnesti pada Ibu Nuril akan sejalan dengan komitmen Presiden. Catatan besarnya, Nuril merupakan korban pelecehan seksual, yang seharusnya wajib diberikan perlindungan oleh negara.

Tidak hanya Presiden, ICJR juga mendorong DPR untuk memberikan perhatian terhadap kasus ini. Sebab, Presiden tentu tetap membutuhkan pertimbangan dari DPR. “DPR perlu menyamakan kacamata bahwa kasus ini, sesungguhnya adalah kasus kriminalisasi terhadap korban pelecehan seksual yang berusaha melindungi dirinya,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Baiq Nuril Maqnun, seorang pegawai honorer di SMAN 7 Mataram oleh Mahkamah Agung dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 (1) UU ITE. Padahal, PN Mataram sebelumnya dalam Putusan No 265/Pid.Sus/2017/PN. Mtr menyatakan Baiq Nuril tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.

Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram menyatakan bahwa unsur "tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik" tidak terbukti sebab bukan Ibu Nuril yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain.

Perlu diketahui pula, bahwa Ibu Nuril melakukan perekaman terhadap percakapan telepon antara dirinya dengan M untuk dijadikan bukti bahwa dirinya merupakan korban pelecehan seksual, yang mana telah disampaikan dalam persidangan di tingkat pertama. (Very)

 

Artikel Terkait