Bisnis

Harga Sawit Turun, PTPN6 Masih Tetap Bukukan Laba

Oleh : very - Sabtu, 24/11/2018 13:37 WIB

Komisaris Utama PTPN VI, Syarkawi Rauf. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Perkembangan harga sawit dunia yang terus mengalami tren penurunan sejak Januari 2018 hingga sekarang berpengaruh signifikan terhadap kondisi arus kas PT Perkebunan Nusantara 6 (PTPN6). Namun demikian, hingga saat ini, PTPN6 masih tetap membukukan laba sekitar 80 persen dari posisi laba tahun sebelumnya.

Hal itu dikemukakan Komisaris Utama PTPN VI, Syarkawi Rauf menjawabi pertanyaan Indonews.id terkait dengan tren penurunan harga minyak sawit dunia saat ini.

Menurut Syarkawi, tren penurunan harga minyak sawit di pasar dunia berpengaruh signifikan terhadap harga penjualan Crued Palm Oil (CPO) PTPN6. Hingga Oktober 2018 sudah sekitar Rp. 6.740 per kg dan pada bulan November sudah sekitar 5.000 - 5.200 per kg. Padahal biaya pokok perusahaan lebih besar dari Rp. 5.000 per kg CPO.

Tren penurunan harga CPO yang dipengaruhi oleh penurunan  harga di pasar dunia, kata Syarkawi, merupakan akibat dari beberapa hal berikut ini.

Pertama, penolakan parlemen Uni Eropa sejak tahun lalu terhadap penggunaan minyak sawit sebagai biofuel dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca. Penolakan ini dilatarbelakangi oleh pandangan Uni Eropa yang menganggap bahwa perluasan kebun sawit justru mengorbankan lahan basa dan lahan gambut yang pada akhirnya menaikkan emisi gas. Sehingga penggunaan CPO sebagai biofuel tidak akan berdampak signifikan terhadap penurunan emisi gas.

“Meskipun keputusan ini direlaksasi pemberlakuannya hingga tahun 2030 oleh parlemen Uni Eropa beberapa waktu lalu namun langkah ini tidak efektif menaikkan harga CPO di bursa komoditi global,” ujarnya.

Kedua, tren penurunan harga CPO dipengaruhi oleh keputusan pemerintah India menaikkan bea masuk impor CPO menjadi sekitar 45 persen dan produk turunannya menjadi sekitar 58 persen. Kenaikan ini mengurangi ekspor CPO dan produk turunannya dari Indonesia dan Malaysia ke pasar India. “Akibatnya pasokan CPO di dalam negeri meningkat signifikan yang membuat harganya menjadi jatuh ke level Rp. 5.000 per kg,” ujarnya.

Ketiga, adanya perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China yang berdampak terhadap penurunan harga CPO global. Hal ini menyebabkan AS memberlakukan bea masuk super tinggi terhadap barang-barang impor China. Kebijakan ini kemudian dibalas oleh pemerintah China dengan memberlakukan bea masuk ekstra tinggi terhadap produk pertanian AS, khususnya Minyak Kedelai. Hal ini Membuat harga minyak kedelai jatuh di pasar dunia. Tren selama ini menunjukkan bahwa jika harga minyak kedelai turun maka harga minyak sawit juga mengalami penurunan.

Faktor lain yang cukup signifikan mempengaruhi penurunan harga minyak sawit, menurutnya, yaitu karena kelebihan produksi oleh dua produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia dan Malaysia. Dimana Indonesia masih menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia mengalahkan Malaysia.

“Menyiasati situasi seperti saat ini, PTPN6 melakukan langkah-langkah internal khususnya efisiensi dari sisi biaya untuk mempertahankan profit dan juga berusaha mencari alternatif pasar untuk menjual CPO baik ke pasar domestik maupun ke pasar luar negeri atau ekspor, khususnya ke India yang saat ini sedang dalam proses negosiasi,” ujar Syarkawi.

Perseroan juga melakukan pengetatan ikat pinggang termasuk menunda beberapa kegiatan investasi yang tidak terlalu berpengaruh terhadap operasi perusahaan. “Namun investasi yang memiliki dampak signifikan terhadap produksi TBS, pemrosesan CPO dan pemasaran tetap dilanjutkan dengan mengkombinasikan antara sumber pendanaan internal dan eksternal, khususnya pembiayaan bank,” ujarnya.

Meskipun demikian, PTPN6 masih berkeyakinan dapat membukukan laba hingga Desember 2018 sekitar 80 persen dari target sesuai rencana kerja tahun lalu. Adapun penurunan keuntungan terkait dengan perbedaan asumsi harga yang ditetapkan dalam rencana bisnis tahun lalu dan harga riil saat ini yang selisihnya sudah sekitar Rp. 2.400 per kg CPO.

Sementara secara eksternal, Perseroan juga terus mendorong agar realisasi biofuel hingga 20 persen atau B20 dapat berjalan secara konsisten dan tahun depan dapat kita tingkatkan lagi hingga 30 persen atau B30.

Hal ini, kata Syarkawi, diharapkan dapat menyerap kelebihan stok CPO yang ada di pasar dalam negeri dan ujung-ujungnya dapat meningkatkan permintaan CPO dan harga jual CPO di pasar domestik.

Perseroan hingga saat ini belum memiliki rencana untuk merumahkan karyawan meskipun revenue perusahaan mengalami penurunan. Saat ini PTPN6 diuntungkan oleh banyaknya karyawan yang akan memasuki masa pensiun sehingga terjadi pengurangan karyawan secara alamiah.

“Justru, dari sisi SDM, PTPN6 memandang kejadian sekarang sebagai momentum atau peluang untuk melakukan restrukturisasi organisasi di kebun-kebun PTPN6 tanpa harus merumahkan karyawan. Situasi sekarang juga momentum untuk memperbaiki komposisi SDM perusahaan khususnya yang ada di core Business, kebun sawit. Dimana SDM di core Business harus semakin proporsional dengan dengan SDM di bagian Supporting,” ujarnya. (Very)

Artikel Terkait