Nasional

Prediksi Situasi Politik dan Keamanan Tahun 2019

Oleh : very - Selasa, 18/12/2018 17:45 WIB

Stanislaus Riyanta, analis intelijen, alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, saat ini sedang menempuh studi Doktoral di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. (Foto: Ist)

 

Oleh Stanislaus Riyanta 

SITUASI politik yang berkorelasi kuat dengan kondisi keamanan adalah salah satu parameter yang menjadi perhatian serius masyarakat dan para pemangku kepentingan di Indonesia. Analisis atas situasi politik dan keamanan menjadi sangat penting sehingga dapat diketahui prediksi situasi yang akan terjadi dan strategi antisipasi jika diperkirakan situasi yang terjadi tidak sesuai harapan.

Tahun 2019 Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum yang tahapannya sudah dimulai pada akhir tahun 2018. Situasi politik yang terjadi sudah cukup panas, yang secara umum membelah masyarakat menjadi dua kubu sesuai dengan aliran politik koalisi pengusung capres-cawapres. Polarisasi masyarakat berdasarkan platform politik tidak bisa dihindari, mengingat nuansa politik  yang kuat menjadi konten utama media massa dan media sosial.

Situasi politik diperkirakan akan semakin memanas dan kedua kubu pada Pilpres menurunkan seluruh kekuatannya pada awal tahun 2019 hingga pelaksanaan pemilu selesai. Model penggalangan massa masih akan didominasi dengan propaganda, yang fokus pada narasi negatif untuk menjatuhkan lawan politik. Hal tersebut terutama akan dilakukan oleh kubu oposisi, yang belum mempunyai unjuk kerja dan program yang pernah teruji sebelumnya. 

Model mengkampanyekan program akan dilakukan oleh petahana, sementara sebagian kekuatan lain yang dimiliki oleh petahana akan digunakan untuk melakukan kontra-propaganda dari lawan politik. Dalam skala terbatas, petahana juga akan melakukan propaganda dengan narasi negatif kepada oposisi.

Politik identitas terutama terkait agama akan tetap terjadi mengulang kondisi Pilkada DKI 2016. Isu-isu agama yang relatif efektif untuk menjadi daya tarik massa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menjadi pendorong kepentingan politiknya. Penggunaan politik identitas ini akan menciptakan kegaduhan, terutama jika terjadi pada basis massa yang sudah mempunyai trauma-trauma konflik akibat isu agama. 

Terkait dengan isu keamanan, secara kekuatan aparat keamanan di Indonesia cukup baik dan profesional dalam melakukan penanganan situasi keamanan. Hal ini juga didukung oleh fungsi intelijen yang melakukan deteksi dini dan cegah dini atas ancaman. Meskipun dimungkinkan ada celah yang membuat hubungan antara TNI dan Polri menjadi berjarak, namun diperkirakan konsilidasi antara TNI-Polri akan semakin menguat sehingga menjadi kekuatan yang solid dalam menghadapi ancaman-ancaman yang diperkirakan akan terjadi pada 2019.

Gangguan keamanan yang diperkirakan menguat pada 2019 adalah konflik-konflik politik yang terjadi di daerah-daerah tertentu yang diakibatkan karena ketidakpuasan oleh pihak yang kalah. Meskipun demikian mengingat konsilidasi TNI-Polri dan menguatnya peran intelijen, konflik-konflik tersebut dapat ditangani dengan baik. Ancaman lainnya yang diperkirakan terjadi adalah kelompok separatisme di Papua yang terbawa situasi politik sehingga ingin lebih eksis menarik perhatian dengan cara-cara menciptakan gangguan keamanan.

Ancaman terorisme pada 2019 diperkirakan akan lebih berkurang daripada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh UU Anti Terorisme yang sudah memberikan kewenangan untuk pencegahan. Kinerja aparat keamanan terutama Densus 88 untuk melakukan penanggulangan terorisme lebih optimal dan terpayungi hukum. Pencegahan-pencegahan dapat dilakukan lebih dini sehingga secara signifikan dapat mengurangi aksi teror di Indonesia.

Gerakan kelompok radikal diperkirakan akan beradaptasi dari model kekerasan dengan aksi teror menjadi gerakan non kekerasan seperti melakukan propaganda untuk memperoleh dukungan politik. Upaya kelompok radikal dan garis keras untuk mengusung ideologi dan sistem negara yang bertentangan dengan Pancasila diprediksi tetap masih  kuat.

Soliditas antara TNI-Polri dan lembaga lain seperti BIN dan Pemda menjadi faktor utama dalam melakukan deteksi dini, pencegahan dini, dan penanganan terjadinya ancaman dan gangguan keamanan. Elite TNI, Polri dan BIN diprediksi akan semakin kompak dan solid sehingga akan mempengaruhi kinerja hingga pada jajaran bawah. Kekompakan ini akan terus terjaga selama tidak ada pihak-pihak dari luar dan dari dalam yang melakukan cipta kondisi untuk menciptakan kerenggangan.

Langkah-langkah yang diperlukan oleh pemerintah dan juga masyarakat agar situasi politik dan keamanan di Indonesia tetap dapat terkendali antara lain partai dan tokoh politik diupayakan untuk tidak menggunakan isu agama dalam penggalangan massa. Penggalangan massa sebaiknya dilakukan dengan kampanye dan narasi positif yang konstruktif. Jika masih terjadi maka penyelengara pemilu seperti KPU dan Bawaslu harus melakukan tindakan-tindakan yang tegas demi menjaga suasana tetap kondusif. Masyarakat perlu diedukasi bahwa politik identitas berdampak tidak baik bagi kerukunan antar masyarakat, bahkan bisa memecah belah dan mengancam persatuan.

Aparat keamanan diharapkan dapat bersifat tegas dalam melakukan penagakan hukum terhadap orang atau pihak tertentu yang melakukan aksi-aksi tertentu yang memicu konflik massa. Konsilidasi antara elemen masyarakat dengan pemerintah perlu dilakukan agar berjalan satu tujuan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Komunikasi yang baik antara masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingannya dapat dilakukan untuk menutup celah yang bisa dimanfaatkan sebagai pintu masuk ancaman.

Peran intelijen dalam melakukan deteksi dini dan cegah dini ancaman harus diperkuat terutama dengan menguatkan jejaring yang berpengaruh dan sumber-sumber infomasi yang siginifikan. Kewaspadaan terhadap ancaman, dari dalam maupun dari luar, perlu ditingkatkan seiring dengan semakin memanasnya tahun politik di 2019. 

Kerjasama yang erat dengan aktor non pemerintah seperti LSM, Ormas, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat perlu dikuatkan dan semakin intensif agar intelijen mampu secara dini mendeteksi adanya potensi ancaman yang terjadi dan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat pencegahan.

Para pemangku kepentingan termasuk sektor ekonomi dan bisnis tidak perlu khawatir dan tetap menjalankan aktivitasnya dengan catatan mampu menjaga situasi agar tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis yang dampaknya bisa merugikan jika hasil pemilu tidak sesuai dengan harapan. Kemungkinan bahwa sektor ekonomi dan bisnis akan terdampak negatif atas pemilu diperkirakan bisa terjadi walaupun tidak signifikan dan akan cepat dipulihkan dengan dukungan situasi keamanan yang tetap stabil. 

Penguatan pengamanan swakarsa sektor bisnis terutama industri perlu dilakukan dengan membangun social protection dan kolaborasi dengan pihak lain. Hal ini juga bertujuan untuk menutup celah kerawanan yang muncul karena fokus tugas aparat keamanan negara pada pemilu. Penguatan sistem keamanan berbasis teknologi dan peningkatan profesionalitas sumber daya manusia di bidang pengamanan swakarsa mutlak dilakukan untuk memastikan bahwa sektor industri mempunyai daya tangkal yang kuat terhadap gangguan keamanan.

Secara umum, situasi politik dan keamanan pada 2019 diperkirakan akan memanas terutama berkaitan dengan adanya politik identitas pada pemilihan umum secara serentak. Namun mengingat konsilidasi yang baik antara TNI-Polri dan lembaga/kementrian lainnya, maka situasi yang terjadi tetap dapat dikendalikan. Potensi gangguan keamanan sebagai dampak dari pemilu diperkirakan terjadi namun dalam skala masih dapat dikendalikan.

Tahun 2019, sebagai tahun politik akan segera datang. Persatuan dan kesatuan negara akan diuji oleh dinamika politik yang diwarnasi dengan politik identitas. Dengan tetap menjaga ideologi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, serta pemerintah yang solid dan pfofesional serta masyarakat yang rukun dalam kemajemukan diharapkan dapat menjadi suatu tonggak sejarah menuju Indonesia yang lebih baik, bermartabat dan sejahtera. *

*) Stanislaus Riyanta, pengamat politik dan keamanan, mahasiswa Doktoral bidang Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Artikel Terkait