Nasional

Polri Nilai Terorisme Masih Menjadi Ancaman Di Tahun 2019

Oleh : Ronald - Jum'at, 28/12/2018 05:57 WIB

Kepolisian Negara Indonesia (Polri) memprediksi terorisme dan radikalisme masih menjadi masalah yang berpotensi sebagai gangguan utama keamanan dan ketertiban masyarakat tahun 2019. 

Jakarta, INDONEWS.ID - Kepolisian Negara Indonesia (Polri) memprediksi terorisme dan radikalisme masih menjadi masalah yang berpotensi sebagai gangguan utama keamanan dan ketertiban masyarakat tahun 2019. 

Hal ini dikarenakan jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) masih bergerak di level internasional dan bisa memberikan pengaruh terhadap jaringan terorisme di Indonesia.

“Selagi mereka (ISIS) belum bisa selesai sepenuhnya, mereka akan berupaya menggerakkan jaringan mereka di luar negeri agar bergerak juga mengalihkan perhatian seperti di Eropa, Amerika, dan Asia Tenggara. Kelompok-kelompok yang ada di kita (Indonesia) bisa saja mereka bergerak," kata Kepolisian RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Kamis (27/12/2018). 

Dalam kesempatan tersebut, Tito mengatakan tindakan terorisme pada tahun 2018 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2017 ada 12 aksi terorisme dan meningkat menjadi 17 aksi pada tahun 2018.

Meski demikian, menurut Tito, dengan adanya Undang-undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dimana dalam UU tersebut, siapa saja yang terkait dengan organisasi terorisme bisa langsung ditangkap, tanpa menunggu adanya aksi teror terjadi. Tito mengatakan bahwa pihaknya (Polri) bisa melakukan aksi pencegahan atau melakukan pre-emtive strike.

“Kriminalisasi terhadap perbuatan awal ini bagus, sehingga Polri bisa mencegah atau melakukan pre-emtive strike daripada menunggu ada barang bukti terlebih dahulu,” ujar Tito.

Tahun 2018, sebanyak 396 pelaku teror berhasil diungkap Polri dengan 141 orang berlanjut persidangan, 204 orang dilakukan penyidikan, serta 25 orang meninggal lantaran dilakukan tindakan penegakan hukum. Adapula 13 orang meninggal akibat bunuh diri, 12 orang telah divonis hukuman, dan satu meninggal lantaran sakit.

Dalam menangani aksi terorisme sepanjang ta­hun 2018, Densus 88 Antiteror sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam menghadapi aksi-aksi teror sudah mampu men­deteksi plot-plot teroris atau rencana aksi teroris. Jadi sebe­lum kejadian, Densus sudah mampu mengantisipasinya. Ini prestasi tersendiri, karena baru Densus yang bisa melakukan hal tersebut.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, menga­takan dalam satu dekade terak­hir, ada empat jaringan teroris yang aktif melakukan teror. 

“JI, JAT, JAD, dan Mujahidin Indo­nesia Timur (MIT) dan sel-sel di bawahnya (aktif melakukan aksi teror),” kata Suhardi.

Keempat jaringan teroris itu secara nyata mengajarkan paham-paham radikalisme. Sebagai alat penyebar paham radikal mereka adalah media sosial. 

"Media sosial itu alat radikalisasi yang paling mudah digunakan,” tandasnya. (ronald)

Artikel Terkait