Politik

Debat Capres, Jaring Milea: Ayo Adu Gagasan, Bukan Sebar Hoaks

Oleh : very - Kamis, 17/01/2019 10:15 WIB

Koordinator Jaringan Milenial Anti-Korupsi dan Anti-Intoleransi (Jaring Milea), Alan Christian Singkali. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Minggu ini kita akan memasuki masa tahap awal Debat Politik para kandidat capres dan cawapres. KPU sudah menetapkan jadwal dan tema debat tiap pertemuannya. Tanggal 17 hari ini, sesuai jadwal KPU, akan dimulai dengan tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme.

Tema - tema ini cukup penting diangkat ke permukaan karena selalu menjadi momok menakutkan ketika kembali mengingat peristiwa-peristiwa lalu yang saling terkait satu sama lain.

Pemirsa debat nantinya tidak hanya kelompok orang tua, yang dengan mata terbuka telah menyaksikan pasang surut perpolitikan bangsa ini, termasuk peristiwa-peristiwa yang erat kaitannya dengan tema debat di atas. Namun juga terdiri dari anak muda milenial yang menggali informasi sejarah masa lalu dari berbagai sumber yang keakuratannya bisa dipertanggungjawabkan. Artinya anak muda milenial, agak sulit untuk dibohongi, atau terpapar info hoaks, walaupun kebanyakan tidak menyaksikan peristiwa sejarah masa lalu secara langsung.

“Oleh karena itu, kami menghimbau kepada kandidat capres - cawapres untuk tidak memboboti materi debatnya dengan hoaks, kebohongan, pesimisme, dan asumsi yang menakut-nakuti masyarakat. Milenial yang jumlahnya mencapai 90 juta jiwa ini, lebih cenderung selalu mengkonfrontir setiap pernyataan dengan data-data. Jadi sebaiknya untuk tidak membingungkan milenial dengan data-data yang tidak benar, apalagi asumsi,” ujar Koordinator Jaringan Milenial Anti-Korupsi dan Anti-Intoleransi (Jaring Milea), Alan Christian Singkali, di Jakarta, Kamis (17/1/2019).

Menurut Alan, dari sisi hukum, bagi milenial penting untuk menekankan revitalisasi penegakan hukum agar tidak cuma tajam ke masyarakat bawah namun tumpul ke kelompok elit. “Kita masih ingat penggunaan instrumen hukum untuk mengkriminalisasi orang-orang tertentu hanya karena desakan massa. Hukum harusnya tetap berdiri pada prinsip keadilan. Milenial begitu pedulinya dengan penegakan hukum sehingga akhir-akhir ini banyak gerakan petisi online yang dibuat untuk mengoreksi setiap produk hukum,” ujarnya.

Penuntasan pelanggaran HAM masa lalu adalah salah satu pekerjaan rumah yang senantiasa ditagih oleh kaum milenial. Para pelanggar HAM masih berkeliaran itu juga bentuk dari lemahnya instrumen hukum kita terhadap pembuktian kasus. Hal ini sama buruknya dengan sikap anti-kemanusiaan yang tentu tidak disenangi kaum muda.

Begitu pula dengan terorisme yang semakin dibabat semakin merambat. Dominan kelompok muda meyakini bahwa potensi terorisme tetap ada karena ketidaktegasan pemerintah sebelumnya untuk membersihkan ideologi anti-Pancasila dari bumi pertiwi.

Isu terakhir adalah korupsi atau yang biasa disebut sebagai "bahaya laten". Sudah banyak pernyataan sikap, janji-janji politik, pakta integritas, maupun Nota Kesepahaman, namun korupsi tetap masih ada. Ini besar kaitannya dengan mental, mental masyarakat Indonesia perlu mengalami "pencerahan" kembali.

“Upaya pemberantasan korupsi harus melampaui dari hanya sekedar janji-janji politik, namun juga penting untuk meyakinkan masyarakat melalui sistem pengawasan yang memperkuat integritas serta mencegah terjadinya praktik korupsi. Contoh seperti aplikasi Qlue (perangkat pengawasan online) yang dibangun di masa Gubernur BTP,” ujar Alan.

Sejujurnya milenial sudah bosan dengan narasi-narasi panjang yang membingungkan dan hanya berisi seolah-olah bualan. “Milenial perlu bukti-bukti akurat, oleh karena itu debat hari ini kita ingin melihat adu gagasan program yang lebih elegan, sehingga semua masyarakat bisa menilai dengan lebih jernih bukan hanya mengikuti hasrat emosi. ‘For good ideas and true innovation, you need human interaction, conflict, argument, debat’ seperti kata Margaret Heffernan,” pungkasnya.

 

Artikel Terkait