Politik

Hitung-hitungan Politik dalam Rencana Transfer Pati dan Pamen

Oleh : very - Jum'at, 08/02/2019 23:50 WIB

Pengamat Politik President University, Muhammad AS Hikam.(Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Rencana mentransfer 150 Perwira Tinggi (Pati) dan 500 Perwira Menengah (Pamen) yang tak memiliki jabatan struktural ke Aparatur Sipil Negara (ASN) memunculkan polemik baru. Rencana yang hendak dilakukan oleh Panglima TNI dinilai malah memunculkan masalah baru yang lebih rumit.

Pengamat Politik President University, Muhammad AS Hikam menilai, rencana tersebut bukan merupakan solusi yang tepat, tapi malah terkesan grasa-grusu.

“Sepertinya ada hitung-hitungan politik dalam rencana ini. Presiden Jokowi ingin disukai oleh militer, dan khawatir keluarga militer tidak dukung 01 tetapi ke 02. Belum lagi suara-suara para mantan Jenderal yang kritis terhadap beliau. jadi strateginya ya antara lain seperti ini: mbeseli militer dan Polri dengan jabatan-jabatan walaupun harus membuat para ASN jumpalitan,” ujar AS Hikam di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Presiden Jokowi, kata AS Hikam, adalah orang yang berlatar belakang partikelir, dan pengusaha, jadi tak usah pusing dengan para ASN dan keluarganya. Apalagi parpol-parpol pendukungnya.

Bagi parpol, ASN hanya dianggap "bargain chips" saja dalam permainan politik. Dalam benak para elit parpol itu, jika ASN dibandingkan dengan militer dan Polri, maka secara politik pihak yang kedua itu lemah.

“Saya jadi ingat bagaimana mudahnya Presiden AS, Donald Trump, menutup kantor-kantor pemerintah Federal untuk tawar-menawar politik juga. Yang tidak dipikirkan oleh Trump maupun Presiden Jokowi adalah, ASN juga mempunyai kemampuan untuk bargaining politik dengan kekuatan parpol lawan. Juga mereka merupakan bagian dari masyarakat sipil di kedua negara tersebut. Kalau mereka kecewa, pilihan mereka juga bisa digeser kepada lawan, bukan?,” ujarnya.

Jadi, kebijakan  yang tanpa nalar dan nurani, dan menafikan inti amanat reformasi ini akan menciptakan akibat yang serius dan destruktif. “Dwi Fungsi sudah diakhiri oleh gerakan reformasi. Jangan pula membangkitkan lagi menjadi zombie, yang merusak tatanan demokrasi: Dwi Fungsi Part Deux!,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait