Debat Kedua, KPU Layak Kembali Meraih Kepercayaan Publik

Oleh : very - Senin, 18/02/2019 13:01 WIB

Debat capres kedua antara Jokowi dan Prabowo Subianto, di Jakarta, Minggu, 17 Februari 2019. (Foto: Ant)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Mehran Kamrava dalam bukunya Understanding Comparative Politics: A Framework for Analysis (2003) berujar bahwa “political socialization is basically of attitude formation towards political objects, values, and processes”, (sosialisasi politik pada dasarnya adalah proses dari bentuk tingkah laku kepada objek politik, nilai-nilai dan prosesnya). Menarik untuk disimak apa yang dikatakan Mehran Kamrava jika dikaitkan dengan keadaan dan situasi bangsa ini yang sedang melaksanakan pemilu serentak. Apalagi dalam tahapan kampanye politik.

Banyak para peserta pemilu – para caleg - baik di Jakarta maupun daerah, yang mencoba memasang baliho di tengah pertanyaan warga yang tentang siapa dia yang digambarkan di baliho. Hasil kampanye berbulan-bulan yang cukup panjang itu bermuara pada kesimpulan publik tentang tidak adanya tawaran agenda. Setidak-tidaknya slogan aksentuatif yang memberi harapan, kecuali permohonan doa restu dan permintaan untuk dipilih. Kalaupun ada, hanya kata atau kalimat pengulangan harapan-harapan bias.

Pun begitu dengan debat Capres yang baru saja dilaksanakan.

Peneliti 7 (Seven) Strategic Studies, Girindra Sandino mengatakan bahwa Capres Prabowo lebih banyak melempar retorika-retorika yang terus mengulang dan membosankan serta sangat sloganistik.

“Melemparkan wacana bernuansa ‘kelas’ dan pendekatan ‘kerakyatan’, namun kontras dengan citra diri dan rekam jejaknya, apalagi bukti-bukti,” ujar Girindra di Jakarta, Senin (18/2/2019).

Sementara Capres Jokowi, kata Girindra, menyampaikan fakta dan bukti yang sudah dikerjakan, walaupun sebagian masih ada yang dalam proses. Seperti misalnya pembangunan 900 ribu jalan desa, soal petani jagung, dan kedaulatan energi.

Soal reforma agraria misalnya, Capres Jokowi selama pemerintahannya telah membagikan konsensi lahan kepada  adat ulayat, petani, nelayan dan lain-lain. Dan di tahun 2017 telah memberikan 5 juta sertifikat lahan atau tanah, 2018 membagikan 7 juta sertifikat yang tentu berguna untuk agunan, jaminan, dan melakukan pendampingan warga tersebut.

Namun demikian, ada yang menarik dari Debat Capres kedua yaitu adanya sensitivitas retoris. Hal ini, katanya, merupakan dampak dari perdebatan, yang menuntut adanya kesiapan mental untuk dikritik oleh capres lain.

“Ada saling kritik antara kedua pasang Capres dalam Debat Capres Kedua ini. Hal ini merupakan kemajuan dari penyelenggaraan debat, karena masyarakat bisa menilai spontanitas intelektual dan cara berfikir sistematik yang cepat,” ujarnya.

“Oleh karena itu, dengan paparan di atas, saya berkeyakinan elektabilitas Capres Jokowi akan naik, sementara Capres Prabowo agak sulit merangkak naik, karena keyakinan pemilih telah mengkristal,” tambah Girindra.

Girindra berharap agar dalam debat ke depan, tidak hanya berakhir dengan pernyataan dan rekomendasi sumir dan pesimisme yang keluar dari salah satu capres, namun mengeluarkan konsepsi politik yang dapat ditawarkan kepada rakyat dengan jelas dan cerdas secara politik.

Sosialisasi politik berbentuk ide dan gagasan strategis pada debat capres kedua ini, menurut Girindra, setidaknya memberikan sesuatu yang menjadi nilai-nilai serta terserap oleh rakyat sebagai proses pencerdasan politik dalam kontestasi demokrasi Indonesia.

Karena itu, Girindra mengucapkan terima kasih kepada Penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. “KPU layak dapat meraih kembali kepercayaan publik sebagai basis legitimasi pemilu yang kuat dan berkualitas, karena debat jauh mengalami perbaikan,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait