Nasional

Ironi Program Agraria Jokowi, Tanah Transmigran Diserobot Paksa PT Nauli Sawit, Pemerintah Tutup Mata

Oleh : budisanten - Kamis, 21/02/2019 18:34 WIB

Kuasa hukum Kitson Sianturi SH dan Leonardo Ompusunggu SH, tengah memperjuangkan nasib transmigran di kecamatan Manduamas, Tapanuli Tengah yang tanahnya diserobot paksa PT Nauli Sawit menggunakan aparat kepolisian dan TNI. (foto : budsan)

Tanapanuli Tengah, INDONEWS.ID – Pernyataan Presiden Jokowi terkait bidang agraria pada debat Capres ke-2 baru-baru ini, menegaskan akan mengembalikan tanah milik rakyat yang dikuasai oleh perusahaan mendapat ujian berat.

Pasalnya, ironi terkait program bagi-bagi sertifikat  gratis kepada masyarakat ini tidak berlaku bagi para transmigran di kecataman Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara.

Tanah mereka telah diserobot secara paksa oleh PT Nauli Sawit, yang datang dengan membuka lahan kelapa sawit dari tanah milik para transmigran dari Pulau Jawa dan Sumatera pada 2004.

“Yang kami heran, kenapa pemda Tapteng tidak melindungi rakyatnya, melainkan justru seperti menjadi back up dan bagian dari PT Nauli. Akibatnya, nasib para transmigran yang jumlahnya hampir 5.000 kepala keluarga itu menjadi terlunta-lunta,” ujar Kitson Sianturi, SH, kuasa hukum para transmigran kepada Indonews.

Sertifikat tanah milik para transmigran yang sudah menjadi hak milik, dengan terang-terangan dikuasai dan ditempati PT Nauli Sawit dengan cara kekerasan. Dengan tidak ada proses jual beli sebagaimana mestinya, dan tidak ada kompensasi dari pihak perusahaan.

“Bahkan beberapa dari transmigran harus meringkuk di jeruji besi akibat rekayasa kriminalisasi pihak PT Nauli, dengan tuduhan pembakaran kantor perusahaan. Padahal, itu hanya rekayasa, bagian dari intimidasi agar warga takut dan menyerahkan tanahnya tanpa proses sebagaimana mestinya,” sahut Leonardo Ompusunggu SH, partner Kitson dari law firm beralamar di Jl Mayen Sutoyo, Jakarta ini.

Selain Kitson dan Leonardo, ada 3 pengacara lagi yang menjadi penguasa hukum transmigran Manduamas yakni Polma Hasibuan SH, Togap Rajuandi Sianturi SH serta Beringin Tua Sigalingging SH.

Warga transmigran tidak tahu harus mengadu ke mana lagi, karena seluruh komunikasi sepertinya tertutup. Pihak kuasa hukum, telah melaporkan kasus ke Polsek, Polres, Polda Sumatera Utara hingga Mabes Polri. Yang kemudian diarahkan kembali ke Polda, dan menyatakan kasus tidak bisa ditindak lanjuti.

“Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas,  bersama ini kami beritahukan dan telah disimpulkan perkara tersebut penyelidikannya dengan alasan penghentian : Bukan merupakan tindak pidana,” tulis Kombes Andi Rian Djajadi, SIK HM selaku Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, tertanggal 20 Desember 2018.

Juga dipertanyakan, peran Bupati Tapteng dari Tuani Lumban Tobing, Raja Bonaran Situmeang hingga Bachtiar Ahmad Sibarani yang saat ini memimpin, yang ditengarai sudah masuk angin. Sehingga justru malah bersikap seperti menjadi juru bicara PT Nauli Sawit.    

Tak terkecuali Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tapteng dan Provinsi Sumatera Utara tidak melakukan tugasnya sebagaimana mestinya yang diamanatkan negara.

Karena BPN yang mestinya membantu terkait kepemilikan sertifikat tanah hak milik para transmigran. Namun justru dengan mudah dan cueknya mengeluarkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) di atas tanah milik para transmigran untuk PT Nauli Sawit yang kabarnya dmimiliki pihak asing.

“Yang jadi pertanyaan, kenapa ironi penegakan hukum ini bisa terjadi, di saat bersamaan Presiden Jokowi tengah gencar-gencarnya melaksanakan program bagi-bagi sertifikat tanah gratis untuk masyarakat. Kami menunggu Pak Jokowi bersedia turun langsung Manduamas, Tapteng, menengok rakyatnya yang terusir dan hidup terlunta lunta di tanahnya sendiri. Terima kasih Bapak Presiden,” harap Kitson dan Leonrdo.

Semoga. (budsan)  

Artikel Terkait