Nasional

Surat Dakwaan Ratna Sarumpaet Bukti Konspirasi Merekayasa Kasus

Oleh : very - Jum'at, 01/03/2019 11:30 WIB

Ratna Sarumpaet dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2/201). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Mencermati Surat Dakwaan Jaksa Penutut Umum (JPU) dalam perkara Terdakwa Ratna Sarumpaet yang disusun secara kumulatif dengan dakwaan kesatu yaitu melanggar pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946, tentang Peraturan Hukum Pidana dan dakwaan kedua yaitu melangar pasal 28 ayat (2) jo. pasal 45A ayat (2) UU No.19 Tahun 2016, tentang Perubahan Atas UU No.11 lTahun 2008, tentang ITE, dengan terang benderang menggambarkan peran dan keterlibatan sejumlah tokoh dalam Badan pemenangan Nasional Capres-Cawapres Prabowo-Sandi untuk merekayasa sebuah keadaan seolah-olah penganiayaan melalui operasi sedot lemak di sekitar wajah Ratna Sarumpaet.

Seperti diketahui, sejumlah nama juga disebutkan dalam dakwaan Ratna Sarumpaet itu yakni, Prabowo Subianto, Fadli Zon, Amin Rais, Nanik Sudaryanti, Dahnil Anzar Simanjuntak, Rocki Gerung.

“Sesuai dengan prinsip ‘persaman dihadapan hukum’ yang dianut secara universal dan dipertegas lagi di dalam UUD 1945 bahwa ‘segala warga negara  bersamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahannya itu tanpa kecuali’ (pasal 27 UUD 1945), maka selain Ratna Sarumpaet dijadikan tersangka dan terdakwa, Bareskrim Polri tidak boleh menunda terlalu lama untuk menuntut pertanggungjawaban pidana terhadap keterlibatan pihak lain dalam kasus tindak pidana penyebaran Berita Hoax dan Ujaran Kebencian, sebagai pelaku turut serta yang saat ini nama-nama dan perannya masing-masing sudah diuraikan di dalam Surat Dakwaan Ratna Sarumpaet tersebut,” ujar Wakil Ketua Harimau Jokowi, Petrus Selestinus dalam siaran pers, Jumat (1/3/2019).

Pada sisi lain, materi Surat Dakwaan JPU juga telah menggambarkan dengan jelas bahwa tidak ada satu orangpun dari para tokoh yang ketika pertama kali bertemu dan mendapatkan penjelasan dari Ratna Sarumpaet bahwa pada tanggal 2 Oktober 2018 dirinya telah dianiaya oleh beberapa pria sehingga menyebabkan luka pada pelipis kiri dan kanan hingga lebam, mengambil inisiatif untuk melaporkan dan meminta perlindungan hukum kepada Polisi tentang penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet.

“Karena itu, Prabowo Subianto dkk. patut diduga telah bekerjasama dalam persekongkolan merekayasa operasi kulit wajah Ratna Sarumpaet guna mendapatkan kondisi wajah Ratna Sarumpaet seolah-olah menjadi korban penganiayaan  yang dikaitkan dengan keberadaannya di BPN Prabowo-Sandi untuk disebarkan sebagai Berita Hoax dan/atau Ujaran Kebencian,” ujar Petrus yang merupakan Koordiantor Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.

Oleh karena itu, menurut Petrus, Bareskrim Mabes Polri harus segera membuka dan mengembangkan penyelidikan dan penyidikan ke arah dugaan keterlibatan Prabowo Subianto dkk. "tanpa kecuali" dalam kejahatan penyebaran Berita Hoax dan Ujaran Kebencian itu.

Seperti diketahui, kasus ini sudah dilaporkan saudara Jeppri Firdaus, yang pada tanggal 3 Oktober 2018 sudah melaporkan dugaan keterlibatan Prabowo Subianto dkk kepada Bareskrim Mabes Polri dengan Laporan Polisi Nomor  : LP/B/1239/X/2018/Bareskrim tanggal 3 Oktober 2018, dengan sangkaan turut serta melakukan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 45A ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016, Tentang Perubahan Atas UU No. 2008, Tentang ITE dan padal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946, Tentang Peraturan Hukum Pidana.

Oleh karena itu, Petrus mengimbau pentingnya proses hukum segera terhadap Prabowo Subianto dkk. untuk mewujudkan supremasi hukum sekaligus merupakan pendidikan politik yang sangat baik bagi kubu BPN Capres-Cawapres Prabowo-Sandi dan masyarakat luas tentang bahaya dan daya rusak yang ditimbulkan oleh kejahatan Berita Hoax dan Ujaran Kebencian yang ditimbulkannya itu.

“Karena (kasus ini) sangat merongrong dan mengancam kehidupan demokrasi terutama berpotensi memeperlemah  daya tahan masyarakat untuk menjaga NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945,” pungkas Advokat Peradi ini. (Very)

Artikel Terkait