Nasional

Masyarakat Bandung Diminta Timba Semangat dari Lagu "Halo-Halo Bandung"

Oleh : very - Sabtu, 02/03/2019 20:50 WIB

Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) AM Putut Prabantoro, yang juga Alumnus Lemhannas PPSA XXI berjabat tangan dengan KASGARTAP II/Bandung, Marsma TNI Embu Agapitus di Bandung, Jumat (01/03/2019). (Foto: ist)

Bandung, JENDELANASIONAL.COM -- Masyarakat Bandung didorong untuk mengawali membangun kembali budaya toleransi dan pluralisme di wilayah Jawa Barat. Langkah ini untuk mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme seperti makna dalam lagu “Halo-Halo Bandung”. Selain menunjukkan semangat nasionalisme, lagu karya Ismail Marzuki sebelum kemerdekaan RI ini menunjukkan semangat patriotisme (cinta tanah air) dan toleransi yang luar biasa dari masyarakat Bandung pada waktu itu.

Demikian ditegaskan oleh Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro, yang juga  Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) dalam seminar bertajuk “Melalui Komsos Kita Pelihara Kemanunggalan TNI Dengan Rakyat Guna Meningkatkan Semangat Bela Negara”, di Bandung, Jumat (01/03/2019). Seminar ini dihadiri Kasgartap I / Jakarta Brigjen TNI Herianto Syahputra dan Kasgartap II / Bandung Marsma TNI Embu Agapitus

Putut Prabantoro dalam paparannya yang berjudul “Mari Bung Rebut Kembali”,  menjelaskan bahwa lagu “Halo Bandung” itu memiliki semangat nasionalisme, pluralisme, toleransi dan sekaligus patriotisme. Lagu yang ditulis Ismail Marzuki dalam bahasa Sunda pada awalnya dapat menjadi pengingat  dan sekaligus penyemangat masyarakat Bandung dalam menumbuhkan kembali patriotisme dan nasionalisme masyarakat Pasundan atau Jawa Barat.

“Lagu Sunda ini kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dalam masa pendudukan Jepang dengan maksud untuk mengikis pengaruh budaya Belanda. Dan ketika Belanda ingin menguasai Bandung kembali setelah kemerdekaan, lagu tersebut digunakan untuk membangkitkan semangat perjuangan. Dan, dari lagu ini kita bisa melihat spirit yang adalah dalam lagu itu yakni spirit nasionalisme, pluralisme, toleransi dan juga tidak lupa dengan sejarah,” tegas Putut Prabantoro.

Dijelaskan lebih lanjut, kata-kata “Bandung, Ibukota Periangan, Beta, Kau dan BUNG” adalah sarat makna jika dilihat dari konteks saat ini. Beta adalah kata ganti orang untuk diri sendiri (saya) yang berasal dari daerah Indonesia Timur. Sementara Kau adalah sebutan  untuk menyebut pihak kedua dari bahasa Indonesia atau Melayu. Dan, Bung adalah sebutan kehormatan untuk semua orang  pada saat perjuangan tanpa mengenal diskriminasi ataupun latar belakang. Dan dalam sejarah, sapaan BUNG ternyata juga terkait dengan sapaan kepada orang lain secara terhormat sebagaimana kakak atau abang.

“Jika Jawa Barat terpapar sebagai daerah yang tingkat intoleransi atau radikalisasi paling tinggi di Indonesia, kondisi ini sangat bertentangan dengan semangat  lagu Halo Bandung yang sarat dengan semangat perjuangan, semangat nasionalisme, semangat toleransi dan sangat mengakui keberadaan sebuah sejarah. Oleh karena itu, masyarakat Bandung perlu memulai dengan mengumandangkan lagi lagu Halo Bandung kembali. Jawa Barat akan menjadi seperti yang kita harapkan jika masyarakat Bandung mengawali memaknai lagu Halo Bandung. Mari Bung Rebut Kembali... ,” ujar Putut Prabantoro

Selain itu, Putut Prabantoro mendorong para peserta komunikasi sosial TNI dan Masyarakat untuk memulai kembali upacara bendera dan ziarah ke taman makam pahlawan. Upacara bendera merupakan cara yang tepat untuk belajar dan sekaligus memaknai arti patriotisme (cinta tanah air) dan nasionalisme, dua nilai yang diajarkan oleh Lagu Halo Bandung. Sementara Ziarah ke Taman Makam Pahlawan merupakan cara yang tepat belajar tentang ideologi negara dan patriotisme.

Dalam  seminar ini hadir juga sebagai pembicara Mayor CZI Asep Sugiarto Dari Kogartap II/Bandung,  Ir. Veronika Etty Sriwidayanti MM dari Diperindag Provinsi Jabar, AKBP Dr. Rusman SH, MH dari Polda Jabar dan Kolonel Dr. Drs. Bastari R., M.Pd., M.Si., M.Sc (dosen UNHAN) sebagai moderator. (Very)

Artikel Terkait