Bisnis

Industri Asuransi Didorong Optimalkan Big Data dan TeknoIogi Informasi

Oleh : very - Sabtu, 30/03/2019 17:20 WIB

Menko Perekonomian Darmin Nasution. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Saat ini, dunia industri memasuki masa perubahan yang bernuansa digital berbentuk konektivitas antara manusia, mesin, dan data. Revolusi yang biasa disebut sebagai Revolusi Industri 4.0 ini juga dikenal dengan istilah internet of things atau Digital Economy 2.0. Revolusi ini diawali dari revolusi internet yang bukan hanya sebagai mesin pencari, namun juga dapat menghubungkan kita dengan pihak lain secara cepat dalam suatu jaringan khusus. Mulai dari penyimpanan awan (cloud), perangkat cerdas yang terintegrasi, sistem fisik fiber, dan robotik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mencontohkan apa yang terjadi di dunia asuransi, bahwa sekitar 20 tahun lalu, agen asuransi merupakan profesi yang menjanjikan, tapi ke depannya perannya akan semakin hilang.

“Tapi jangan khawatir kehilangan itu akan absolut. Apa boleh buat, (perubahan) ini akan menciptakan disruption, namun di sisi lain akan ada kesempatan baru, baik yang berkaitan dengan bisnis sebelumnya, serta juga akan melahirkan ekosistem-ekosistem yang lebih luas dan complicated,” ungkapnya ketika memberi sambutan dalam acara “Indonesia Insurance Innovation Awards 2019,” di Jakarta, Jumat (29/3).

Untuk membangun pengembangan ekonomi digital di Indonesia, pemerintah melakukan berbagai kebijakan, yakni (a) Membangun infrastruktur untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas akses broadband; pertama dengan proyek pembangunan Palapa Ring (saat ini paket barat dan tengah telah selesai 100%, sedangkan paket timur telah mencapai 89,6%); kedua dengan proyek pembangunan BTS; dan ketiga dengan pembangunan satelit broadband.

Kebijakan lainnya adalah (b) Mengembangkan keuangan digital, (c) Meningkatan kapasitas SDM digital ekonomi, (d) Memperbaiki logistik, dan (e) Membuat regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi digital.

Di sektor keuangan, teknologi digital membuat keuangan lebih inklusif dan berfokus ke pengguna (user-centric) serta mendorong penggabungan sektor ini dengan sektor riil. Salah satu produknya adalah sharing economy yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dengan pemanfaatan aset secara bersama. Para pelaku usaha, termasuk perusahaan asuransi, harus siap melakukan inovasi dan beradaptasi dengan ekonomi, kalau tidak berubah maka akan punah.

Kemudian, proses digitalisasi menimbulkan efisiensi biaya, sehingga mengubah dinamika penawaran-permintaan (supply-demand) barang/jasa. Dalam hal ini, perusahaan bisa lebih mengefisiensikan biaya, dengan cara: (1) mengubah layanan tatap muka menjadi layanan via media menggunakan teknologi image recognition; (2) menangani klaim menggunakan chatbot; dan (3) memasarkan menggunakan teknologi artificial intelligence (AI).

PingAn Insurance (Group), asal negeri Tirai Bambu- Tiongkok, merupakan salah satu perusahaan yang berhasil mengoptimalkan teknologi dalam layanan keuangannya. Perusahaan tersebut memakai platform `finance + technology` untuk menawarkan lima ekosistem bagi para pengguna internet, yaitu jasa keuangan, kesehatan, layanan otomotif, real estate, dan smart city. Hal itu bertujuan untuk menjual berbagai produk dan layanan yang inovatif dan ringkas.

Untuk industri asuransi sendiri, pemanfaatan teknologi yang relevan dalam proses operasional (biasa disebut InsurTech) dapat dijalankan dengan aplikasi mobile (misalkan untuk memberikan notifikasi terkait pertanggungan asuransi untuk seperti tagihan untuk pembayaran premi); Artificial Intelligence (AI) (misalkan dalam bentuk algoritma dan robot, yang bisa digunakan untuk proses pemasaran, serta berkomunikasi dengan pelanggan).

Lalu, Smart contract (fungsinya untuk penyusunan dokumen secara otomatis berdasarkan pada kode yang sudah diinputkan); dan Teknologi blockchain (berguna untuk pertukaran nilai atau data melalui internet tanpa perantara untuk basis data transaksi pelanggan).

“Bukan hanya persoalan teknologi, tapi ada masalah juga dalam pengumpulan data nasabah. Anda tidak bisa melahirkan langkah besar inovasi dalam dunia asuransi jika data tidak tersedia dengan baik. Kalau bicara dunia asuransi, harus ada kecerdikan dengan data terbatas tapi mampu melahirkan inovasi, baik dalam hal produk, layanan, dan lain sebagainya. Jadi bisa bersaing dengan dengan negara lain,” kata Menko Darmin.

Dengan diselenggarakannya Gatra Indonesia Innovation Insurance Awards 2019, diharapkan perusahaan asuransi di Indonesia termotivasi untuk menunjukkan: (1) kinerja keuangan terbaik; (2) inovasi yang memberikan added value bagi pelayanan, sehingga memberikan kepuasan pelanggan terhadap produk dan pelayanan perusahaan; serta (3) inovasi dalam penemuan cara baru dalam memberikan produk dan pelayanan kepada pelanggan.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2015 menunjukkan tren peningkatan dengan pertumbuhan di akhir 2018 mencapai 5,17%. Namun, pertumbuhan sektor jasa keuangan dan asuransi secara umum mengalami penurunan dari 5,47% di 2017 menjadi 4,17% di 2018.

Jika dilihat dari sisi industri asuransi sendiri, ia terus konsisten dalam peningkatan kinerjanya, yang dapat dilihat dari data akhir tahun lalu, yaitu pertumbuhan aset sebesar 6,8% (yoy), pendapatan premi naik 6,8% (yoy), dan investasi bertumbuh sebanyak 6,6% (yoy). Jumlah perusahaan asuransi sampai Januari 2019 berjumlah 152 perusahaan. Porsi asuransi jiwa mencakup 38,4%, sedangkan asuransi umum sebesar 53,6%.

Pertumbuhan tersebut juga didukung dengan tingkat kecukupan modal terhadap pembayaran klaim yang baik tercermin dari indikator Risk Based Capital (RBC) asuransi yang masih berada pda kisaran 126,3% untuk asuransi jiwa; 255,9% untuk asuransi umum; dan 269,8% untuk reasuransi.

Bila kita membandingkan kinerja industri asuransi Indonesia dengan Asean, pada 2017, Indonesia memiliki share 23% dari total asuransi di Asean. Asuransi umum Indonesia ada di peringkat keempat setelah Filipina, Thailand dan Vietnam dengan pertumbuhan premi rata-rata pada periode 2012-2017 sebesar 6%. Kinerja tersebut masih di atas rata-rata Asean sebesar 5,7%.

Sementara, asuransi jiwa Indonesia ada di peringkat ketiga setelah Vietnam dan Filipina dengan pertumbuhan premi rata-rata pada periode 2012- 2017 sebesar 11,1%. Kinerja tersebut masih di atas rata-rata Asean sebesar 9,6%.

Turut hadir dalam acara ini antara lain Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) M. Ichsanudin, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu, Direktur PT Era Media Informasi (Gatra Media Group) Hendri Firzani, Pemimpin Redaksi Majalah Gatra Nur Hidayat, dan CEO ThinknovateComm Dwi Librianto. (Very)

 

Artikel Terkait