Nasional

Gubernur DKI dan Kemelut Pilpres

Oleh : hendro - Minggu, 28/04/2019 20:30 WIB

Pengamat sosial dan politik Christanto Wibisono

Jakarta, INDONEWS.ID - Hari ini 53 tahun lalu, Kamis 28 April 1966 Presiden Sukarno melantik Mayor Jendral KKO (sekarang Marinir) Ali Sadikin sebagai Gubernur ke-5 DKI. Hingga tahun 1960 pimpinan ibukota masih  setara Walikota dan baru disebut Gubernur sejak 29 Januari 1960. 

Walikota pertama Suwiryo tokoh PNI diselingi gubernur militer Kol Daan Yahya (16 Des 1949 -  17 Feb 1950 lalu kembali ke Suwiryo sampai 2 Mei 1951. Suwiryo naik karir jadi Waperdam kabinet Sukiman (Masyumi) (27 April 1951-3 April 1952. Walikota ketiga Syamsurizal (Masyumi) dari  29 Juni 1951  - 9 Nov 1953; namanya diabadikan jadi nama jalan sebelah rumah dinas Gubernur DKI di Taman Suripati Menteng.

 Walikota ke-4 Sudiro PNI 9 Nov 1953 – 29 Januari 1960. Gubernur ke-5 Mayjen dr Sumarno Sosroatmojo akan jadi Menteri Dalam Negeri sejak 27 Agustus 1964 dan Wakil Gubernur Henk Ngantung naik jadi Gubernur ke-6 tapi hanya sampai 15 Juli 1965, dan Mendagri Sumarno merangkap Gubernur sampai reshuffle kabinet 28 Maret 1966, karena Sumarno ikut kloter 15 menteri kabinet 100 menteri yang diamankan oleh  Pangkopkamtib Letjen Soeharto sejak 18 Maret 1966 berdasarkan 0toritas  Supersemar.  

Ali Sadikin (lahir 7 Juli 1927) sendiri menjadi korban menteri termuda 36 tahun  yang diangkat pada 13 Nov 1963  sbg Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja IV dan Menko Maritim Kabinet Dwikora I tapi akan turun pangkat jadi Deputy Menteri pada Kabinet Dwikora II yang hanya berusia 32 hari dari 24 Feb 1966 – 28 Maret 1966. Presiden Sukarno bergerak cepat melantik Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI pada Kamis 28  April 1966. Saya menjadi wartawan Harian Kami sejak 18 Juni 1966 dan meliput Istana Kepresidenan dan Gubernur DKI.

 Pada 14 Agustus 1967 saya menyampaikan usulan pemajakan casino sebagai trobosan membangun gedung SD untuk anak usia sekolah yang jumlahnya 600.000 telantar karena tidak ada APBN maupun APBD. Usulan itu dilaksanakan dengan pemegang lisensi Dadi Darma (Yauw  Foet Sen) pemilik tokoh Tropicana di Pasar Baru, ayahanda Jan Darmadi.

Dengan trobosan pemajakan casino itu maka awat tahun 1970an itu dikenal 2 konglomerat raksasa Indonesia. Yang pertama Ibnu Sutowo dengan Pertamina dan yang kedua Ali Sadikin dengan APBD yang cukup tangguh karena pajak dari casino.

Soeharto sendiri sibuk konsolidasi dengan kudeta merayap alon alon asal kelakon. Dengan gaya wayang orang yang slow motion,  Soeharto rela hanya menjadi Pengemban Supersemar tapi memimpin Presidium Kabinet Ampera sejak Sidang Umum IV MPRS 20 Juni – 5 Juli 1966 menetapkan Supersemar menjadi TAP MPRS dan  bila presiden berhalangan maka pengemban TAP Supersemar  MPRS  akan diangkat menjadi presiden.  Jabatan wapres memang sudah kosong 10 tahun dan akan kosong terus sampai MPR hasil pemilu 1971 mengangkat Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Wapres ke-2 RI pada SU MPR hasil pemilu 1971 pada 28  Maret 1973. 
Kedua Letnan Jendral yang satu TNI AD yang lain KKO Marinir seolah bersaing membangun dengan dana inkonvensional mereka. Yang satu dari rezeki minyak dan yang lain dari bandar casino pertama di Asia Tenggara diluar Macau.  

Soeharto membiarkan keduanya menjadi dua konglomerat raksasa, lalu pada 1976 karena kegagalan utang jangka panjang Pertamina default meembebani negara dengan utang US$ 10 milyar maka Ibnu Sutowi dipecat 1976.  Tahun berikutnya masa jabatan Ali Sadikin selesai 2 termin, tidak ditawari jabatan apapun. Bahkan  menjadi ketua PSSI saja, Ali Sadikin harus berhenti dan kemudian terlibat aktif dalam Petisi 50 sejak 1980. 

Casino ditutup oleh Pemerintah Pusat melalui Gubernur DKI yang baru Tjokropranolo (mantan Sekmil Presiden Soeharto). Maka berakhirlah kekuasaan dua letjen kelas konglomerat raksasa, Ibnu dan Ali. 

Soeharto sendiri nyaris dilengserkan oleh demo mahasiswa 1978 di ITB Bandung berdampak pendudukan ITB oleh militer dan pembreidelan 7 koran termasuk Kompas dan buku putih Dema ITB serta buku WIBK Wawancara Imajiner dengan Bung Karno karena semua kompak mengusulkan pembatasan 2 termin untuk masa jabatan presiden. Ternyata  Soeharto malah akan mulus berkuasa 20 tahun lagi sejak 1978 baru jatuh 1998.

Melihat sejarah suksesi presiden pertama dan kedua dengan pelbagai turbulensi politik saya melihat betapa Gubernur DKI merupakan faktor penentu suksesi kepresidenan Indonesia.

Riwayat Ali Sadikin unik karena sempat muncul sebagai “kontestan” terhadap Soeharto meski gagal melejit. Jokowi yang muncul dari  Solo mendadak transit 2 tahun di Merdeka Selatan, bisa melaju ke istana Merdeka Utara benar benar merupakan suatu keajaiban dadakan. 

Sekarang kubu 02 kewalahan dan kelabakan ingin menyungkap kekalahan dengan isu kecurangan  yang terlalu vulgar dan dipaksakan.  Bila mereka sampai mempertaruhkan eksistensi NKRI nyrempet nyerempet bahaya dengan isu “SARA” yang gawat dan bisa membahayakan kelangsungan hidup NKRI, dengan memperhatikan sejarah karma politik Indonesia modern selama 75 tahun maupun sejarah karma politik zaman wayang Ramayana Mahabharata, Ken Arok , Demak Pajang Mataram hingga sejarah suksesi politik Indonesia modern pada akhirnya Tuhan Yang Maha Kuasa akan menentukan. 

Bukan fanatisme agama, retorika pemimpin besar atau gelar pasukan panglima bahkan juga bukan massa yang mengklaim sebagai people power yang akan menang dan direstui oleh Providential Dei.  Melainkan yang paling mendekati “ hati nurani, golden rule keadilan kejujuran, meritokrasi yang akan dimenangkan. Sedang kekuasaan betapapun gegap gempita pakai bendera ideologi dan “agama” akan diadili oleh Tuhan Yan Maha Kuasa melalui Prerogative Providensial nya.  

Riwayat Ali Sadikin jadi Gubernur DKI 53 tahun lalu patut jadi pelajaran elite Indonesia di tahun 2019, Mengherankan bahwa tepat Saptu 27 April pada peringatan pelantikan Ali Sadikin jadi Gubernur DKI 28 April 1966 , banjir melanda Jakarta. Dan orang ingat bagaimana gubernur sekarang melengserkan Gubernur BTP persis seperti ketika Soeharto melengserkan Ali Sadikin dari pesaing capres 1978.   Kemenangan people power pemlih  jujur 17 April 2019 tidak boleh dibajak oleh hoax delegitimasi “SARA” yang primitif, dan primordial serta membahayakan ekssistensi  dan supremasi hukum Negara Pancasila kita. 

Christianto Wibisono 28 April 1966 53 tahun pelantikan Gubenur Ali Sadikin oleh Bung Karno. Penulis buku Kencan dengan Karma,  sejarah karma politik Indonesia 75 tahun. Jangan sampai kisah 2 keluarga terkaya dari dua kubu meledak dan terledak di Sri Lanka terimbas ke Indonesia. Yang meledak dan terledak keduanya kaya raya dinasti Denmark dan Sri Lanka. Misteri Predestinasi. (Penulis pengamat sosial politik Christianto Wibisono)

Artikel Terkait