Politik

Prabowo Harus Mementingkan Masa Dapan Gerindra dalam Dilema Politik 02

Oleh : very - Selasa, 07/05/2019 11:55 WIB

Pengamat politik dari President University AS Hikam. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kubu partai pengusung pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atau kubu 02 seperti dalam "situasi konundrum politik", atau sebuah situasi yang penuh dilema dan paradoks, karena hanya menjadi alat elit politik untuk mencari keuntungan pribadi.

Pasca pemilu misalnya, PKS mengusulkan agar #2019GantiPresiden dihentikan. Habib Rizieq minta Presiden baru, Prabowo Subianto segera diumumkan. Sementara PAN ogah turun ke jalan mendukung gagasan people power Amien Rais. Partai Demokrat malah asyik bermesraan dengan Jokowi. Gerindra? Sepertinya hanya bisa tampil kebingungan.

Mengapa?

Pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam mengatakan, hal itu karena PKS yang pragmatis tak mau kehilangan momentum dengan lebih fokus pada positioningnya di DPR dan tak lagi mau habis-habisan memerjuangkan Prabowo Subianto. “Karenanya tagar #2019GantiPresiden pun sekarang dianggap sudah tak relevan lagi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (6/5).

Sementara itu, kata Hikam, kelompok Islam politik non parpol, seperti GNPF, FPI, mantan HTI, dll, memang akan mencoba melakukan mobilisasi dukungan bagi Prabowo dengan memanipulasi situasi politik yang masih belum stabil. “Sayangnya, mereka juga buntu dan kehilangan kreatifitas. Satu-satunya isu yang masih rada ‘laku’ hanyalah menjajakan ‘kemenangan’ Prabowo sambil melancarkan propaganda tentang kecurangan KPU,” ujarnya.

PAN kini pecah antara kubu Amien Rais dengan kubu Zulhas terkait dengan manfaat people power. Trennya kubu Zulhas yang menolak gagasan tersebut kini lebih kuat dan Amien Rais makin cenderung sama dengan Habib Rizieq dkk.

Menurut Hikam, Partai Demokrat (PD) makin bersikap kritis terhadap sikap Prabowo Subianto dan koalisi 02 setelah SBY melontarkan ketidakpuasannya dengan model kampanye Prabowo S yang dianggapnya "tak lazim" dan berpotensi inkonstitusional, sebelum pencoblosan.

“AHY yang merupakan proxy SBY semakin lengket dengan Istana dan tampaknya hanya soal waktu saja pengumuman bahwa PD akan meninggalkan kubu koalisi oposisi tersebut,” ujarnya.

Kini, tinggallah Gerindra yang bingung menghadapi konundrum politik tersebut. Di satu pihak perolehan dalam Pileg sangat bagus bagi Gerindra tetapi jika partai ini tak fokus kepada dukungan habis-habisan terhadap Prabowo,  bisa kena marah sang boss.

Menurut Hikam, dengan makin menjauhnya PD dari koalisi maka kubu 02 akan rentan didominasi oleh kelompok Islam politik. Padahal habitat dan karakter Gerindra, seperti juga PD, adalah partai nasionalis.

Bagaimana keluar dari konundrum politik ini? “Prabowo mestinya perlu lebih mementingkan masa depan Gerindra dalam kancah politik nasional ketimbang membiarkan partai yang semakin berpotensi sebagai kekuatan politik populis di masa depan itu dijadikan alat untuk memperkuat kelompok Islam politik,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait