Nasional

Drama Epic Prabowo dan SBY

Oleh : very - Selasa, 04/06/2019 08:47 WIB

Prabowo saat melayat ke rumah Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor. (Foto: ist)

Oleh : Rudi S Kamri *)

Dari kemarin sore hampir semua postingan di lini masa medsos memuat ulah norak-norak bergembira Prabowo saat konpres di rumah SBY. Semua orang waras pasti mengecam dan sepakat bahwa apa yang dilakukan Prabowo sangat tidak elok. Meskipun saya pribadi sangat tidak kaget terhadap ulah Prabowo dan drama diantara kedua orang ini.

Beberapa bulan lalu saat masih dalam proses pembentukan koalisi, saya pernah menulis artikel yang berjudul "Koalisi Jenderal Kardus". Dalam artikel tersebut saya sudah katakan bahwa sejatinya tidak akan pernah ada "chemistry" diantara kedua orang itu. Mereka bagai minyak dan air yang tidak akan mungkin bercampur sempurna. Drama penggebukan sampai bengap saat mereka menempuh pendidikan di Akmil, hingga mereka berkarier di dunia militer sampai mereka berkompetisi di Pilpres 2009 sangat menunjukkan dengan jelas bahwa mereka sejatinya bukan kawan seiiring. Kompetisi personal diantara keduanya sangat nampak kentara secara sempurna.

Ada catatan menarik bahwa dalam setiap kompetisi diantara keduanya, SBY selalu unggul dan Prabowo selalu kalah. Saat "drama penggebukan di Akmil" akibatnya Prabowo diskorsing 1 tahun dan SBY melaju dan lulus Akmil pada tahun 1973 sebagai lulusan terbaik dan diganjar penghargaan Adhi Makayasa. Di karier kemiliteran TNI, SBY relatif mempunyai penugasan lebih komplit dibanding Prabowo.

Prabowo DIPECAT dari dinas kemiliteran tahun 1998 dengan pangkat Letnan Jenderal, sedangkan karier SBY terus melaju menjadi Kepala Staf Teritorial Panglima TNI kemudian ditarik menjadi Menteri Pertambangan dan Energi sampai Menkopolkam hingga memperoleh pangkat Jenderal Kehormatan TNI. Dan di sisi lain Prabowo tidak pernah sekalipun jadi menteri atau pejabat negara setingkat menteri. Dan puncaknya SBY pernah menjadi Presiden RI selama 2 periode, sedangkan Prabowo selama 3 periode di kompetisi Pilpres sukses kalah melulu.

Dan kembali pada pernyataan Prabowo yang tidak elok tentang dia selalu didukung almarhumah Ibu Ani Yudhoyono, sikap saya jelas apapun alasannya Prabowo telah menunjukkan sebuah attitude dan etika sosial yang tidak pantas. Tapi ada pertanyaan yang perlu saya sampaikan, darimana Prabowo tahu bahwa dia selalu didukung Ani Yudhoyono dan kemudian dia berani mengatakan ke publik di depan seorang SBY yang sedang berduka ?

Saya menduga keras hal itu disampaikan sendiri secara langsung oleh SBY kepada  Prabowo saat momen takjiyah tersebut. Cuma mungkin SBY tidak menduga bahwa Prabowo seperti ember bocor yang langsung menyampaikan kepada publik.

So, siapa jadinya yang salah ? Menurut saya kedua jenderal kardus itu yang salah dalam proporsi yang berbeda. Dan korbannya adalah Ibu Ani Yudhoyono yang selayakmya tidak perlu lagi digunakan sebagai komoditas politik. Justru seharusnya mereka mendoakan arwah Ibu Ani agar damai dan tenang menuju ke haribaan Allah SWT.

Dan saya yakin, SBY pasti menyesal bertemu dengan Prabowo kemaren. Tapi mungkin hikmahnya adalah SBY jadi lebih menyadari bahwa ternyata ada harga yang harus dibayar mahal karena telah memilih kawan yang salah.

Jadi biarkan Pak SBY melipat tangan sebagai gesture gundah dan marah. Kita tetap saja kirim doa untuk Almarhumah Ibu Hj. Ani Yudhoyono. Alfatihah......🙏🙏😇😇

Salam SATU Indonesia

04062019

*) Rudi S. Kamri, penulis adalah pengamat sosial politik, tinggal di Jakarta

Artikel Terkait