Sidang Sengketa Pilpres, Dalil Pemohon Belum Kuat Buktikan Pelanggaran TSM

Oleh : very - Minggu, 16/06/2019 20:41 WIB

Veri Junaidi dari Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif. (Foto: Media Indonesia)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Pasangan Calon 02, Prabowo-Sandi. Sidang itu beragendakan mendengarkan permohonan pemohon.

Namun, kuasa hukum pemohon, dalam sidang tersebut membacakan perbaikan permohonan setebal 146 halaman dari permohonan awal 37 halaman.

Veri Junaidi dari Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif mengatakan bahwa perbaikan permohonan dalam persidangan sengketa hasil sangat dimungkinkan. Akan tetapi, perbaikan itu sifatnya minor dan bukan merombak permohonan secara massif, layaknya permohonan baru.

Faktanya, perbaikan permohonan ini telah merombak permohonan baik dalil dalil permohonan (posita) dan bahkan tuntutannya (petitum) dari 7 tuntutan menjadi 15 poin.

“MK terlihat kurang tegas dalam menentukan permohonan yang digunakan sebagai acuan. Namun sisi lain, MK berusaha untuk mendengarkan secara utuh kegelisihan pemohon atas penyelenggaraan Pemilu 2019. Porsi yang sama tentu mesti diberikan kepada termohon dan pihak terkait. Sehingga tidak ada alasan bagi semua pihak untuk merasa tidak didengarkan atau tidak puas dengan kinerja MK,” ujar Veri melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (16/6).

Veri mengatakan, sidang sengketa hasil pemilu di MK bukanlah forum perdebatan teori hukum baik keadilan substansial, pemilu demokratis atau bahkan konsep TSM serta kedudukan MK (bukan Mahkamah Kalkulator). Sidang MK merupakan forum pembuktian atas dalil dalil kecurangan oleh pemohon, siapa yang mendalilkan maka harus membuktikan.

“Atas bukti bukti dalam permohonan (baik permohonan atau perbaikan permohonan), Pemohon tidak cukup memiliki alat bukti yang kuat, otentik dan berlapis untuk menunjukkan adanya pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis dan massif. Berita media yang banyak digunakan sebagai bukti (hampir 90%), merupakan informasi awal yang kebenarannya masih harus diuji dan disertai bukti bukti otentik lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, dalil permohonan terlihat seperti forum penanganan pelanggaran pemilu, yang lebih mengemukakan dalil dugaan pelanggaran pemilu. “Beragam dalil pelanggaran dimunculkan namun belum secara kuat dibuktikan terjadinya pelanggaran TSM, apalagi dampaknya (mempengaruhi) terhadap hasil pemilu,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait