Nasional

Pilpres Perang Dagang dan Nasib BUMN

Oleh : hendro - Jum'at, 21/06/2019 18:05 WIB

Pengamat politik sosial Christianto Wibisono bersama Pemred Indonews Asri Hadi

Jakarta, INDONEWS.ID - Indonesia dan dunia sedang menyaksikan pergeseran dari "Perang Dingin" Barat Timur yang sudah selesai sejak Tembok Berlin runtuh 1989 dan bubarnya Uni Soviet 1991 menjadi Perang Dagang AS Tiongkok sejak Trump menjadi Presiden AS 2016. 

Perang Dagang itu menggantikan dagang perang, atau perang lokal di pelbagai kawasan diluar AS dan Eropa yang menikmati kedamaian selama setengah abad lebih.  Perang Dingin blok Barat vs Timur memang unik Sebab setelah  Perang Dunia II yang disebabkan Jerman Hitler menolak membayar pampasan perang kekalahan Jerman pada Perang Dunia I, maka pasca PD II, justru negara yg menang (AS) malah harus mendrop bantuan Marshall Plan utk menyelamatkan Eropa Barat dan Jepang dari ancaman komunisme. 

Nah selama 30 tahun sejak 1945 -1975 Jerman Jepan menikmati payung nuklir AS dan membangun ekonomi dengan luar biasa, sehingga ekonomi AS  kewalahan dan Nixon menghentikan pertukaran dollar dengan emas pada 1971.  Donald Trump 2016 lebih "preman" dari Nixon, dia menagih uang satpam, uang perlindungan nuklir dan penempatan pasukan AS di Jepang dan Korea milyaran dollar. Kalau selama abad ke XX AS merupakan godfather, gembong Mafia yang ditakuti dan disegani maka sejak era Trump merosot jadi gembong "preman" global yang tidak rela tekor menjadi satpam kelurahan global. 

Maka negara yang minta dipayungi dan dibackingi ya harus membayar lunas tuntas dalam milyaran dollar.  Nah sementara itu Korea Selatan merupakanmodel perubahan dwifungsi militer dari perang melawan komunis menjadi perang menguasai pasar. Maka lahirlah Posco, pabrik besi baja Korea yang menurut Bank Dunia tidak akan mampu bersaing karena Korea tidak punya sumber daya mineral. 

Tapi Presiden Park Chung Hee memerintahkan PresidenPosco, Jendral Park Tay Joon bahwa perintahnya adalah sebagai panglima tertinggi Presiden Korea instruksi Presiden Posco untuk merebut pasar baja dunia bukan cuma jago kandang di Korea. Maka jadilah Posco salah satu top produser baja dunia. 

 Nah Indonesia ini juga punya doktrin dwifungsi, punya militer yang siap terjun ke BUMN dari Ibnu Sutowo sampai Prabowo Subianto dan Luhut Panjaitan, itu jendral bisnis entah swasta entah BUMN. Hukum besinya itu yang penting anda untung dan  tidak rugi atau menggerogoti keuangan negara atau dana publik. 

Apapuun bentuknya swasta atau BUMN yang penting bisa untung seperti kata Deng kucing putih atau hitam yang penting tangkap tingkus   Soal status BUMN atau swasta yang penting transparan dan produktif efisien. Selama anda memimpin unit secara produktif dan efisien ya akan aman saja. Tapi kalau anda berspekulasi dan berpetualang gaya Soros, maka pasti akan jatuh seperti nasib Ibnu Sutowo dalam kemelut Pertamina 1976.

Sekarang posisi cawapres Maruf Amin diributkan juga pernah ribut soal lahan yang dikuasai  Prabowo dan Luhut, ya sudahlah semua perwira memang berbisnis untuk kaya, tidak bisa dari gaji. Masalah sekarang di Indonesia adalah kapan kita bisa produktif sebagai bangsa keseluruhan dan bukan zero sum game. Presiden pertama harus digulingkan presiden kedua winner takes all, zero sum game. Dan seterusnya dan sebagainya kalau di negara lain kan ya sudah kalah pemilu gak papa, tidak usah kukut dan tutup buku disita semua hartanya. Itu kan harus mulai belajar beradab berbudaya tidak main rampas seenaknya.  

Celakannya sekarang justru Trump mempelopori dengan etika negara preman, sesama preman harus saling tahu bayar setor upeti, tidak bisa gratisan minta dibackingi sama Amerika. Trump ini sudah nyata nyata jual jasa "preman global" Ini peta politik dunia 2019 yang memang menyedihkan. 

Sedang kita sendiri juga masih berdebat soal BUMN soal tetek bengek  yang buang waktu dan energi. Maka akhirnya kita tidak bisa apa apa, tidak kebagian apa apa, dan juga ketinggalan dari Korea dan Vietnam yang berdagang model perang. Perang menaklukkan dan menguasai pasar barang dan jasa global. Sedang kita asyik perang perangan sendiri  tidak rela melihat orang lain sukses. 

Penyakit sms, senang melihat orang susah, dan sedih melihat orang ukses. ini yang menjadi biangkeladi kaprahnya Krakatau Steel dan atau sistem politik dan ekonomi kita. Kita cari penyakit sendiri semacam Hypochondria. (Penulis Pengamat politik sosial Christianto Wibisono)

Artikel Terkait