Nasional

Wacana Jokowi Mendatangkan Rektor dari Luar Negeri Patut Disayangkan

Oleh : very - Jum'at, 19/07/2019 20:40 WIB

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan saat bertemu para pekerja seni di Istana Bogor, selain merencanakan dana abadi yang disisihkan untuk pendidikan pekerja seni, Presiden Joko Widodo juga sempat membahas akan mendatangkan tenaga pengajar hingga rektor dari luar negeri untuk membantu pendidikan di Indonesia.

Guru Besar Hukum Internasional Universtas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan meski masih wacana dan mungkin untuk memacu para calon rektor untuk menyamai prestasi rektor luar negeri, pernyataan Presiden terkait hal tersebut sangat disayangkan.

Dia mengatakan, ada lima alasan mengapa pernyataan Presiden Jokowi itu patut disayangkan. Pertama, apakah mendatangkan rektor dari luar negeri berarti calon tersebut tidak mengikuti syarat dan proses seleksi yang sudah ditetapkan?

Padahal, kata Hikmahanto, seperti UI yang saat ini dalam proses mencari Rektor, telah mengiklankan dan menetapkan sejumlah syarat dan mekanisme seleksi. Proses ini tentu memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapapun sepanjang memenuhi syarat, termasuk calon asal luar negeri.

Salah satu syarat adalah harus berkewarganegaraan Indonesia. Syarat lain adalah ijazah yang didapat dari luar negeri pun harus disetarakan oleh Kemenristekdikti. Belum lagi proses seleksi harus mengikuti prosedur yang panjang dan tidak mudah.

“Kalaulah ada warga asing yang didatangkan oleh Presiden untuk menjadi rektor tidakkah orang tersebut harus juga mengikuti syarat dan proses seleksi yang ada?,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (19/7).

Kedua, dorongan Presiden agar pengajar dan rektor asal Indonesia memiliki kemampuan yang sama dengan mereka yang dari luar negeri tentu patut diapresiasi.

“Namun bila cara Presiden mendorong dengan selalu menyebut asal asing, termasuk baru-baru ini soal maskapai penerbangan asing, maka hal ini akan kontra produktif di masyarakat,” ujarnya.

Ketiga, kata Hikmahanto, Presiden saat mewacanakan hal yang berbau asing apakah telah meminta masukan dari menteri yang memimpin birokrasi. Menteri seharusnya paling tahu apa yang dihadapi suatu sektor sehingga tidak efisien. Bahkan, sangat tahu apakah mendatangkan yang asing akan menyelesaikan masalah.

Keempat, bila dibandingkan tugas rektor di Indonesia dengan di luar negeri jelas tantangannya berbeda.

Rektor di luar negeri dapat menjalankan tugas adminstrarif guna menunjang suasana akademik dengan efektif karena anggaran yang memadai dan minimnya politik kampus, apalagi pengaruh politik nasional. Menurutnya, hal ini tidak demikian dengan rektor di Indonesia.

Terakhir, di Universitas terkenal di luar negeri untuk menjadi rektor didasarkan pada kecakapan dan kemampuan. Sementara di Indonesia bila calon rektor tidak menghadap sana sini, bahkan melakukan kompromi-kompromi politik, sulit untuk yang bersangkutan dapat menjadi rektor.

Karena itu, meski masih sekadar wacana, namun apa yang disampaikan Presiden Jokowi itu telah membuat Hikmahanto berpikir ulang dalam mengikuti proses pencalonan Rektor UI saat ini.

“Tentu saya tidak alergi dengan rektor asal luar negeri. Namun bila dalam proses mendapatkan rektor tidak ada kesetaraan antara asal Indonesia dengan asal luar negeri maka ini berarti saya telah dinyatakan kalah sebelum berperang,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait