Nasional

Ombudsman Kritik Keras Gaya Polisi Tangkap Komedian Nunung

Oleh : Mancik - Minggu, 21/07/2019 15:07 WIB

Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu.(Foto:Kompas.com)

Jakarta, INDONEWS.ID – Anggota Ombudsman Indonesia(ORI) Ninik Rahayu memberikan kritik keras terhadap gaya pihak kepolisian dalam menangkap komedian Nunung. Pasalnya, penangkapan tersebut akan menambah daftar panjang penghuni Lembaga Pemasyarakatan karena kasus narkoba.

Menurut Ninik, pihak Polda Metro Jaya masih memiliki cara lain untuk memberikan efek jera terhadap masyarakat yang menggunakan obat terlarang seperti narkoba atau sejenisnya. Pihak kepolisian bisa melakukan proses rehabilitasi sehingga pemakai bisa pulih kembali dari kebiassaanya menggunakan narkoba.

“Penangkapan komedian Indonesia, Tri Retno Prayudati alias Nunung akan menambah daftar panjang penghuni lapas, jika sistem rehabilitasi belum menjadi program prioritas pemerintah dalam menangani perkara penyaahgunaan narkoba," kata Ninik seperti dilansir detik.com, Minggu,(21/07/2019)

Hingga saat ini, jelas Ninik, Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia dipenuhi dengan masyarakat yang menyalahgunakan narkoba. Polisi semestinya memikirkan cara yang lain untuk mengatasi penjara yang semakin penuh saat ini.

Hukum pidana, lanjut Ninik, tidak hanya bertujuan menghadirkan efek jera bagi masyarakat. Hukum pidana juga bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat seperti menghindari obat –obat terlarang dengan jenis narkoba.

“Penegak hukum, mulai Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, dan Hakim harus mengubah cara bertindak dalam menangani perkara penyalahgunaan narkoba agar tidak maladministrasi pemidanaan. Meski hukum pidana dimaksudkan untuk memberikan efek jera, tetapi hukum termasuk hukum pidana juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan upaya perubahan masyarakat, terutama harus dilakukan dengan cara yang sistemik,” jelasnya.

Ninik sendiri mengakui bahwa sistem rehabilitasi kepada pengguna narkoba memang belum efektif untuk diterapkan. Ada kendala yang dihadapi yakni Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan dan BNN belum menyepakati standar baku dalam memberikan rehabilitasi kepada pengguna narkoba.

Namun, tegas Ninik, kendala ini bukan satu-satunya alasan untuk terus menangkap dan memberikan hukuman penjara kepada pengguna narkoba di Indonesia. Perlu dipikirkan untuk segera merumuskan standar rehabilitasi kepada pengguna secara efektif.

“Di penghujung tahun 2017, Ombudsman telah memberikan saran kepada ketiga lembaga negara. Meski demikian dari hasil monitoring Ombudsman RI, ketiga lembaga masih belum mampu menyeragamkan standar program pelayanan rehabilitasi bagi pasien, dikarenakan belum terdapat kesepakatan antara ketiganya," tegasnya.

Ninik  kemudian mengingatikan pentinnya  proses rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Dengan proses rehabilitasi yang efektif, masyarakat yang awalnya menggunakan narkoba bisa segera pulih kembali dan hidup normal.

Selain itu, hukuman penjara tidak menjadi jaminan bagi seseorang untuk menghindari narkoba. Karena, Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia belum mempunyai sistem yang efektif untuk melakukan proses rehabilitasi bagi pengguna narkoba yang telah diputuskan untuk dipidana.

“Apalagi sistem ini telah didukung oleh Undang-Undang 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika khususnya pasal 4b dan 4d yang pada prinsipnya mengatakan bahwa UU menjamin terlaksananya pencegahan dan menjamin upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu Narkotika. Selain itu juga dijabarkan dalam PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkoba," tutupnya.*(Marsi)

Artikel Terkait