Nasional

Badan Usaha `PEMILIK` Negara VS BUMN

Oleh : hendro - Rabu, 07/08/2019 20:50 WIB

Pengamat sosial dan politik Christanto Wibisono

Jakarta, INDONEWS.ID -   PDBI telah memantau apa dan siapa serta siapa memiliki apa dalam sistem ekonomi Indonesia.  Maka PDBI bisa mengidentifikasi dari akar sejarahnya apa dan siapa menguasai dan memiliki ekonomi Indonesia secara de facto bukanhanya secara “de jure” apalagi “ hanya “de oratorio”.

Selama berabad sejak perniagaan eksis antara Nusantara dan Tiongkok sampai abad keXVI hanya ada kasra Brahmana dan Ksatria mendominasi elite politik dunia. 15 abad Masehi sistim itu “stagnan dan “universal di Barat Eropa mauoun Timur Tiongkok , India dan Asiatermasuk Nusantara.

Lahirnya “imperium kilafah” di abad Pertengahan mendorong Eropa Barat mengupayakan jalur niaga rempah ke Timur Jauh mengandalkan armada kapal niaga yang hingga zaman dinasti Ming masih didominasi oleh kapal niaga raksasa Tiongkok. Karena mutasi sejarahmendadak dinasti Ming 1348-1644) pasca ekspesdisi Laksamana Zeng He menjadi inward looking diganti dinasti Qing 1644-1911) yang semakin mengisolasi Tiongkok dari kemajuan peradaban Barat. 

Nusantara mengalami kolonisasi administratif oleh sebuah BUMN bernama VOC Verenigde Oost Indische Compagnie selama 2 abad (1602- 1799). VOC ini punya tentara sendiri untuk mengamankan stabilitas politik ekonomi Nusantra dan memanfaatkan eksistensi sultan/sunan lokal Nusantra . Karena itu semua perlawanan penguasa lokal untuk mengusir VOC gagal.

Bahkan VOC berhasil memecah belah Mataram jadi 3 unit kerajaan gurem  1755 Yogja, Solo dan1757  Mangkunegaran, VOC lenyap karena di”bangkrut”kan oleh pemegang saham karena utang yang dikorupsi secara TSM (meminjam istilah pipres 2019). Setelah VOC dibubarkan 31 Des 1799, maka Pemerintah Belanda menguasai langsung admnistrasi kolonial Hindia Belanda sambil  menegakkan oligopoli kekuatan ekonomi  belajar dari kegagalan monopoli berbuntut korupsi meruntuhkan VOC. Perang Diponegoro 1825-1830 dibeayai oleh Tanam Paksa, monopoli komoditi  rembah rempat palawija agro bisnis  Nusantara.

 Inilah masa keemasan Pax Neerlandica, imperium Belanda yang  kaya raya mengandalkan monopoli perdagangan Nusantara yang juga membuka pintu bagi modal asing non Belanda sejak 1870 dengan hak milik (eigendom) atas tanah berjangka 75 tahun. Perhatikan bahwa kebetulan masa berlaku UU Lahan 1870itu akan berakhir 1945 (tidak ada yang tahu bahwa tahun itu akan  terjadi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia menggantikan rezim Hindia Belanda. Pasca VOC.

Dalam mengelola negara Republik Indonesia ini elite nasional Indonesia tentu harus mencapai kesepakatan tentang alih tugas Hindia Belanda ke Republik Indonesia.  Sejarah mencatat bahwa meskipun secara “ retorika” kita mengklaim berjuang melalui revolusi ternyata justru RI itu merupakan satu satunya negara bekas terjajah, yang malah harus mewarisi utang rezim kolonialnya Hindia Belanda sekitar US$ 1,2 milyar yang harus dilunasi dalam waktu 7 tahun sejak persetujuan KMB Konferensi Meja Bundar transisi kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) di The Hague 27 Des 1949. 

Hingga tahun 1956 ekonomi Indonesia merupakan keberlanjutan dari ekonomi Hindia Belanda, dengan kekuatan lama masih dipertahankan. Jawatan jawatan yang melayani hajat hidup orang banyak masih tetap dilanjutkan statusquonya sebagai public utilities.

Ada beberapa yang diubah dari maskapai swasta penyedia listrik seperti NV Aniem 1909 langsung berstatus Perusahaan Listrik Negara PLN pada 27Oktober 1945.  Jadi sejak prokalamasi memang telahlahir BadanUsana Milih Negara Generasi (I) Pertama yang memenuhi cita cita pasal 33 UUD yaitu bahwa BUMN itu harus menguasai hajat hidup orang banyak dan strategis. Dalam kategori hajat hidup adalah PLN, DAMRI  (Djawatan Angkutan Motor RI) Jawatan PTT (Pos Telegrap Telepon).

Sedang yang merupakan kekuatan ekonomi bisnis korporasi yang dibentuk secara sadar untuk mengimbangi peranan The Big Three Bank Belanda dan the Big Five Trading House Belanda adalah Bank Negara Indonesia dan NV Central Trading company (CTC, cikal bakal perusahaan dagang negara . Indonesia melunasi hampir seluruh utang hingga 1956 tapi pada 1957 melakukan gebrakan drastis malah menasionalisasi seluruh aset perusahaan milik Belanda di Indonesia dijadikan Perusahaan Negara atau Perusahaan Daerah yang diserahkan kepada provinsi walikota setempat sesuai domisili perusahan ex milik Belanda tersebut.   
 

Pemerintah Pusat berkonsentrasi melanjutkan pengelolaan seluruh BUMN Generasi II Ex perusahaan Belanda yang sangat strategis vital. Salah satu yang diambilalih dan kemudian mengalami gagal fungsi adalah jaringan pelajaran niaga terjadwal (Regular Liner Service) yang dioperasikan oleh KPM. Sejak 1957 jaringan RLS itu lenyap dan Indonesia kehilangan aroma dan sistem logistik Nusahtara dengan dampak ongkos angkut jeruk Pontianak ke Jakarta jadi lebih mahal dari jeruk Mandarin dari Shanghai ke Jakarta,
Rezim Etatisme Ekonomi Terpimpin berlangsung 10 tahun sejak 1957 hingga 1967 ketika Orde Baru melengserkan Orde Lama dengan transisi dari Presiden pertama Bung Karno ke Presiden kedua Soeharto pada 12 Maret 1967 dan UU PMA 1967 yang  membuka investasi 30 tahun 1967-1997. Tentu saja sebagian besar perusahaan Belanda yang masih eksis juga harus dikembalikan lebih dahulu kepada pemilik sebelum arus besar investasi PMA mulai mengalir ke Indonesia 1967disusul dengan investasi modal domestik melalui UU PMDN 1968. 
 

Atas usulan Harian KAMI dalam esei yang saya usulkan, Ali Sadikin menerobos kebekuan dengan memajaki casino dan Pemda DKI menjadi “konglomerat” bersama Pertamina dibawah Ibnu Sutoro yang mengorbitkan Pertamina masuk Fortune 500 pada 1973.

 Sejak itu lahir BUMN Generasi ke-III yaitu anak dan cucu perusahaan Pertamina yang mengguritas ke segala bidang bisnis.  Sampai terjadi musibah gagal bayar utang jangka pendek jatuh tempo Pertamina default pada 1976 dan Ibnu Sutowo dipecat diganti Piet Haryono. Setahun kemudian Ali Sadikin selesai 2 masa jabatan dan berhenti jadi Gubernur dan jobless, karena tidak diberi posisi apapun. Bahkan untuk jadi Ketua PSSI saja harus dihentikan karena kemudian pada 1980 terlibat Petisi 50 sebagai oposisi terhadap Soeharto.  

Sejak 1980an putra putri Cendana mulai terjun ke bisnis makah lahirlah yang menurut PDBI BUMN Generasi ke-IV yaitu Badan Usaha “PeMilik” Negara, yang  secara legal adalah milik perorangan swasta, tapi adalahkeluarga atau kerabat pejabat yang mempraktekkan KKN Korupsi Kolusi melalui Nepotisme.  Badan Usaha PeMilik Negara ini menjadi  kontraktor atau supllier BUMN “asli” tentu saja dengan keuntungna yang sangat timpang bagi BU PeMilik Negara  ketimbang BUMN “asli negara”.
Pada perkembangna selanjutnya pasca Soeharto lengser, maka semua kerabat pejabat juga masih tetap mempraktekkan kebijakan dimana BUpMN  menjadi mitra dominan bagi BUMN, dengan resiko seperti yang dialami PLN.

Entah ada manipulasi kuallitas proyek, korupsi dan kolusi yang memberatkan BUMN dan ini bisa terjadi untuk BUMN apa saja, siapa saja dan dimana saja. Siapa yang menentukan pimpinan BUMN? Kemudian BUMN itu sendiri diarahkan oleh menteri terkait dan atau menteri khusus yang mewakili BUMN, apakah menteri mewakili Negara dan pemerintah secara imparsial, holistik dan profesional, legal mengutamakankepentingan negara. Bagaimana kalau “Negara” itu terbajak oleh kepentingan partai politik, politisi, figure pejabat, kerabat menteri dan “pemilik negara”.

 Ini yang sedang terjadi di Indonesia abad XXI. VOC memang sudah bubar bangkrut 1799. Sejarah jatuh bangun BUMN juga sudah kita alami dengna pahit getirnya. Kapan kita belajar dari sejarah dimana oknum Presiden, pemerintah, menteri bisa “ menguasai mutlak” negara dan BUMN dan akhirnya mengalami resiko seperti bangkrutnya Orla,  default Pertamina  dan bangkrutnya Orde Baru serta Black Out PLN 4 Agustus 2019.

220 tahun sejak VOC bubar, kita masih bingung negara ini sebetulnya siapa yang berkuasa , apakah rakyat melalui BUMN , atau elite melalui Badan Usaha PeMilik Negara yang malahan mengalahkan Badan Usaha Milik Negara yang sejati.  (Penulis Christianto Wibisono Ketua Pendiri PDBI dan Pusat Data Bisnis Indonesia).

Artikel Terkait