Nasional

Tanpa Tunggu Laporan, Polri Bisa Segera Cekal Ustadz Abdul Somad

Oleh : very - Senin, 19/08/2019 10:15 WIB

Petrus Selestinus, Koordinator PAP-KPK dan advokat Peradi. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), seharusnya bisa segera lakukan tindakan kepolisian terhadap Ustadz Abdul Somad terkait dugaan penistaan atau penodaan agama sebagaimana rekaman video yang berisi ucapan tausiyah atau dialog Ustadz Abdul Somad tentang Yesus, Salib Yesus dan Setan atau Jin dalam Salib Yesus.

Tindakan Kepolisian ini sangat diperlukan karena Video yang berisi Tausiyah Ustadz Abdul Somad telah beredar secara luas dalam beberapa hari terakhir ini berpotensi menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.

“Polri tidak boleh membudayakan sikap menunggu masyarakat melapor  baru bertindak atas setiap tindak pidana umum yang terjadi di tengah masyarakat, meskipun Laporan Masyarakat juga sangat penting bagi Polri untuk melakukan tindakan kepolisian. Namun khusus untuk kasus-kasus kejahatan tertentu yang sangat mengganggu keutuhan NKRI dan Ketertiban Umum terlebih-lebih kasus yang bermuatan SARA, maka Polri harus bertindak cepat tanpa harus menunggu laporan masyarakat, karena tindakan kepolisian berupa melarang seseorang atau beberapa orang tidak berpergian ke luar negeri (mencekal) menetapkan sebagai tersangka dan menahan merupakan wewenang Polri yang dilindungi UU,” ujar Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila, Petrus Selestinus, melalui siaran pers di Jakarta, Senin (19/8).

Beredarnya rekaman video berisi dialog/ceramah Ustadz Abdul Somad yang berisi penjelasan atas pertanyaan audience tentang Salib Yesus, telah melukai hati dan perasaan Umat Kristen di Indonesia bahkan di negara lain yang menonton video tersebut.

Oleh karena itu, menurut Petrus, jika Polri baru akan bertindak setelah ada Laporan Masyarakat, bahkan setelah masyarakat melapor, pun laporan masyarakat tidak diproses, hal itu berpotensi menimbulkan tindakan main hakim sendiri yang mengarah kepada perpecahan dalam masyarakat. “Apalagi peristiwa pidana yang diduga terjadi adalah peristiwa yang dikualifikasi sebagai penodaan atau penistaan agama yang diduga dilakukan oleh tokoh yang seharusnya menjaga toleransi dan persatuan,” ujarnya.

Petrus mengatakan, dalam kasus yang sangat mengganggu pilar-pilar negara terutama kasus yang berkonten SARA, negara harus hadir dan bertindak adil terhadap setiap orang yang diduga melakukan penistaan agama, tidak boleh ada diskriminasi dalam negara Pancasila, karena hukum positif kita sudah cukup mengatur tentang perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana terkait SARA dan/atau Penodaan Agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 156a KHUP jo. pasal 28  ayat (2) dan pasal 45A ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016, Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Pembentukan UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008, Tentang Informasi dan Transasksi Elektronik, bertujuan untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

“Karena itu tindakan kepolisian terhadap Ustadz Abdul Somad berupa mencekal, memberikan status tersangka, ditangkap dan ditahan guna dimintai pertanggungjawaban pidana adalah merupakan suatu keharusan demi keselamatan bangsa dan NKRI,” ujar Petrus. 

Petrus melanjutkan, tindakan Kepolisian berupa pencekalan secara lebih dini harus dibudayakan oleh Polri dalam kasus-kasus pidana yang mengancam 4 (empat) pilar negara. “Hal itu guna mengakhiri budaya lari dari tanguung jawab dan berpergian ke luar negeri ketika tahu proses hukum mulai berjalan sebagaimana pernah dilakukan oleh beberpa tokoh yang diduga melakukan kejahatan namun serta merta menghilang ketika tahu proses hukum mulai berjalan,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait