Nasional

Kasus UAS: Antara Permaafan Vs Hukum

Oleh : very - Kamis, 22/08/2019 19:30 WIB

Pengamat politik dari President University AS Hikam. (Foto: channel indonesia)

Oleh: Muhammad AS Hikam*)

Hemat saya, bukan aspek penjelasan teologi dan/atau keyakinan Ustadz Abdul Somad (UAS) yang paling utama yang menyebabkan munculnya respon negatif atau kritik terhadapnya. Tetapi sikap/gaya, tutur kata, dan pilihan diksi pidatonya yang mungkin juga menimbulkan ketersinggungan sebagian ummat agama lain.

Saran dari berbagai pihak agar UAS meminta maaf adalah atas nama menjunjung nilai kesantunan publik dalam rangka memelihara keselarasan sosial. Dan jika benar demikian, itu adalah saran yang bijak dan patut diterima.

Tetapi kalau pun ada pihak-pihak yang memilih untuk mengambil langkah hukum terhadap UAS, hal itu juga bisa dipahami. Saya termasuk yang bisa memahami pilihan itu dalam rangka mencari keadilan dan kepastian hukum.

UAS kabarnya menolak untuk meminta maaf karena beliau memandang apa yang disampaikannya dapat dipertanggungjawabkan dari aspek teologis dan keyakinan. Ditambah lagi alasan bahwa forum di mana beliau bicara, yaitu Masjid, adalah ruang tertutup atau khusus untuk ummat Islam.

Jika demikian, apakah berarti membawa kasus UAS ke ranah hukum lantas menjadi satu-satunya alternatif? Silakan Anda memberikan tanggapan. Bagi saya, pilihan permaafan dan/atau proses hukum bisa menjadi solusi, baik bersama-sama maupun menjadi alternatif satu terhadap yang lain.

Yang jelas, menurut pendapat saya, pembiaran atau impunitas atas kasus UAS ini, bukan solusi.

*) Muhammad AS Hikam adalah pengamat politik President University, dan mantan Menteri Riset dan Teknologi pada era Gus Dur.

 

Artikel Terkait