Nasional

Bendera Bintang Kejora Dikibarkan di Istana, Pendemo Tuntut Referendum

Oleh : Rikard Djegadut - Rabu, 28/08/2019 20:32 WIB

Mahasiswa Papua tampak mengibarkan bendera Bintang Kejora di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019) menuntut referendum. (Foto: KOMPAS.com/CYNTHIA LOVA)

Jakarta, INDONEWS.ID - Sejumlah massa dari Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme, menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2019).

Aksi yang dilakukan sejak pukul 12.00 WIB itu menuntut pemerintah Indonesia memberikan izin bagi Papua melakukan referendum.

Aksi didahului dengan longmarch dari Gedung Kemendagri, Mabes TNI dan berakhir di Istana Negara. Sesampainya di Istana para mahasiswa langsung membuat lingkaran yang dibatasi oleh tali rafia.

Massa sempat bentrok dengan aparat keamanan saat dihalangi bergerak ke Istana. Namun ketegangan mereda saat massa aksi diberi akses untuk beraksi di Taman Aspirasi di depan Istana Presiden.

Mereka menyanyikan dan menari tarian adat khas Papua sambil mengibarkan bendera bintang kejora. Tarian itu pun menyedot perhatian masyarakat yang melintas.

Satu persatu peserta aksi demo memberikan orasi bernada menggelorakan Papua agar mendapat hak menentukan nasib sendiri alias self-determination right.

Setelah menyampaikan pendapat, mereka membuka baju untuk menunjukkan simbol perlawanan dan mengibarkan tiga bendera Bintang Kejora di depan Mabes TNI dan Istana Negara.

Mereka kemudian berlari mengitari bendera tersebut sambil berteriak "Papua Merdeka!" dan menyanyikan lagu "Papua bukan Merah Putih, Papua Bintang Kejora”.

Koordinator massa aksi, Ambrosius mengatakan tujuan mereka mendatangi Kantor Jokowi dan Mabes TNI adalah untuk menyatakan referendum memisahkan diri dari NKRI.

"Mahasiswa papua yang ada di luar Papua sepakat, kita harus referendum, kami minta referendum,"

Mereka juga meminta pemerintah untuk menarik seluruh pasukan aparat tambahan yang saat ini diterjunkan di wilayah Papua.

"Pengiriman tentara yang dari Jawa ke Papua itu harus kembali," tegasnya.

Mereka juga menuntut agar rasialisme terhadap rakyar Papua dihentikan.

"Kami tegaskan, menghapuskan rasisme dan represi terhadap orang Papua hingga mereka bisa mengerti makna kebahagiaan hidup apabila rakyat Papua mendapatkan haknya untuk menentukan nasib sendiri," ujar Ambrosius di lokasi.

Selain itu, massa juga menuntut pemerintah membuka kembali akses internet di Papua. Mereka juga menuntut agar pegawai Pemprov Papua dan Papua Barat melepas baju dinasnya.

"Pemblokiran itu artinya negara tidak mampu menyelesaikan persoalan papua, bukan hanya kali ini tapi dari 1961 sampai 2019. Jadi sengaja selalu mengnonaktifkan internet, itu negara melanggar hak asasi manusia untuk menyampaikan pendapat dan mendapatkan informasi yang selayaknya, negara sengaja menutupi permasalahan papua," ujar Ambrosius.*(Rikardo)

 

Artikel Terkait