Politik

Ketua MPR: Menteri Jokowi Harus Komunikatif dan Responsif

Oleh : very - Minggu, 06/10/2019 21:40 WIB

Ketua MPR Bambang Soesatyo. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengatakan bahwa para menteri dalam kabinet baru Joko Widodo jilid kedua ini harus komunikatif dan responsif terhadap persoalan yang terjadi yang disuarakan berbagai elemen masyarakat.

Suara-suara itu  juga secara tidak langsung menjadi masukan bagi pemerintahan baru periode 2019-2024, termasuk juga masukan bagi DPR, MPR, dan DPD masa bhakti 2019-2024.

"Itu menjadi bukti masyarakat semakin cerdas dan kritis, sehingga presiden dan para pembantunya dituntut memiliki sensitivitas yang tinggi serta sigap merespons aspirasi masyarakat," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (6/10).

Politisi Partai Golkar ini mengatakan, tuntutan itu tak hanya dialamatkan kepada presiden dan para menteri, tetapi juga ditujukan kepada DPR, MPR, serta DPD. Para anggota DPR dan MPR, serta DPD diminta semakin pro aktif menyerap aspirasi masyarakat di semua daerah.

Penyerapan aspirasi atau permasalahan itu kemudian dikomunikasikan dan dicarikan jalan keluarnya dengan pemerintah melalui setiap kementerian sesuai konteks persoalannya.

Menurut Bambang, hasil kerja nyata pemerintah dan parlemen masa bhakti terdahulu harus lebih ditingkatkan. Berbagai rangkaian unjuk rasa dan ledakan beberapa peristiwa, baik di Papua maupun beberapa kota di Jawa dan Sulawesi harus menjadi renungan bersama. Rangkaian pesan dari unjuk rasa dan peristiwa itu secara tidak langsung menjadi masukan bagi pemerintah baru nantinya, dan juga masukan bagi DPR, MPR, dan DPD.

“Konsekuensinya, Presiden terpilih Joko Widodo bersama Wakil Presiden terpilih KH Ma’ruf Amin harus memilih menteri yang tidak sekadar pekerja keras seperti periode sebelumnya, tetapi juga sosok menteri yang responsif terhadap aspirasi masyarakat di semua daerah. Aspirasi dan ketidakpuasan antara daerah yang satu dengan lainnya pasti tidak sama, karena karakter daerah dan masyarakat Indonesia memang berbeda-beda,” katanya.

Menurut dia, Papua dapat dijadikan contoh kasus. Dalam lima tahun terakhir, pemerintah telah memberi perhatian lebih kepada Papua. Namun, segala seusatu yang telah dikerjakan di Papua itu ternyata belum bisa memuaskan semua elemen masyarakat di Papua. Berangkat dari kecenderungan itu, pemerintah bersama parlemen tentu harus mencari rumusan baru untuk menjawab aspirasi masyarakat Papua.

Dia mengatakan, hak prerogatif presiden untuk memilih sosok menteri dari berbagai komunitas, termasuk unsur partai politik maupun para profesional. Karena Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan pada beberapa sektor.

Karena itu, katanya, sosok menteri yang dibutuhkan adalah orang yang mau bekerja keras menjadi persyaratan utama. Syarat lain yang tidak kalah pentingnya adalah sosok menteri yang juga responsif dan komunikatif dengan semua elemen masyarakat.

“Menteri yang komunikatif dengan publik amat diperlukan agar dia mau mendengar dan menyerap aspirasi publik. Penyerapan aspirasi itu kemudian direspons para menteri melalui program kerja dan kebijakan atau peraturan menteri,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait