Nasional

Berencana ke AS, Menhan Prabowo Perlu Komunikasi Pastikan Tak Ada Penolakan

Oleh : very - Rabu, 30/10/2019 11:01 WIB

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID – Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo dikabarkan akan ke AS. Muncul pertanyaan apakah Menhan Prabowo akan ditolak oleh pemerintah AS seperti pada saat hendak menghadiri wisuda putranya?

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan satu hal yang pasti bahwa diperbolehkan masuk atau tidaknya seorang warga asing ke AS - meski mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan di suatu negara - sangat bergantung pada kebijakan pemerintah AS.

“Ini merupakan kedaulatan AS yang tidak dapat diganggu gugat, sekalipun ada gugatan ke pemerintahan AS,” ujarnya melalui siaran pers, Rabu (30/10).

Hikmahanto mencontohkan Gatot Nurmantyo pernah ditolak masuk ke AS meski mendapat undangan resmi dari pihak AS, padahal Gatot Nurmantyo ketika itu adalah Panglima TNI.

Selanjutnya, menurut Hikmahanto, pemerintah AS bisa saja yang sebelumnya melarang seseorang masuk ke AS, pada saat yang berbeda memperbolehkan.

Alasan itu, salah satunya karena pemerintahan di AS berganti dari Partai Demokrat ke Partai Republik. Seperti diketahui, Partai Demokrat sangat mengedepankan HAM namun tidak demikian dengan Partai Republik.

Partai Republik akan membolehkan warga asing yang memiliki kedudukan sepanjang mereka mempunyai komitmen untuk menjaga kepentingan AS di negaranya, termasuk dalam memerangi terorisme.

Disamping itu, menurut Hikmahanto, perlu juga diwaspadai bagi aparat militer atau mantan aparat militer yang pernah terlibat dalam konflik bersenjata saat diperbolehkan masuk ke AS. Bukannya tidak mungkin mendapat surat penggilan untuk menghadap ke Pengadilan di AS.

“Panggilan menghadap pengadilan bisa saja atas dasar gugatan dari korban atau keluarga korban. Para korban atau keluarganya memang menantikan saat pejabat atau mantan pejabat itu datang ke AS,” ujarnya.

Pemerintah AS tentu tidak bisa menghalangi apa yang dilakukan oleh korban atau keluarga korban. Ini karena masalah hukumnya bersifat perdata.

Panggilan juga bisa dilakukan, kata Hikmahanto, bila suatu negara menyatakan memiliki yurisdiksi atas kejahatan internasional.

Sutiyoso misalnya, di Australia pernah mendapat panggilan untuk menghadap ke Pengadilan salah satu negara bagian di Australia karena keterlibatannya di Timor Timur. Padahal saat itu Sutiyoso sedang menjabat sebagai Gubernur DKI dan memperoleh undangan resmi dari mitra Australianya.

Oleh karena itu, kata Hikmahanto, Menhan Prabowo bila hendak mengunjungi AS perlu dilakukan komunikasi antar Kemlu kedua negara untuk memastikan tidak ada penolakan.

“Penolakan saat kunjungan perlu dihindari agar tidak mengundang kehebohan publik di Indonesia yang akan mempengaruhi hubungan kedua negara. Intinya jabatan resmi bukan jaminan bisa masuk ke AS,” ujarnya.

Jikapun Menhan Prabowo diperbolehkan masuk ke AS, bukan berarti ia tidak akan dipanggil menghadap pengadilan AS bila ada gugatan perdata dari pihak-pihak yang dirugikan saat ia menjabat di lingkungan militer.

Bila hal tersebut terjadi, maka tidak ada pilihan lain untuk Menhan Prabowo segera meninggalkan AS.

“Akan lebih aman bila pertemuan Menhan Prabowo dengan mitranya dari AS dilakukan di Indonesia atau di negara ketiga yang Menhan Prabowo tidak dipermasalahkan oleh lembaga peradilan setempat,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait