Nasional

Agung Laksono: Rivalitas Bukan Lawan yang Harus Dibinasakan

Oleh : very - Rabu, 20/11/2019 23:47 WIB

Ketua Umum Kosgoro 1957 HR Agung Laksono (tengah) dalam acara konferensi pers Ormas Trikarya Partai Golkar di Jakarta, Rabu (20/11). (Foto: Indonews.id)

Jakarta, INDONEWS.ID – Partai Golkar merupakan partai yang modern, terbuka dan demokratis. Karena itu, segala persaingan merupakan hal yang wajar dalam Partai Golkar. Karena itu, rivalitas bukan dipandang musuh yang harus dihabiskan.

Karena itu, menurut Kami, menjadi Ketua Umum bukan hanya untuk mencari posisi dan kehormatan.

“Soal siapa yang terpilih nanti dalam Munas Golkar nanti akan kita sepakati melalui mekanisme musyawarah mufakat. Kalau tidak bisa maka baru kita lakukan dengan voting. Tapi kami berharap agar Pak Airlangga Hartarto yang menjadi Ketua Umum. Karena kami percaya kalau Golkar dipimpin oleh Airlangga Hartarto Golkar pasti akan lebih baik,” ujar Ketua Umum Kosgoro 1957 HR Agung Laksono dalam acara konferensi pers Ormas Trikarya Partai Golkar di Jakarta, Rabu (20/11).

Selain Agung Laksono, acara tersebut juga dihadiri oleh Ketua Umum Depinas SOKSI Ali Wongso Sinaga, dan perwakilan dari MKGR.

Ali Wongso yang didaulat membacakan pernyataan mengatakan bahwa Trikarya yaitu Kosgoro 1957, SOKSI dan MKGR adalah perjuangan bangsa dengan doktrin “Karya Siaga Gatra Praja” dalam “Karya Kekaryaan” untuk menjamin tegak utuhnya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Ali mengatakan, bagi Tri Karya, Munas XI Partai GOLKAR Desember 2019 mendatang adalah momen penting dalam rangkaian sejarah GOLKAR yang akan menentukan masa depan Partai GOLKAR serta turut menentukan keberhasilan pembangunan dibawah kepemimpinan nasional Presiden Jokowi, 5 tahun kedepan.

Karena itu, Tri Karya mengajak dan berharap kepada segenap kader Golkar khususnya peserta Munas Partai GOLKAR agar bersama mensukseskan Munas secara konstitusional, demokratis dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong, sehingga melahirkan kepemimpinan Partai GOLKAR yang kuat dan efektif sesuai doktrin "karya siaga gatra praja". Hal itu untuk meningkatkan kontribusi peran serta Partai Golkar dalam mendukung percepatan pembangunan nasional menuju Indonesia maju selaras Pembukaan UUD 1945, dibawah kepemimpinan nasional Presiden Jokowi.

Tri Karya, katanya, juga memandang bahwa model demokrasi didalam munas ke munas pada era reformasi ini, telah ditandai munculnya berbagai ekses yang akumulasinya lebih banyak `mudharat` daripada manfaatnya bagi partai dan bangsa, seperti `biaya tinggi` hingga `potensi polarisasi` yang cenderung melemahkan soliditas partai dan merugikan Partai serta bangsa.

“Oleh karena itu meminimalkan munculnya ekses-ekses sangat perlu dilakukan dengan mendorong tumbuhnya `kesadaran diri` dan `keberanian bersama` untuk menata kembali pola dan sistem pengambilan keputusan agar supaya lebih berbasis pada semangat kekeluargaan dan gotong royong dengan mengutamakan ‘musyawarah untuk mencapai mufakat’ selain membangun pola seleksi para calon yang mampu meminimalkan munculnya ekses-ekses itu. Dengan demikian pengambilan keputusan melalui pemungutan suara hendaknya hanya akan ditempuh apabila musyawarah yang optimal sungguh-sungguh tidak dapat mencapai mufakat,” ujarnya.

Ali mengatakan, Tri Karya percaya bahwa Airlangga Hartarto adalah tokoh kader yang paling tepat untuk menjadi Ketua Umum Partai GOLKAR Periode 5 tahun kedepan. Hal ini seiring dengan Presiden Jokowi mempercayakan tugas amat strategis sebagai Menko Perekonomian RI, selain prestasi dan dedikasinya memimpin penyelamatan Partai menghadapi Pemilu 2019 lalu.

“Karena itu, Tri Karya menegaskan kembali sikapnya dan mengajak segenap peserta Munas Partai GOLKAR, bersama-sama mendukung penuh Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai GOLKAR Periode 2019- 2024,” ujarnya.

Tri Karya juga mengamati pelaksanaan Pemilu Legislatif serentak dengan Pemilu Presiden perlu dikaji mendalam dan ditinjau untuk dipisahkan kembali waktu pelaksanaannya, sehingga akan mengurangi beban berat yang melampaui daya para penyelenggara Pemilu.

Tri Karya mengamati bahwa sistem proporsional terbuka dalam Pemilu Legislatif 2009, 2014, 2019 telah ditandai ekses yang cenderung meningkat seperti `politik uang` dan `penurunan jumlah wakil rakyat berkualitas` karena sistem itu telah melemahkan sistem perkaderan partai, dan pendidikan politik rakyat oleh partai politik.

“Karena itu Tri Karya meminta kepada kepemimpinan Partai GOLKAR hasil Munas 2019 agar dapat memperjuangkan perubahan UU Pemilu yang lebih baik bagi bangsa menuju Pemilu 2024,” ujar Ali Wongso.

Selain itu, Tri Karya mengamati dengan munculnya dorongan amandemen kelima UUD 1945 didalam kurun waktu 5 tahun kedepan, perlu dikaji lebih mendalam dan komprehensif terutama oleh para negarawan dan cendekiawan, baik urgensinya maupun momentumnya dikaitkan dengan perkembangan politik dan ekonomi secara nasional serta global.

Agung Laksono menjelaskan bahwa sistem proporsional terbuka yang ada saat ini telah menimbulkan ekses yang buruk terhadap demokrasi. Namun, katanya, semua hal itu, harus dikaji kembali oleh tim secara lebih mendalam sehingga menghasilkan keputusan yang tepat.

“Kami belum bisa memutuskan sistem seperti apa yang bisa diambil. Namun kami hanya merekomendasikan agar dilakukan pembicaraan yang lebih mendalam lagi sehingga menghasilkan keputusan yang pas ke depan,” ujarnya. (Very)

 

 

Artikel Terkait