Opini

RR itu Rasis Risau, Rada-rada Rusak

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 21/11/2019 10:59 WIB

Rudi S. Kamri, Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta. (Foto: Rikard Djegadut/indonews.id)

Oleh : Rudi S Kamri*)

Opini, INDONEWS.ID - Saya tidak tahu, apa sebenarnya pekerjaan Rizal Ramli (RR) sehari-hari. Dan secara jujur sejatinya saya juga tidak peduli dengan apapun yang menyangkut informasi suami artis sinetron si Doel Anak Sekolahan Cornelia Agatha ini. Tapi pada saat orang kelahiran Padang, 10 Desember 1954 ini berujar rasisme, nah orang tua jelek ini tidak bisa kita diamkan.

"Ahok hanya sekelas Glodok" adalah pesan yang sangat jelas kepada kita semua bahwa Ahok itu China. Dan orang China dianggap RR tidak pantas memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ujaran rasisme yang diutarakan oleh RR adalah ciri khas kelompok Kadal Monas (Kadas) yang punya dendam kesumat tak berujung. Selicin apapun RR ngeles bahwa ujarannya tidak rasis, tetap saja jejak rasisme tetap membekas kuat.

Rasa sakit hati RR karena hanya seumur jagung menjadi Menko Kemaritiman kemudian dipecat Jokowi karena dianggap tukang bikin ribut dan tidak becus kerja, rupanya telah mengerak menjadi sakit jiwa yang akut. Sehingga setiap ujaran RR seperti kehilangan nilai dan makna intelektualitasnya.

Penghinaan RR terhadap Ahok alias BTP berimbas pada penghinaan rasisme secara kelompok. Karena semua orang tahu bahwa mayoritas pengusaha yang berbisnis di kawasan Glodok adalah dari etnis Tionghoa. RR rupanya sudah kena virus buta mata hati, sehingga dia tidak mau mengakui bahwa pergerakan ekonomi Jakarta dan Nasional itu juga hasil kontribusi para pengusaha di kawasan Glodok.

Coba kita bayangkan bagaimana jadinya Jakarta dan Indonesia tanpa kawasan usaha di Glodok ? Dan semua orang waras harus mengakui betapa hebat dan gigihnya para pengusaha yang berjuang keras untuk tetap eksis di kawasan Glodok. Berbagai proyek nasional bisa jalan karena ditopang adanya suplai barang dari kawasan Glodok. Hanya orang yang hebat, ulet dan perhitungan matang yang bisa survive di kawasan Glodok. Dan saya mau taruhan, apabila orang sekualitas Kadas seperti RR kalau mencoba berbisnis di kawasan Glodok, saya jamin hanya dalam bulan dia akan nyungsep alias gulung tikar.

Orang rasis adalah musuh utama kemanusiaan. Bahkan saya berani bilang orang yang bermental rasis itu adalah penjahat kemanusiaan yang harus kita lawan dan musnahkan. Orang seperti RR yang rasis tidak layak hidup di negeri Pancasila. Dia hanya akan menjadi virus yang merusak keberagaman Indonesia.

Dengan adanya komentar rasis dari orang sekualitas Kadas seperti RR dan adanya penolakan dari sekelompok orang sakit jiwa yang dimotori Bani Kadas seperti Arie Gumilar, saya berharap Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin Presiden Jokowi segera berani mengangkat orang seperti BTP alias Ahok untuk menduduki jabatan strategis di BUMN entah di Pertamina atau di PLN. Biar mereka para pembuat gaduh semakin kepanasan dan segera cabut dari BUMN.

Menteri BUMN dan TPA harus segera menunjuk figur kuat dan bersih untuk membersihkan BUMN dari Bani Kadas. Setelah Pertamina dan PLN, PT Garuda Indonesia kiranya layak menjadi prioritas pembenahan. Karena konon kabarnya permasalahan di Garuda Indonesia juga tidak kalah rusaknya. Pimpinan Garuda yang konon punya gundik pramugari, juga membuat banyak kebijakan yang nyeleneh dan aneh. Orang-orang berkualitas disingkirkan dan orang yang tidak kapabel tetapi punya kedekatan dengan direksi termasuk gundik sang Boss justru mendapat jabatan yang strategis. Rusaklah jadinya kualitas pelayanan Garuda.

Banyak Pekerjaan Rumah untuk Erick Thohir. Banyak BUMN bermasalah hasil warisan Rini Soemarno. Baik di perusahaan perkebunan, bank, PT Pos Indonesia dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan Erick Thohir yang didukung Wakil Menteri yang mumpuni bisa membersihkan Kadas, Kadrun dan para koruptor yang menggurita di BUMN.

Untuk RR .... buang aja ke laut !!
Manusia rasis tidak layak hidup di negeri Pancasila yang BerBhineka Tunggal Ika.

Salam SATU Indonesia
20112019

*) Rudi S. Kamri, Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta

Artikel Terkait