Nasional

Kominfo Dalami Penerapan Teknologi Pindai Wajah untuk Daftar Kartu SIM

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 08/12/2019 12:39 WIB

Direktur Penyiaran Kominfo Geryantika Kurnia (kiri), Menteri Kominfo Johnny G. Plate, Staf Khusus Menteri Kominfo Bidang Komunikasi Politik Philip Gobang, dan Plt. Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu (kanan) saat konferensi pers tentang masalah TVRI di Jakarta, Jumat (6/12/2019). ANTARA/Natisha Andarningtyas

Jakarta, INDONEWS.ID - Semua teknologi yang berkembang di masyarakat selalu memberikan efek positif dan negatif. Di satu sisi memberikan kemudahan dan di sisi lain rawan terhadap keamanan data pribadi maupun komunitas bangsa.

Hal itu dikatakan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyusul penggunaan teknologi pemindaian wajah untuk registrasi kartu SIM yang telah mulai diberlakukan oleh pemerintah China baru-baru ini.

"Semua teknologi yang berkembang ada dua sisi yakni mata uangnya, dia [metode pemindaian wajah] membuat mudah dan di sisi lain harus berhati-hati dengan keamanan baik pribadi maupun sebagai komunitas bangsa," kata Menkominfo Johnny kepada awak media usai konferensi pers terkait isu TVRI, di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (6/12).

"Setiap kemajuan teknologi tidak bisa kita hindari, kita harus siap untuk mengatasi itu," lanjut Jonny.

Lebih lanjut, menurut pria kelahiran Flores ini, metode facial recognition atau pemindaian wajah bukan hanya satu-satunya teknologi baru yang harus disiapkan.

Lebih jauh Jonny menyinggung terkait implementasi 5G di Indonesia. Kemenkominfo, beber Jonny tengah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan frekuensi untuk memancarkan konektivitas 5G.

"Ini satu pekerjaan besar untuk menuntut kita bersama mengambil bagian di dalamnya, dengan catatan masuk ke 5G tidak semata-mata bukan hanya masalah ekonomi dan komersial, di situ ada juga masalah yang terkait dengan geo strategis," pungkas Johnny.

Facial Recognition Berlebihan

Sebelumnya, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menilai metode `facial recognition` untuk regitrasi kartu sim dianggap berlebihan jika diterapkan di Indonesia.

Menurut Pratama, BRTI dan para operator telekomunikasi harus membenahi dulu pendaftaran nomor telepon dengan NIK dan KK.

"Penipuan dengan nomor seluler prabayar ini masih banyak karena regulasinya terlampau longgar. NIK dan KK bisa didaftarkan tanpa batas jumlah, akibatnya setiap orang yang punya NIK dan KK orang lain bisa mendaftarkan nomor baru," kata Pratama saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (5/12).

Pratama khawatir jika usulan facial recognition diajukan untuk mendaftarkan nomor baru, dia menilai hal ini sebagai upaya negara untuk melakukan kegiatan pengintaian terhadap warganya.

"Sebetulnya bagus juga tapi terlalu berlebihan. Bikin ribet dan kesannya pemerintah mau memata-matai rakyatnya," terangnya.*RIkardo).

Artikel Terkait