Nasional

Koruptor Sebaiknya Diberi Sanksi Hukuman Pemberatan

Oleh : very - Jum'at, 13/12/2019 10:35 WIB

Emrus Sihombing, Dosen Universitas Pelita Harapan (UPH). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pekan ini ramai dibicarakan terkait wacana hukuman mati terhadap para koruptor. Hal itu jadi perbincangan publik pasca Presiden mewacanakan hukuman mati koruptor jika dengan suatu kondisi tertentu, jika ada kehendak kuat dari masyarakat.

Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner Emrus Sihombing mengatakan, hukuman mati bagi koruptor memang memungkinkan diberlakukan di Indonesia bila sudah ada pasal dalam suatu UU seperti yang terjadi pada kasus narkoba, perampokan, teroris, pencurian, dan kesusilaan.

“Persoalannya, mungkinkah pemerintah bersama DPR RI berhasil merumuskan UU hukuman mati terhadap koruptor di masa periode kedua pemerintahan Jokowi? Tentu jawabnya sangat sulit diwujudkan.  Mengapa? Persoalannya sangat kompleks sekali.  Namun,  menurut saya setidaknya ada tiga hal yang bisa mengganjal memberlakukan hukuman mati bagi para koruptor,” ujarnya di Jakarta.

Petama, trend dunia saat ini, utamanya negara maju yang lebih beradab menuju "kesepakatan" penghapusan hukuman mati.

Kedua,  lembaga HAM internasional selalu memperjuangkan hak azasi manusia,  terutama hak hidup sedeorang sebagai warga dunia, yang merupakan hak azasi paling mendasar setiap manusia. Sebab,  kehidupan yang dimiliki seseorang bukanlah pemberian manusia terhadap manusia lainnya. Artinya,  kehidupan seseorang jauh lebih berharga daripada tindakan yang dilakukannya sekalipun melanggar UU sebagai buatan manusia.

Ketiga, Pancasila sebagai dasar negara kita, bisa dilihat pada sila kedua yaitu keberadaban. Karena itu, Indonesia sangat menjungjung tinggi keadaban di semua hal, utamanya jaminan untuk hidup seseorang dari negara. Itulah salah satu hakekat nilai dari turunan Sila Kedua Pancasila yaitu, Kemanusiaan yang Adil dan Beradap.

Karena itu, kata Emrus, Indonesia sejatinya bergerak naik keadabannya dari waktu ke waktu. Bangsa beradab harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tentu termasuk penghapusan hukuman mati.

“Untuk membangun keadaban itu, maka tingkat pendidikan, standar moral kemanusiaan, HAM, etika, kejujuran  harus menjadi keutamaan dalam proses pembangunan dan perubahan yang terjadi di Indonesia,” ujarnya.

Lalu bagaimana memberi efek jera kepada pelaku korupsi agar tidak mengulangi perbuatannya dan sekaligus mendidik anggota masyarakat lainnya supaya tidak melakukan korupsi?

“Dari aspek hukum dan sosiologi serta lebih rasional, maka perlu dilakukan hukuman tambahan (pemberatan) dengan kerja sosial bersih-bersih taman Monas dan halaman Istana selama setahun dengan mengenakan baju tahanan warna orange bertuliskan nama lengkap, modus korupsinya, dan jumlah kerugian negara dengan huruf warna putih,” ujar Emrus.

“Kemudian menyita semua kekayaan milik keluarga inti (pemiskinan), serta menjabut hak politiknya minimal selama 20 tahun ke depan,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait